Cuaca mendung. Hujan rintik-rintik jatuh seperti kenangan.Perut lapar, hati gelisah, dan jalanan sepi. Kombinasi sempurna untuk satu kegiatan: mancing.
Tapi masalahnya, kolam sendiri belum panen. Kolam tetangga? Wah, airnya bening, ikannya gede-gede, dan... tak berjaring.
Ah, ini rezeki yang dikirim Tuhan, pikirku.
Lalu kulempar kail. Sret... pluk.
Tenang, sabar, niat ibadah: menghibur diri dan menyeimbangkan ekosistem.
Baru narik dua ekor, tiba-tiba suara berat menggelegar di belakangku:
"WOY! NGAPAIN MANCING DI SINI?!"
Wah, ketahuan yang punya.
Jantungku copot setengah, tapi otak langsung muter 2000 RPM. Ngeles adalah jalan ninjaku.
Dengan muka tulus penuh welas asih, aku balas:
"Saya ini bukan mancing, Pak... Saya bantuin ikannya."
"Hah?!"
"Iya, Pak. Kasihan mereka dari pagi di air terus, nanti masuk angin.
Cuaca juga lagi begini, dingin. Saya angkat sebentar biar kena udara luar."
Yang punya kolam diam.
Lama.
Bengong.
Matanya menerawang jauh seperti mempertimbangkan apakah aku orang baik, orang gila, atau utusan Greenpeace.