Dalam konteks Banten yang kaya dengan seni budaya seperti debus dan seni Islami, potensi ini bisa dieksplorasi lebih jauh sebagai bagian dari terapi ekspresif untuk menyalurkan emosi dan trauma.
Kesimpulan untuk Praktik Saya di Tangerang
Pulang dari Tokyo, saya membawa satu keyakinan yang lebih kuat: teori-teori psikiatri Barat tidak bisa serta-merta "dicopy-paste untuk menyembuhkan masyarakat di Indonesia khususnya.
Kita harus menjadi "penjahit" yang terampil, yang mampu merancang pendekatan treatment yang "dibuat khusus" untuk setiap pasien, dengan mempertimbangkan latar belakang budaya, keyakinan, dan sistem nilai mereka yang unik.
Kesehatan jiwa adalah perpaduan antara fungsi otak, gejolak emosi, dan konteks budaya tempat seseorang hidup. Sebagai psikiater di daerah yang penuh dinamika seperti Tangerang, tantangan sekaligus keistimewaan saya adalah merajut ketiganya menjadi sebuah rencana penyembuhan yang utuh dan manusiawi.
Kongres di Tokyo mengajarkan bahwa budaya bukanlah rintangan yang harus dihilangkan, melainkan mitra terapeutik yang paling berharga. Semoga artikel ini bermanfaat. Salam Sehat JiwaÂ
---
*Artikel ini terinspirasi dari rangkuman resmi Joint Congress PRCP & WACP 2025 di Tokyo, yang dihadiri penulis pada 25-28 September 2025.*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI