Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Belum Sepenuhnya "Merdeka", Saat Pembelajaran Kembali dengan Tatap Muka

25 November 2020   06:31 Diperbarui: 25 November 2020   06:33 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: konsultanoendidikan.com

"Mengubah kebiasaan anak, itu sulit Dek,"

Pembelajaran sekolah, dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi kita ketahui bersama kalau dengan adanya pandemi, dilakukan secara daring atau di dalam jaringan. 

Kita ketahui pula, bahwa dengan adanya pembelajaran yang tidak dilakukan secara konvensional secara tatap muka, memberikan tantangan baru bagi orangtua serta guru. Tapi memang, bila dipikirkan secara kasar, kembalinya kelas pembelajaran secara tatap muka memang begitu dirindukan.

 Hal ini diharapkan agar anak kembali belajar dengan juga membawa perasaan. Perasaan seolah 'benar-benar belajar'. Saat pertama kali ditetapkannya terhitung sejak bulan Maret, sudah sekitar hampir 8 bulan anak, guru dan orangtua terbiasa akan hal ini. Yaps, kata yang perlu kita garisbawahi adalah kata 'terbiasa'.

Dengan diadakannya ketetapan pembelajaran secara daring sejak pertama kalinya tadi, baik bagi siswa pendidikan anak usia dini, dasar, menengah hingga pendidikan tinggi, dengan adanya jangka 8 bulan pembiasaan itu, benar sudah membentuk sebuah kebiasaan baru bagi siswa. 

Apabila pada mahasiswa perguruan tinggi, menjadi mudah untuk menyesuaikan diri dan membiasakan hal baru ketika memang benar pembelajaran kembali di luringkan. 

Tapi, tidak kemudian mudah apabila diberlakukan pada anak di pendidikan anak usia dini, atau pendidikan dasar. Pada orangtua yang tinggal bersama dengan anak, barangkali sudah mulai bisa dibiasakan dari sekarang, namun bagi guru tidak. 

Dengan adanya kebijakan terbaru tersebut, bukan kemudian guru sepenuhnya "Merdeka". Of couse, not!

Aku sekarang sedang melakukan penelitian sebagai bentuk tugas akhir salah satu mata kuliah semester ini, dimana aku mengambil narasumber penelitian berupa seorang guru. Itulah mengapa kemudian, di Hari Guru 2020 ini, aku terpacu untuk menulis mengenai hal ini. 

Apalagi, dengan fakta bahwa yang namanya juga pun merangkap sebagai orangtua di keluarga masing-masing. Ada sebuah tantangan baru yang akan dialami atau kembali di hadapi oleh para guru dengan pembelajaran akan dilakukan secara tatap muka kembali. Tantangan baru itu adalah, mengubah kebiasaan anak.

"Ayo Dek, dikerjakan dulu tugasnya, nanti main lagi ya,"
"Nanti aja ya Nda, kan tinggal kirim foto ke Ibu Guru,"

Kalimat ini benar adanya spontan diucapkan  oleh seorang anak usia lima tahun saat aku sedang melakukan wawancara dengan salah satu narasumber penelitianku. Ia adalah seorang guru sekolah dasar yang memiliki anak usia dini. Kebetulan memang, tugas penelitianku berkaitan dengan adanya kebijakan study from home. 

Tanpa aku bertanya, narasumberku membenarkan bahwa yang paling susah adalah membangun kembali kebiasaan. Aku ingat sekali, aku pernah menyinggung mengenai susahnya membangun kebiasaan baru pada anak ataupun siswa. 

Ini pernah aku singgung sebelumnya di salah satu artikelku berkaitan dengan dopamine detox, kalau kamu belum membacanya, bisa kamu baca disana agar mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap.

Kembali membahas terkait membangun kebiasaan baru kepada anak itu susah, terlebih kaitannya dengan sistem belajar. Barangkali, di awal hal ini dianggap menyusahkan bagi anak, namun dalam adanya jangka waktu 8 bulan tadi, bukan tidak mungkin, anak sudah terlanjur nyaman. 

Baiknya, memang anak memiliki jangka waktu lebih banyak untuk bermain dan mengeksplorasi apa saja untuk membantu perkembangannya. Tapi buruknya, akan menjadi seperti anak dari salah satu narasumberku tadi, dimana tak akan segan meremehkan 'belajar' yang seharusnya hanya karena pembelajaran yang lama tidak mendapatkan penegasan dari guru bila dilakukan dengan setengah hati.

Sadar atau tidak, guru akan segera menghadapi hal ini kembali. Adanya publikasi mengenai ditetapkannya kebijakan tadi, adalah sebuah alarm terbaru teruntuk para guru untuk kembali memutar otak, mengolah rasa, mencari strategi bagaimana cara yang tepat untuk bisa mengembalikan semangat belajar anak yang mulai terbiasa dengan pembelajaran yang 'santai' saat dilakukan dengan tidak tatap muka. 

Terlebih, pada guru yang mengajar di desa. Beruntung sekali aku melakukan penelitian mengenai hal ini, dari sini aku juga baru mengetahui fakta baru bahwa pembelajaran daring pada anak yang bersekolah di pendidikan anak usia dini serta pendidikan dasar sepenuhnya dilakukan melalui media Whatsapp orangtua, dimana guru benar-benar tidak menjelaskan sama sekali. 

Guru hanya meneruskan tugas-tugas kepada anak. Bila pada anak narasumberku ini, beruntung sekalinya Bundanya adalah seorang guru sekolah dasar juga, sehingga cukup telaten untuk memahamkan anak atau mengerjakan tugas sekolah anak. 

Tapi, bagaimana dengan anak yang orangtuanya sama sekali berasal dari latarbelakang pendidikan yang kurang? Atau orangtua yang sedikit sekali memiliki waktu untuk menemani anak mengerjakan tugas sekolahnya? Disini, adalah tanggung jawab lebih guru dipaksa untuk dihadirkan.

Tepat hari ini, setiap tanggal 25 November ditetapkan sebagai seremonial hari guru nasional. Namun, sebenarnya peringatan hari guru seharusnya diperingati setiap hari. 

Setiap kali kita mendapatkan sebuah ilmu baru dari guru, sejatinya itu saat tepat untuk kita mengapresiasi. "Merdeka" yang dianggap akan didapatkan guru dengan adanya ketetapan pembelajaran akan dilakukan dengan tatap muka, itu tidak benar sepenuhnya. 

Kemerdekaan itu tidak akan diraih apabila hanya diusahakan oleh guru saja, perlu komponen lain yang mendukungnya. Anak dan orangtua juga perlu untuk membersamai guru meraih kemerdekaan yang diharapkannya. 

Selaiknya program merdeka belajar yang diusung oleh Mas Menteri Nadiem harusnya juga dibersamai dengan program Merdeka Mengajar untuk guru. 

Juga perlu untuk guru, seiring dengan berbagai macam datangnya tantangan dalam mengajar, diberikan celah untuk merasakan nikmatnya mengajar sesuai dengan apa yang dicita-citakan.

Untuk mewujudkan ini, mulanya adalah harus didasarkan pada rasa sadar. Rasa sadar yang memang sudah seharusnya ditanamkan sejak dini seiring dengan begitu dinamisnya dunia pendidikan saat ini. 

Rasa sadar ini mencakup semua hal,  mulai dari rasa sadar bahwa tugas dan peran guru memang berat, rasa sadar untuk hormat dan bisa menempatkan diri sesuai dengan keadaan, dan rasa sadar bahwa belajar dengan sungguh-sungguh adalah salah satu cara ampuh memberikan sebuah kebahagiaan. 

Iya, guru mana yang tidak bahagia apabila melihat siswanya belajar tanpa paksaan? Guru mana yang tak akan bahagia apabila melihat siswanya begitu sopan dan pengertian? Sederhana.

Sebagai seorang mahasiswa yang kuliah di jurusan pendidikan dan juga bercita-cita menjadi seorang guru di masa depan, dinamika yang ada ini menjadi sebuah pacuan. 

Dimana, persiapan paling sulit menjadi seorang guru adalah persiapan hati dan perasaan, pengetahuan dan keilmuan saja tak cukup. Menjadi seseorang yang bergelar 'pahlawan tanpa tanda jasa' tak bisa diraih dengan sekejap mata. Tapi, butuh waktu dan pengorbanan untuk meraihnya. 

Selamat hari guru nasional 2020 teruntuk guru-guru aku di masa lalu, sekarang, dan masa depan. Dan tentu saja, teruntuk aku dan kamu calon guru di masa mendatang, semoga kita bisa merasakan merdeka mengajar, suatu saat nanti sebagaimana apa yang guru dulu, dan sekarang cita-citakan.
Semoga tulisan ini bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun