Mohon tunggu...
puji handoko
puji handoko Mohon Tunggu... Editor - laki-laki tulen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hidup untuk menulis, meski kadang-kadang berlaku sebaliknya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dunia Mengalami Pergeseran, Pemerintah Harus Melakukan Percepatan Kelistrikan

13 Agustus 2020   17:48 Diperbarui: 13 Agustus 2020   18:08 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Dalam pemahaman umum, Nikola Tesla dikenal sebagai penemu arus listrik bolak-balik (AC), sedangkan Thomas Alva Edison penemu arus listrik searah (DC). Meskipun memang, penemu pertama sebenarnya bukan mereka. Keduanya bersaing ketat dalam hal penemuan. Yang membedakan keduanya adalah, Tesla berpandangan idealis dan ambisius. Listrik dalam pemahamnnya, dimaksudkan supaya bisa dinikmati semua orang. Bahkan kalau bisa gratis.

Pandangan ambisius Tesla itu tentu sulit diwujudkan, tapi semangatnya bisa ditiru. Listrik hendaknya memang bisa dinikmati semua orang. Ia hak primer yang harus dimiliki semua manusia, baik yang miskin maupun yang kaya. Kalau bisa, dengan harga semurah-murahnya.

Tesla mungkin tidak membayangkan jika kehidupan manusia di kemudian hari sangat bergantung dengan listrik. Dari waktu-ke waktu, semua teknologi semakin dikoneksikan dengan listrik. Benda-benda yang dulu digerakkan dengan bahan bakar fosil telah berubah ke listrik. Mereka memilih listrik karena lebih efisien, bersih dan ramah lingkungan. Ada satu hal lagi yang juga penting diperhitungkan, listrik lebih murah.

Fakta inilah yang mendorong umat manusia untuk merenung sejenak. Bahan bakar fosil terbukti telah merusak alam dengan begitu brutal. Pemanasan global telah mengakibatkan naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub.

Fenomena saat ini, dunia tengah menghadapi transformasi sistem energi. Mereka memilih sumber energi yang lebih ramah lingkungan atau Energi Baru Terbarukan (EBT).

Transformasi seperti itu terjadi karena desakan masyarakat di berbagai negara yang mulai khawatir terhadap ancaman pemanasan global. Efeknya sudah mulai terasa. Bukan hanya naiknya permukaan air laut, tapi ancaman gas beracun yang selama ini terbungkus es akan terlepas ke udara.

Dalam sebuah diskusi virtual yang diadakan pada Rabu 12 Agustus 2020, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, sebagaimana dikutip Kompas.com, menyatakan, "Semua orang percaya sistem energi harus berubah dari fossil based, carbon based, menjadi sustainable based."

Pernyataan itu berangkat dari kenyataan bahwa kecenderungan masyarakat dunia memang menunjukkan adanya perubahan. Kerusakan yang disebabkan ulah manusia harus segera disudahi. Indonesia harus turut serta dalam gerak perubahan itu. Kalau memang tidak bisa menjadi pelopor, setidaknya jangan sampai tertinggal.

Salah satu hal yang akan terjadi dengan adanya transformasi tersebut adalah, meningkatnya penggunaan kendaraan listrik. Pemerintah memang sudah membuka diri terhadap adanya potensi itu. Hal itu ditandai dengan pembangunan pabrik baterai lithium di Morowali, Sulawesi Tengah. Bahkan dikabarkan, pabrikan mobil listrik asal Amerika, Tesla, ikut berinvestasi di sana.

Dengan adanya peningkatan penggunaan kendaraan listrik, otomatis PLN akan mengalami keuntungan. Karena perusahaan inilah yang diberi mandat negara untuk mengurusi setrum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun