Raja mengerutkan dahi. "Kenapa?"
"Karena bahkan matahari pun tahu bahwa apa yang tinggi harus sadar pada yang rendah."
Raja tertawa, tapi kali ini tawanya lebih pendek. Malam-malam berikutnya, ia mulai termenung.
Setiap kisah yang dibawakan Abunawas ternyata seperti cermin yang memantulkan wajahnya sendiri. Ia melihat bayangannya sebagai raja yang haus pujian, yang lupa bahwa kekuasaan tanpa cinta rakyat hanyalah takhta yang rapuh.
Lambat laun, sang raja berubah. Ia mulai turun ke pasar tanpa pengawal, mendengarkan keluhan rakyat tanpa amarah. Ia memberi ruang bagi penasihat untuk bicara jujur, dan tidak lagi mengusir pengkritik.
Suatu pagi, Harun Al-Rasyid memanggil Abunawas dan berkata,
"Wahai sahabatku, aku mengaku kalah. Kau benar-benar telah mencuri hatiku."
Abunawas tersenyum, membungkuk, lalu berkata,
"Dan kini, Tuanku tak hanya menjadi raja yang besar, tapi juga manusia yang utuh."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI