Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menguak Tabir: Apakah Masyarakat dan Aparat Tak Dapat Bertengkar Sehat?

15 Oktober 2020   13:07 Diperbarui: 15 Oktober 2020   13:10 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baku hantam antara aparat kepolisian dengan masyarakat (Sumber: Pinterest)

"13 Oktober 2020, Menteng 58 Berdarah..."

Malam itu, aku kembali dikejutkan dengan berita yang cukup membuat terenyuh. Lagi-lagi terjadi kejadian sweeping 'asal comot' yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Malam itu, 11 orang temanku, dari organisasi Pelajar Islam Indonesia menjadi korban salah sasaran. Bisa dikatakan hal ini wajar, sesuai dengan kronologi kejadian yang bertebaran di berbagai laman, di Ibu Kota hari itu terjadi aksi buruh besar-besaran. Bukan tanpa alasan, sebab menolak UU Cipta Kerja atau Cilaka yang telah di sahkan oleh DPR dan bagi sebagian besar masyarakat dirasa meresahkan.

 Awalnya, proses penyampaian aspirasi berlangsung aman namun itu semua tak berlangsung lama. Massa aksi di Jakarta berpusat di Tugu Tani yang tak jauh dari Kantor Sekretariat Organisasi kami, yaitu di Jalan Menteng Raya nomor 58, dimana sebagian peserta aksi menggunakan tempat ini pula untuk menitipkan kendaraan atau sekedar istirahat makan. 

Namun, saat itu dari kami sama sekali tidak ikut turun dalam aksi. Sekretariat saat itu, diisi oleh teman-teman yang datang untuk sekedar berdiskusi atau melaksanakan kegiatan rutin organisasi. Sekitar pukul 22.00 WIB, sekretariat yang semula ramah, menjadi berdarah. 

Teman-temanku yang tak berdaya, diciduk terbungkam tak dapat berbuat apa-apa. Mereka semua orang yang benar, tapi berada di waktu dan tempat yang salah.

Aku tau, kita semua pasti pernah bertengkar, baik di rumah, sekolah atau dimana saja. Berbagai macam pertengkaran yang terjadi, pasti bermula dari sebuah ketidakselarasan dalam mengambil makna. Contohnya saja, setiap kali ada permasalahan di pemerintahan, yang terjadi setelahnya pasti adalah terjadinya gesekan atau pertengkaran antara masyarakat dan aparat. Baik itu pertengkaran di dunia nyata yang berujung pada tindakan kurang berkemanusiaan, atau yang apabila terjadi di dunia maya akan menjadi umpan perang media besar-besaran. Seolah, hal ini merupakan sebuah budaya yang dianggap wajar. Aku, siang ini mencoba berpikir menguak tabir , "Apakah Mayarakat dan Aparat tak dapat Bertengkar Sehat?"  

Apakah bertengkar itu salah? Tentu tidak. Namun, dicoba saja bertengkar secara sehat dan konstruktif. Bertengkar kadang-kadang itu tak apa-apa. Menurut ilmu Psikologi, kalau kita tidak pernah bertengkar sama sekali dengan orang lain maka ini pertanda bahwa kita tak lagi peduli dan biasanya berujung pada perpisahan. Seperti kata Filsuf Modern Alain de Botton yang mengatakan "Mencintai seseorang itu memang tidak akan bebas dari rasa frustasi".

Kenapa kita bertengkar, dan kenapa antara masyarakat dan aparat selalu terjadi pergesekan? Hal ini sebab di salah satu keduanya sedang merasa insecure, merasa tak punya kendali, tak di pedulikan,tak di hormati, tak di hargai, dan tak dicintai. Ketika dua orang bertengkar biasanya akan saling menyalahkan sambil membela diri habis-habisan dan berhenti mendengarkan satu sama-lain.

Pertengkaran bisa terasa seperti medan perang dimana dua orang saling menembakkan peluru dengan tujuan "aku akan membuatmu menderita sebagaimana kamu membuatku menderita" Adapun dalam bentuk teriak-teriak, memukul yang satu, menembakkan gas air mata, bahkan tak segan menghabiskan nyawa lawannya. 

Kita mungkin berpikir bahwa bentuk amarah seperti ini akan membuat kita merasa lega, tapi sejujurnya, ketika kita rasakan betul. Tubuh kita tersiksa. Jantung berdegup cepat, nafas pendek-pendek, tau-tau sudah sakit kepala karena tekanan darah naik. Bentuk-bentuk amarah seperti ini adalah ramuan menuju bencana yang hanya akan menciptakan lingkaran setan yang membuat capek secara emosi dan fisik. Yang mana dirasa oleh diri sendiri, dan orang lain. 

Ini sering kali kita temukan bukan, tersulutnya amarah aparat adalah ketika massa yang sudah dianggap kelewat batas. Dibuktikan dengan kejadian Menteng Berdarah malam itu yang mana aparat terprovokasi oleh massa yang mulai membakar ban. Dampaknya tak hanya sepele, namun setelahnya terjadi hal yang lebih fatal yaitu penangkapan yang tak beralasan. 

Antara masyarakat dan aparat, perlu kiranya bertengkar secara sehat dan konstruktif, dimana tekanan itu bisa berguna untuk membawa perubahan dan perbaikan. Membuat kita dan orang lain menjadi versi diri yang lebih baik.

Hal ini, dapat diwujudkan apabila antar keduanya, menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Ketika aparat menganggap masyarakat membuat kesal, maka biasanya masyarakat  juga akan melakukan hal yang membuat kesal aparat. Musuh dari pertengkaran sehat adalah ketika seseorang merasa dirinya selalu paling benar tanpa cela. Sadar bahwa seseorang akan lebih kooperatif dan lebih mau mengakui kekurangan atau kesalahannya, ketika dia merasa tidak sedang dibenci, serang, dan dipojokkan. 

Kritik itu baik untuk perbaikan, namun kritik akan lebih mudah diterima ketika berbalut kata dan nada yang penuh pengertian. Ketika seseorang sudah mengakui kekurangan atau kesalahannya, jangan pernah gunakan kejujuran ini sebagai sebuah senjata untuk memukulnya lebih lanjut. Sadar bahwa dua orang yang bertengkar itu sesungguhnya adalah dua orang yang sedang sedih namun dalam pertengkaran seringkali hal terakhir yang kita ungkapkan adalah mengakui kita sedang sedih dan terluka. Kita bisa akui ini dengan bermartabat. Kita tidak marah-marah atau memohon, tidak kuat dan tidak lemah. Kita hanya berdiri dan mengungkapkan kesedihan dan kerapuhan kita dengan tenang. Sadar bahwa kita semua memiliki bagasi emosi yang terkumpul sejak kecil. Reaksi manusia terhadap apapun, memliliki akar yang dapat ditelusuri dari masa kecil atau masa lalu. Sadar, bahwa manusia yang kurang tidur, pasti lelah.

 Penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur membuat kita sulit mengontrol emosi jadi cepat tersulut. Aku yakin, saat malam hari itu, baik aparat maupun masyarakat yang melakukan aksi masing-masing merasakan kelelahan. Pertengkaran itu bukan kompetisi debat, tidak ada piala. Tujuan akhir pertengkaran sehat adalah untuk menciptakan hubungan dan hidup yang lebih baik dengan orang yang kita sayangi. Bagaimana antara masyarakat dan aparat bisa hidup bersahabat. 

Terdapat beberapa kiat yang dapat diterapkan, agar pertengkaran yang terjadi adalah sebuah pertengkaran yang sehat, di antaranya:
Pertama, Dengarkan diri. Ketika anda merasakan emosi mengganggu, cari tahu dulu sumber perasaan ini. Apakah kita sedang merasa tidak dimengerti, dipedulikan, dihormati, dihargai, dicintai atau  mungkin kurang tidur.

Kedua, Dengarkan orang lain. Ketika cekcok biasanya kita hanya membahas perilaku lawan bertengkar kita yang kita anggap mengganggu bukan malah mengungkit apa yang yang salah pada karakter orang tersebut. karena, tak ada manusia yang suka karakternya di cap jelek.

Ketiga, Ungkapkan apa yang anda rasakan dengan hati-hati memilih kata, pakai pula nada yang tenang. Ketika dua orang bertukar kalimat seperti ini, mereka akan bisa memahami dan dipahami satu sama lain lebih baik

Keempat, Hindari menggunakan kata, "kamu selalu," atau "kamu enggak pernah," karena kita tahu kenyataannya tidak demikian

Kelima, Berusaha mendengar lebih baik untuk mengurangi kesalahpahaman. Saat dalam situasi konflik dan ketegangan meningkat, kita hanya mampu mendengar selama 10 detik saja alias tiga kalimat kemudian berhenti mendengarkan untuk menyiapkan kalimat balasan.

Keenam, Ketika ketegangan meningkat, ambil jeda untuk dinginkan kepala sebelum menyesal terlanjur mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Katakan pada lawan bicara kita, "Kamu butuh jeda dan memisahkan diri ke tempat lain untuk sementara tapi kamu janji akan kembali dengan tujuan memperbaiki situasi dengan kepala dingin. Jika perlu gunakan surat, menulis surat bisa jadi salah satu cara untuk memperbaiki kesalahpahaman dan menjadi momen reflektif bagi diri sendiri dan bagi orang yang membacanya."

Terakhir, Ketika salah, jangan tunda meminta maaf. Meminta maaf secara tulus bisa membawa lega bagi yang menerimanya dan yang memberi. Contohnya, masyarakat sering merasa kesal dengan kejadian aparat yang sering bertindak semaunya dan cenderung salah sasaran saat masyarakat atau mahasiswa melakukan aksi. Padahal, dari masyarakat atau mahasiswa hanya ingin menyampaikan aspirasi. Disini, ada dua skenario percakapan yang mungkin terjadi.

Pertama, Masyarakat berkata 

"Aduh, Aparat ini selalu saja enaknya main hakim sendiri, katanya demokrasi tapi giliran kami aksi malah diperlakukan kaya gini," 

si aparat menjawab "selalu?", 

"Iya, aku gak pernah liat kamu gak mukul-mukulin atau nangkep-nangkepin massa kalau ada aksi begini, padahal aku gak pernah anarkis pas turun aksi" 

"Gak pernah anarkis?"  

"Iya, aku udah berkali-kali ngebilangin, kenapa sih aparat ini gak mau ngedengerin!"

Atau pada skenario kedua yang bertengkar sehat seperti ini, 

"Bapak Aparat yang terhormat, kita semua kan selalu merasa nyaman kalau kondisi negara aman dan damai. Mmm, aku beberapa kali liat bapak ini kalau massa turun aksi selalu melakukan tindakan yang tidak wajar seperti menangkap massa sembarangan dan lain-lain, jujur aku merasa tak nyaman dan keberatan. Boleh gak, please Bapak aparat kalau masyarakat sedang aksi lain kali lebih berkemanusiaan?" 

"Oh iya maaf, lain kali kami dari aparat akan memperbaiki kesalahan dan mengevaluasi prosedur yang dianggap meresahkan"

"Terima kasih kasih ya Bapak, sudah mau mengerti,"

Kira-kira, skenario mana yang lebih enak di dengar dan dirasakan? Tulisan ini adalah sekedar opini dariku tanpa bermaksud untuk menyalahkan siapa-siapa. Sifatnya, aku hanya ingin meluruskan dan mengemukakan bahwa ketika kita bertengkar dengan sehat, ini tidak hanya membantu kita dan orang lain menjadi manusia yang lebih baik, tetapi membantu kita mencintai dan dicintai lebih baik.

Semoga, tidak terjadi lagi kejadian yang tak mengenakkan seperti apa yang dialami oleh teman-temanku. Semoga antara masyarakat dan aparat penegak hukum benar-benar dapat bersahabat dan menciptakan Indonesia yang lebih bermartabat dengan bertengkar secara sehat.


Semoga tulisan ini bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun