Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hikmah: Mencuri Hati Raja

29 Juli 2025   07:07 Diperbarui: 29 Juli 2025   07:07 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang filsug bercengkrama dengan Raja- Kreasi AI

Raja Harun Al-Rasyid terkenal bukan hanya karena kekuasaannya yang besar, tapi juga karena sifatnya yang angkuh dan merasa tak tersentuh. Ia percaya bahwa sebagai khalifah, tidak ada yang lebih bijak darinya. Semua orang di sekitarnya hanya berani memuji, tak ada yang cukup nekat untuk menasihatinya. Dan jika ada, nasihat itu pasti akan berujung hukuman.

Suatu hari, Abunawas datang ke istana membawa sebuah permintaan aneh.

"Tuanku," katanya sambil membungkuk sopan, "izinkan aku mencuri sesuatu yang sangat berharga dari dirimu."

Raja yang tengah duduk di singgasana megahnya tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Abunawas, kau ini benar-benar lucu. Seluruh istana dijaga ketat, harta bendaku tak terhitung, dan aku sendiri dilindungi oleh ribuan pasukan. Apa yang mungkin bisa kau curi dariku?"

Abunawas tersenyum. "Aku akan mencuri hatimu, Tuanku."

"Hati? Hahaha! Kau gila! Hatiku milikku, tak bisa dicuri."

"Tapi justru karena itu, aku akan mencurinya," jawab Abunawas santai. "Agar Tuanku bisa menjadi penguasa yang dicintai, bukan ditakuti. Pemimpin yang dipatuhi karena kebijaksanaannya, bukan karena cambuk dan pedang."

Merasa terhibur namun juga penasaran, sang raja mengizinkan permainan itu. Maka sejak hari itu, Abunawas rutin hadir di istana. Ia tidak membawa senjata, tidak membawa sihir, hanya membawa cerita dan tawa.

Setiap malam, Abunawas mendongengkan kisah-kisah dari negeri jauh. Kisah tentang raja yang jatuh karena kesombongannya. Kisah tentang rakyat kecil yang kehilangan harapan karena penguasa tuli. Ia membungkus nasihat dalam tawa, menyisipkan kebenaran dalam kelakar.

Suatu malam, Abunawas berkata,
"Tuanku, tahukah kau mengapa bayangan selalu berada di bawah kaki kita?"

Raja mengerutkan dahi. "Kenapa?"

"Karena bahkan matahari pun tahu bahwa apa yang tinggi harus sadar pada yang rendah."

Raja tertawa, tapi kali ini tawanya lebih pendek. Malam-malam berikutnya, ia mulai termenung.

Setiap kisah yang dibawakan Abunawas ternyata seperti cermin yang memantulkan wajahnya sendiri. Ia melihat bayangannya sebagai raja yang haus pujian, yang lupa bahwa kekuasaan tanpa cinta rakyat hanyalah takhta yang rapuh.

Lambat laun, sang raja berubah. Ia mulai turun ke pasar tanpa pengawal, mendengarkan keluhan rakyat tanpa amarah. Ia memberi ruang bagi penasihat untuk bicara jujur, dan tidak lagi mengusir pengkritik.

Suatu pagi, Harun Al-Rasyid memanggil Abunawas dan berkata,
"Wahai sahabatku, aku mengaku kalah. Kau benar-benar telah mencuri hatiku."

Abunawas tersenyum, membungkuk, lalu berkata,
"Dan kini, Tuanku tak hanya menjadi raja yang besar, tapi juga manusia yang utuh."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun