Belakangan ini, perbincangan mengenai sulitnya generasi milenial memiliki rumah kian sering terdengar. Dan memang, realitanya tidak bisa kita pungkiri: harga properti melonjak jauh lebih cepat daripada kenaikan pendapatan. Bahkan jika seorang milenial menyisihkan seluruh penghasilannya selama sepuluh tahun tanpa menyentuhnya sedikit pun, besar kemungkinan jumlahnya masih belum cukup untuk membeli rumah sederhana.
Kondisi ini membuat banyak anak muda hidup dalam tekanan. Mereka tak hanya harus mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri, tapi sering kali juga memikul beban generasi sebelumnya dan berikutnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah sandwich generation, dan sayangnya semakin umum terjadi.
Di sinilah peran orang tua menjadi sangat penting. Menjadi orang tua bijak bukan hanya tentang memberi nasihat atau batasan, tetapi juga tentang mempersiapkan masa depan anak dengan penuh kesadaran. Salah satu bentuk cinta yang dapat diberikan adalah membantu mereka agar tidak harus memulai semuanya dari nol.
Sebagai orang tua dari tiga anak laki-laki, saya belajar untuk menata ulang prioritas hidup. Saya memilih untuk bekerja lebih keras dan hidup lebih hemat, bukan hanya demi masa tua saya sendiri, tetapi juga demi memberikan sedikit titik tolak yang lebih baik untuk anak-anak saya kelak. Saya menyiapkan rumah bagi mereka, bukan untuk dimanjakan, tetapi agar mereka bisa fokus pada hal-hal lain yang juga penting---pendidikan anak-anak mereka, pengembangan karier, dan kontribusi mereka bagi masyarakat.
Bukan berarti setiap orang tua harus melakukan hal yang sama, karena kemampuan dan kondisi setiap keluarga tentu berbeda. Namun, semangat yang ingin saya bagi adalah bahwa menyiapkan masa depan anak tidak selalu berarti harus "mewarisi kekayaan besar", melainkan bisa dimulai dari keinginan untuk tidak menambah beban mereka. Dengan bekal yang cukup, mereka bisa melangkah lebih jauh dan membangun kehidupan yang lebih baik, tanpa harus mengorbankan kesehatan mental atau menunda mimpi-mimpi mereka.
Membantu anak bukan berarti memanjakan. Justru itulah bagian dari pendidikan seumur hidup---bahwa cinta kadang hadir dalam bentuk kesiapan, keteladanan, dan keberanian untuk berpikir jangka panjang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI