Pengantar
Seiring usia menua, kita mulai jarang ke mana-mana. Dulu, jalan terus tanpa mikir capek. Sekarang? Lebih sering di rumah. Mobil jadi pajangan di garasi, nongkrong lebih lama dari pemiliknya. Motor kesayangan pun nasibnya sama: paling banter diajak sunmori atau JJS---jalan-jalan santai.
Tapi dari semua kendaraan yang aku punya, ada satu motor yang punya cerita sendiri. Sudah dimodifikasi jadi roda tiga, dibayar lunas, bahkan tinggal jalan. Tapi... justru berhenti di tengah jalan---bukan di jalan raya, tapi di jalan mimpi.
Dua tahun lalu, aku pernah punya ide yang menurutku keren---motor lamaku, yang masih gagah meski sudah uzur, bakal aku sulap jadi roda tiga. Ada alasannya. Aku ingin motor itu bisa bawa barang lebih banyak. Bisa buat kerja, bisa buat jalan-jalan santai tanpa harus was-was jatuh kalau sedang pelan.
Aku bawa ke bengkel langganan. Fork depan diganti pakau upside down, roda belakang dipasangi sistem trike. Aku pesan lengkap: roda tiga belakang model rigid, as panjang, jok baru, bahkan footstep-nya juga digeser. Uangnya? Sudah lunas, tak kurang satu rupiah pun.
Waktu itu semangat banget. Rasanya tiap sore pengen lihat progresnya. Dalam bayangan, motor ini bakal jadi semacam "kereta perang" versi jalanan. Unik, fungsional, dan pastinya bikin orang nengok dua kali.
Lalu, Entah Kenapa...
Motor itu sudah selesai 90%. Tapi saat tinggal sedikit lagi dirapikan, entah kenapa semangatku lenyap. Hari ke hari lewat. "Nanti aja ah." "Belum sempat." "Lagi banyak kerjaan." Dan begitu seterusnya.
Bulan pertama lewat. Motor itu masih di garasi. Debu mulai menempel.
Setahun lewat. Sudah ada sarang laba-laba.