Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hilda Bukan Gadis Biasa

4 April 2021   07:00 Diperbarui: 4 April 2021   07:11 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Created by pixellab

Tiba-tiba kendaraan yang melaju di jalan raya semuanya berhenti dan keadaan pun hening tak ada suara. Hanya satu pemandangan saja yang tampak berbeda dengan yang lainnya, gadis itu tetap berjalan dengan tenang di tengah-tengah keadaan yang tiada bergerak satu pun. Dan sesaat gadis itu bertepuk tangan keadaan pun kembali seperti semula, sungguh menakjubkan. 

Namun sesaat kemudian gadis itu pun menunduk lesu dan terduduk di bawah pohon pinggir jalan. Napasnya tampak terengah-engah seperti habis berlari dikejar hantu atau anjing galak. Lalu, "Bum... Duarr!" Suara itu sangat keras sekali dan jelas terdengar di tengah keramaian hilir mudiknya kendaraan di jalan raya. Serta merta gadis itu menutup kedua telinganya dan berteriak lantang sekali "Haaaaaaaaaaaaaaaa...!" Dan kemudian dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya seakan tak ingin melihat apa-apa.

"Mengapa semua ini harus terjadi padaku, Tuhan?!" Gadis itu bergumam seorang diri.

"Aku tak bisa berbuat apa-apa untuk menghindari semuanya." Kembali gadis itu bergumam penuh penyesalan.

"Sungguh aku tak berguna!" Suaranya semakin lemah terdengar di sela isaknya.

"Hilda, kau di sini rupanya, ayo kita pulang nak!" Suara lain tiba-tiba terdengar di depan gadis itu yang ternyata bernama Hilda.

Hilda, seorang gadis seusia SMA adalah putri dari pasangan Pak Radja dan Bu Manik yang tinggal di sebuah kota kecil bernama Bandar Naira. Keluarga mereka terbilang unik karena kedua orang tua Hilda adalah tuna netra, sedangkan Hilda anak satu-satunya berbeda dengan keduanya karena penglihatannya yang normal.

Sejak lahir, Hilda sangat beruntung karena terlahir dengan indera penglihatan yang bagus tidak seperti kedua orang tuanya yang tuna netra. Dan yang lebih uniknya lagi kedua bola mata Hilda itu berwarna ungu. Kedua orang tuanya tidak pernah mengetahui keadaan tersebut, yang mereka ketahui jika anak mereka yang semata wayang itu terlahir normal dan sangat cantik.

Hilda pun tumbuh dengan kehidupan yang sewajarnya hingga usianya memasuki 17 tahun ada sesuatu yang dirasakannya agak janggal. Hilda mulai menyadari ada kejanggalan pada dirinya. Setiap kali ia tertidur atau memejamkan matanya untuk tidur, dia selalu melihat bayangan sesuatu yang terjadi dan itu entah apa atau dimana.

Seperti hari itu, karena dia kelelahan membantu ibunya bekerja beres-beres di rumah, Hilda tertidur di kursi panjang di ruang tengah rumahnya. Dalam bayangannya dia melihat sesuatu terjadi di jalan raya besar yang sangat padat dengan kendaraan. Entah itu kejadian apa dan jalan raya mana, semuanya tampak kabur dan kurang jelas.

Hilda terbangun seketika itu dari tidurnya, dia melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 11.00 dan dia pun ingat jika hari ini adalah hari Kamis. Tiba-tiba mata Hilda seperti bercahaya, bola matanya yang berwarna ungu itupun berkedip, Hilda bangkit tanpa mengindahkan apapun lalu berlari keluar rumah.

"Masih ada waktu satu jam, aku harus menemukan jalan raya itu, tapi dimana???" Hilda bergumam sendiri sambil terus berlari.

"Hey! Kalau jalan di pinggir dong!" Suara itu tiba-tiba saja mengejutkan dirinya.

Hilda menoleh dan terlihat seorang pria di dalam mobil merah itu sedang berteriak ke arahnya. Seperti tersadar dari mimpi, Hilda menghentikan langkahnya dan dia ingat sesuatu. Ya, mobil merah itu! Lalu dia memutar pandangannya seperti mencari sesuatu. Ya, jalan ini jalan raya yang tadi dilihat dalam bayangannya. Dia kembali memutar pandangannya, dan lurus di hadapannya terlihat seorang ibu tua akan menyebrang jalan.

Seketika itu juga Hilda bertepuk tangan seraya memanggil ibu tua itu yang tak mendengar panggilannya karena memang jaraknya agak jauh. Hilda berlari menuju ke arah ibu tua itu, sementara keadaan di sekitarnya semua berhenti tak bergerak sedikit pun. Hilda merasa heran sendiri dengan keadaan tersebut, dia pun berhenti berlari dan memutarkan tubuhnya memperhatikan ke sekelilingnya.

"Aneh! Mengapa semuanya tidak bergerak?!" Begitu pikirnya.

"Ada apa dengan semua ini?" Hilda semakin merasa heran.

Dia kemudian melangkah berjalan menghampiri ibu tua itu dan kembali bertepuk tangan sambil memanggilnya "Nenek... !!"

Namun apa yang terjadi? Suara keras itu menyadarkan dirinya, karena bertepatan dengan panggilannya ke ibu tua, saat itu juga mobil merah tadi menabrak truk besar dari arah berlawanan ketika si ibu tua menyebrang jalan. Tak ayal lagi ibu tua itupun terpental karena tertabrak di tengah-tengah kedua mobil yang bertabrakan tadi.

Hilda melihat kejadian itu dalam bayangannya ketika di rumah tadi, dan sekarang kejadian itu jelas terjadi di depan matanya sendiri. Hilda sangat terkejut dengan keadaan tersebut dan heran sekali. Mengapa semua ini bisa terjadi?

Akhirnya Hilda merasakan tubuhnya lemas tak tertahan hingga dia duduk di bawah pohon pinggir jalan sambil terisak karena menyesal dengan penglihatannya yang tidak dipahaminya sendiri. Sampai akhirnya suara ibunya mengejutkan dirinya dan mengajaknya pulang.

"Ayo kita pulang, nak!" Ajak ibunya Hilda.

Mereka pun berjalan pulang bergandengan tangan. Sementara Hilda masih merasa heran dalam hatinya.

Sesampainya di rumah, Bu Manik menyuruh Hilda untuk beristirahat di kamarnya.

"Istirahatlah, nak! Kau pasti sangat lelah." Bu Manik berkata pada anaknya.

"Baiklah, bu." Jawab Hilda sambil masuk ke kamarnya.

Setelah kejadian tersebut, Hilda tak ingin memejamkan matanya walaupun waktu telah malam dan itu waktunya untuk tidur. Ya, Hilda tak mau tidur karena takut melihat bayangan kejadian lain yang lebih mengerikan.

Waktu pun berlalu, satu hari, satu minggu, hingga satu bulan setelah kejadian tersebut Hilda jatuh sakit karena kurang tidur, begitu kata dokter setelah diperiksa. Bu Manik pun heran mengapa anaknya sampai kurang tidur. Maka Bu Manik pun mengajak Hilda untuk bicara.

"Ceritalah, nak! Apa yang sebenarnya terjadi?" Bu Manik membuka pembicaraan.

Hilda pun akhirnya menceritakan kejadian yang dialaminya. 

"Begitulah bu, aku takut sekali untuk tidur setelah kejadian itu. Sebenarnya apa yang terjadi padaku, bu?" Hilda menutup ceritanya.

Bu Manik tampak menganggukkan kepalanya tanda memahami cerita anaknya. Lalu dengan penuh kasih Bu Manik mengusap kepala Hilda.

"Ibu sangat paham dengan perasaanmu, mungkin sudah waktunya ibu pun harus menceritakan semuanya kepadamu. " Bu Manik berkata pada Hilda.

Pembicaraan pun bertambah serius di antara mereka berdua. Bu Manik menceritakan semuanya pada Hilda tentang kejanggalan yang menimpa pada diri anaknya tersebut. Dan semua itu tak pernah diceritakan pada siapapun termasuk pada Hilda, karena memang Bu Manik pun menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan sebuah kebenaran ini.

Akhirnya Hilda pun mengerti dengan keadaan dirinya yang memang harus menerima kenyataan tersebut. Sejak saat itu Hilda pun berusaha untuk menjalani hidupnya secara wajar seperti biasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun