Kongres ini mengajarkan bahwa alih-alih menyangkal kepercayaan mereka, kita justru perlu menjembatani dunia medis dengan kearifan lokal tersebut. Tugas kita bukan mengganti, tapi mengintegrasikan.
Mengadaptasi Psikoterapi untuk Sensitivitas Lokal
Simposium "Cultural Adaptations of Psychotherapies" sangat relevan. Presentasi dari kolega di Malaysia dan Singapura tentang menyesuaikan terapi Barat dengan nilai kolektivisme dan religiusitas pasien Asia adalah sesuatu yang saya alami langsung. Misalnya, teknik-teknik terapi kognitif-perilaku (CBT) seringkali terlalu individualistik.
Di Tangerang, di mana ikatan keluarga sangat kuat, pendekatan terapi seringkali harus melibatkan anggota keluarga untuk menjadi bagian dari solusi.
Integrasi nilai-nilai spiritualitas dan keagamaan, yang begitu hidup dalam masyarakat Indonesia, juga terbukti membuat pasien merasa lebih dimengerti dan diterima.
Dari "Pasung" hingga "Hikikomori": Tantangan Global dengan Wajah Lokal
Paparan tentang penelitian "pasung" oleh dr.Sak Liung,SpKJ dari Yogyakarta, Indonesia membuat saya tersentak. Ini adalah realita pahit yang masih ada di pelosok negeri kita, mungkin juga tidak jauh dari Tangerang. Ini menunjukkan betapa krusialnya peran pemimpin agama dan adat dalam mengubah stigma.
Di sisi lain, fenomena Hikikomori dari Jepang---remaja yang mengurung diri---ternyata juga mulai ditemui di kota-kota besar Indonesia, termasuk di daerah penyangga ibu kota seperti Tangerang. Tekanan sosial dan ekonomi urban bisa memicu isolasi serupa.
Kongres ini membuka mata bahwa kita menghadapi spektrum masalah yang luas, dari yang sangat tradisional seperti pasung hingga yang postmodern seperti Hikikomori, dan semuanya memerlukan pendekatan yang berbeda.
Seni dan Spiritualitas dalam Proses Penyembuhan
Saya sangat tertarik dengan sesi tentang seni dan spiritualitas. Di luar obat-obatan, ekspresi seni dan makna spiritual memegang peran penting.