Penyair memiliki jiwa kejujuran yang tinggi. Pun juga Sam Mukhtar Chaniago (SMC). Penyair kelahiran Padang ini jiwanya laksana ruang kosong. Tak ada lemari, loker, atau kotak-kotak yang dipakai untuk menyembunyikan sesuatu. Semua tampak jelas.
Dalam Bukunya Derai Suara Ranting (DSR) Pak Sam, sapaan akrabnya, secara jujur memuntahkan pengalamannya selama 26 tahun terakhir. Setelah melalui kontempelasi, semua fenomena serta kejadian yang dirasakan, dilihat dan dialami tampak gamblang tersaji dalam larik-larik kalimat yang sarat makna dan terbungkus dalam plastik bahasa.
DSR terdiri atas 3 kumpulan puisi, yakni Tembang Padang Lalang, Tembang Padang Senja, dan Derai Suara Ranting. Sajak-sajak SMC berceceran di media massa. Banyak mengusung tema kesunyian, cinta, dan kemasyarakatan, seperti ulasan awal kritikus Saifur Rohman dalam buku ini.
Diawali dengan sajak "Hampa", Dosen universitas Negeri Jakarta ini menulis tentang kesunyian.
ketika sepi
menyergap khayalku
dia menyergapku
langit langit pun
tak
Sepi telah mencegatnya pada lorong kegelapan. Tak ada satu pun yang dapat dilihat. Gelap itu begitu pekat hingga langit-langit pun tak mampu menolongnya. Kesunyian mengajarkan untuk tidak mendua. Dalam kesunyian ada kekhusyukan dan dalam kekhusyukan ada keindahan. Keindahan sejati yang terpancar dari-Nya.
Penyair gaek yang pernah dekat dengan Sitok Srengenge ini mampu menenun kata-kata hingga memberikan getar-getar rasa keindahan. Estetika dalam setiap baitnya pun mampu membentuk kehalusan budi pembacanya.