"Coba install aplikasi yang terbaru," saran seorang kyai.
"Hapuslah file yang tidak digunakan supaya memori tidak penuh," usul penghayat kepercayaan.
"Restart hp," tulis teman buddhis.
Semua saran sudah dicoba, tapi hasilnya nihil. Dia tidak dapat memutar video itu.
Setelah beberapa saat pendeta itu menulis, "Maaf teman-teman, setelah dicek di konter HP ternyata kuota internetku habis...he..he..he"
Anggota grup yang lain menimpali dengan tertawa. Lalu seseorang menulis, "Sebaiknya pak pendeta pergi kantor polisi sekarang. Setelah itu kirim SMS ke jemaat untuk minta pulsa."
***
Demikianlah, media sosial itu seperti api. Nyalanya bisa menghanguskan, tapi bisa juga menghangatkan. Media sosial dapat menjadi pemantik kekacauan sosial, tapi dapat juga menjadi media komunikasi penyemai toleransi.Â
Komunitas di FKUB Klaten telah memetik manfaat dari media sosial ini. Pada bulan Ramadhan yang lalu, anggota grup WA yang non-muslim justru mengusulkan agar diadakan acara buka puasa bersama.
"Kami yang berasal dari umat non-muslim ingin mengetahui tradisi umat Islam dalam berpuasa," tulisnya di WA. Bak gayung bersambut, usul itu pun direalisasikan dengan mengadakan buka puasa bersama.Â
Acara ini dibuka dengan doa bersama lintas iman. Setelah itu diadakan perbincangan santai sejenak. Ketika adzan Maghrib berkumandang, maka seluruh hadirin menuju meja makan untuk makan bersama. Setelah itu, umat muslim melakukan shalat tarawih.Â