Terlambat. Tangan pucat muncul dari permukaan air, mencengkeram pergelangan tangan Arga dengan kekuatan tak wajar. Tarikan itu begitu kuat hingga ia hampir terjerembab masuk.
Bayu sigap menarik tubuh Arga dari belakang. Setelah usaha keras, genggaman itu terlepas. Arga terhempas jatuh ke tanah dengan napas memburu, sementara permukaan air kembali tenang seolah tak terjadi apa-apa.
Namun semua orang tahu: sesuatu baru saja membangkitkan penghuni lama sendang itu.
Mereka memutuskan menghentikan penelitian malam itu. Tapi saat bersiap membereskan peralatan, Bayu menyadari catatan lapangannya hilang. Ia yakin meletakkannya di batu besar di tepi sendang, tapi kini lenyap.
"Jangan balik lagi, Yuk!" Sinta panik.
"Nggak bisa! Itu catatan penting," Bayu bersikeras.
Dengan enggan, mereka kembali ke tepi sendang. Di sana, buku catatan memang ada---tapi tergeletak tepat di atas air, seakan mengapung. Mustahil.
"Gimana caranya bisa di situ?" Arga berbisik, tengkuknya merinding.
Bayu menunduk, berusaha meraih. Begitu tangannya hampir menyentuh, buku itu tiba-tiba terseret ke tengah sendang, lalu menghilang begitu saja ke kedalaman. Bersamaan dengan itu, suara nyanyian lirih kembali terdengar. Kali ini lebih jelas, dan lebih dekat.
Mereka bertiga serentak mundur. Dari permukaan air, muncul gelembung-gelembung besar, diikuti bau anyir menusuk hidung. Air yang semula jernih berubah keruh, berwarna kehitaman.
Lalu... muncul sosok perempuan tadi. Separuh tubuhnya keluar dari air, rambut panjang menutupi wajah. Bajunya kebaya basah, menempel di tubuhnya yang pucat.
"Kenapa kalian mengganggu?" suaranya serak, menggema.
Sinta berteriak histeris, namun tak mampu lari. Kakinya seakan terpaku di tanah.