Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Dewa Kipas dan Persoalan Nasionalisme Kita

23 Maret 2021   08:07 Diperbarui: 23 Maret 2021   08:24 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertandingan catur Dewa Kipas vs Irene Sukandar. Dok detik.com

Melalui berita kompas.com, Levy mengatakan bahwa ia menyaksikan pertandingan antara Irene dan Dewa Kipas. Dengan kekalahan 3-0 dan tingkat akurasi dibawah 40 persen, Levy kemudian mengatakan bahwa orang yang bermain curang juga akan ketahuan.

Meski pertandingan antara Irene dan Dewa Kipas telah berakhir, namun Levy menilai persoalan itu belum usai. Ia menyayangkan, Dewa Kipas tidak mau mengakui kebenarannya bahkan masih dianggap pemberani oleh masyarakat Indonesia.

Disinilah masalah baru muncul. Sindiran Levy seperti tamparan keras bagi Dewa Kipas sekaligus masyarakat Indonesia. Mereka yang menyerang secara membabi buta pada Levy dengan alasan nasionalisme, tak kunjung meminta maaf.

Selain membuat catur lebih populer, Dewa Kipas sebenarnya menyadarkan kita tentang bahaya nasionalisme buta. Sikap kesatria untuk membela tanah air diartikan dangkal, hanya sebatas pembelaan tanpa bisa membedakan mana yang benar, mana yang salah. Pokoknya, kalau ada pihak asing yang menyerang Indonesia, meremehkan orang Indonesia, wajib hukumnya diserang bersama-sama.

Ini pekerjaan rumah yang berat bagi Indonesia. Sudah banyak kasus, bagaimana ulah netijen Indonesia, mengatasnamakan nasionalisme justru memperburuk citra Indonesia di kancah dunia. Sebelum kasus Dewa Kipas, kita tentu tak lupa dengan perseteruan Fiki Naki dan Dayana atau serangan netijen Indonesia usai seluruh pebulutangkis tanah air dipulangkan dari ajang All England.

Kasus-kasus di atas secara tidak langsung membuat stigma masyarakat dunia pada orang Indonesia berubah drastis. Masyarakat Indonesia yang dikenal ramah, penuh sopan santun dan tinggi empati, kini berubah menjadi masyarakat bengis yang menakutkan. Apakah kita rela menjadi seperti itu?

Ingat kata pepatah

Buat apa lawan Dewa Kipas
Kalau ujungnya menang dengan mudahnya
Buat apa nasionalisme diumbar bebas
Kalau ujungnya bikin malu saja

Salam waras netijen Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun