Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Mengandung Bidadari

13 Februari 2017   08:33 Diperbarui: 14 Februari 2017   04:14 3812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: faktakah.com

“Semua segitiga memiliki jumlah sudut 180 derajat. Namun hanya segitiga siku-siku yang jumlah dua sudut sama dengan jumlah satu sudutnya, 90 derajat. Saya kira ananda Pringadi pasti akan paham untuk kelanjutannya…”

Secara teknis ini kemudian mudah dijelaskan bila kita kita memahami trigonometri. tetapi aku menginginkan jawaban lebih semacam kisah hidup si bapak matematika yang sekian puluh tahun di rantau dan sempat bertemu Sidharta Gautama yang lebih muda 17 tahun darinya.

Kau tentu tidak tahu cerita ini seperti kau tidak tahu setulus apa perasaanku kepadamu. Aku memang lebih muda 1 tahun 3 bulan 5 hari darimu tetapi dari segala hal yang telah kupelajari, cinta yang tak pernah kupelajari, justru lebih mudah kupahami. Ketika kau mengatakan suatu hari kita akan bertemu lagi, aku meyakini itu sebagai bentuk ramalan atau ucapan Si Pahit Lidah yang dapat menjadi kenyataan,

“Pring, setelah pertemuan ini apa yang kamu rencanakan?” Nah. Kau mulai menjurus ke arah yang lebih serius. Aku menelan ludah. Tiba-tiba rasa cokelat yang semula begitu kusukai itu seperti mencekat kerongkongan.

“Kamu sendiri bagaimana, Vilda?”

“Aku sudah 24 tahun, Pring. Kamu masih percaya kata-katamu dulu?”


“Yang mana?”

“Aku ini bidadari?”

“Kau selalu bidadari.”

“Tetapi aku ingin jadi bidadari satu-satunya untukmu….”

Hari itu kau terasa sangat manusia. Bidadari tak akan memelas. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba kesempatan yang sebenarnya sangat terbuka, seperti seorang penyerang tinggal berhadapan satu lawan satu dengan penjaga gawang, malah hilang sia-sia—bola kutendang  ke samping, goal kick. Penonton berteriak, mengaduh. Sebagian memegangi kepalanya, kecewa. Aku sendiri lebih kecewa ketimbang seluruh rasa kecewa yang pernah ada di dunia. Aku juga tak yakin setelah itu aku dapat jatuh cinta melebihi segala rasa cinta yang pernah ada di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun