Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tak Sepatutnya Negara Takut dengan HRS dan FPI

21 November 2020   18:27 Diperbarui: 21 November 2020   18:29 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ormas sekelas FPI dan rakyat biasa seperti HRS harus dihadapi oleh pasukan khusus TNI (Antara Foto/Livia Kristianti)

"Apa yang kamu rasakan dari pemerintahan sekarang ini?"

Pertanyaan itu tiba-tiba saja dilontarkan seorang kawan jurnalis pada saya.

"Lama amat sih," katanya gak sabar melihat saya masih terdiam beberapa saat.

Ya, kalau yang dimaksud itu kritik, tentu saja akan banyak kalimat kritik yang mengalir dari saya melihat kinerja pemerintahan yang sekarang.

"Lha kalo kamu sendiri gimana?" saya pun bertanya balik.

Tanpa menunggu lama, kawan tersebut langsung berucap: "Mementingkan yang remeh dan meremehkan yang penting!"

Cukup satu kalimat saja untuk menggambarkan seperti apa kinerja pemerintah sekarang.

Lantas, apa maksud dari satu kalimat diatas?

Lihatlah dari keseluruhan pemberitaan di media massa, maka Anda akan mengerti maksud dari kalimat yang dilontarkan kawan saya diatas.

Banyak sekali hal-hal yang remeh malah dianggap penting dan di-blow up terus menerus oleh pemerintah dibantu media massa partisan, seolah hal remeh itu sangat penting dan sangat mendesak untuk ditangani segera.

Di satu sisi, prioritas kerja dan peristiwa penting yang seharusnya rakyat berhak tahu malah dianggap remeh dan sepele oleh pemerintah.  Kesan menggampangkan dan asal bicara nampak jelas terlihat dari apa yang dikatakan baik oleh presiden sendiri maupun jajaran pembantunya. Dan mirisnya, hal tersebut didukung oleh sebagian besar media tanah air.

Mau contoh?

Sepuluh halaman kertas folio mungkin akan penuh jika saya tuliskan contoh-contoh apa yg dimaksud dengan "mementingkan yang remeh dan meremehkan yang penting".

Ambil saja kasus terbaru dan teraktual yang ramai dibicarakan masyarakat khususnya di dunia maya. Bayangkan, hanya perkara spanduk dan baliho seorang Habib Rizieq Shihab (HRS) dan ormas Front Pembela Islam (FPI), pasukan khusus TNI sampai harus show of force. Dengan senjata lengkap, seragam khas ditambah konvoi kendaraan lapis baja, institusi yang tugas pokoknya menjaga kedaulatan negara dari ancaman asing ini turun tangan langsung mencopoti baliho dan spanduk bergambar Habib Rizieq Shihab lengkap dengan logo FPI.

Memangnya apa sih yang harus ditakuti dari HRS dan organisasi FPI?

Apakah HRS dan FPI sudah mengancam kedaulatan negara?

Apakah negara merasa terancam dengan kepulangan HRS dan sepak terjang FPI selama ini?

Kalau memang ada kesalahan prosedur dari pemasangan baliho tersebut, misalnya tidak berijin atau belum membayar pajak reklame, ada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang siap sedia. Kalau memang HRS dan FPI melanggar hukum, ada aparat Kepolisian yang akan mengusutnya.

Tapi, negara ternyata punya pemikiran lain. Ormas sekelas FPI dan rakyat biasa seperti HRS harus dihadapi dengan pasukan khusus TNI. Sementara di belahan lain bumi Nusantara, beberapa kapal Cina mondar-mandir di perairan Natuna. Tak ada pasukan TNI, khususnya dari matra laut yang mampu mengusirnya.

Benar apa yang dikatakan kawan saya tersebut, hingga otak saya pun dibuat jungkir balik dengan kenyataan  yang terjadi. Katanya negara kita kuat. Kekuatan militer kita ditakuti bahkan oleh negara-negara maju yang teknologi senjatanya sudah mutakhir.

Namun, apa daya kekuatan yang katanya menakutkan itu hanya diturunkan untuk menghadapi ormas kelas teri, yang basis massanya menurut Menkopolhukam tidak berarti.

HRS itu bukan siapa-siapa. Dia hanya rakyat biasa yang oleh pengikutnya didapuk sebagai Imam Besar. Dia pemimpin di kalangan pengikut dan simpatisannya saja. Bagi organisasi-organisasi besar semacam NU dan Muhammadiyah, HRS bahkan nyaris tidak dianggap sebagai pemimpin umat Islam Indonesia.

HRS juga bukan teroris.  Begitu pula dengan FPI, bukan organisasi terlarang yang memiliki ideologi terlarang pula. Justru, saat beberapa daerah terkena bencana alam, orang-orang FPI lah yang terdepan mengayunkan langkah kaki dan mengulurkan tangan memberi bantuan.

Berdarkan fakta-fakta tersebut, siapapun yang berakal sehat pasti akan sepemikiran dengan saya, geleng-geleng kepala menyaksikan manuver Pangdam Jaya yang menurunkan pasukan khusus TNI hanya untuk mencopoti baliho HRS.

Berdasarkan fakta-fakta itu pula, negara harusnya tidak perlu takut dengan HRS dan FPI. Pemerintah punya kekuasaan yang lebih kuat dan lebih luas dari FPI. Sekali berucap, presiden bisa memerintahkan Mendagri atau Kapolri untuk membubarkan FPI jika memang dirasakan mengancam kedaulatan negara, mengganggu keamanan dan ketertiban negara.

Masih banyak persoalan yang perlu ditangani dengan segera. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Alih-alih segala sumber daya harus dikerahkan hanya untuk menghadapi HRS dan FPI belaka.

Kritik semacam ini bukan terlontar karena sakit hati atau benci. Tapi ini adalah soal kepedulian terhadap bangsa dan negara. Bukankah pemerintah sendiri yang berharap agar segenap rakyat bisa bersatu membangun bersama usai terpecah saat pilpres yang lalu?

Namun, bagaimana bisa bersatu jika di saat yang sama pemerintah dan pendukungnya malah selalu memperlakukan separuh kurang sedikit rakyatnya ini sebagai barisan sakit hati?

Marilah bermuhasabah diri, dan tak malu mengakui jika memang ada kesalahan kebijakan yang dilakukan pemimpin dan pemerintahan kita.

Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab sendiri sering bermuhasabah di keheningan malam. Bertanya apakah ada yang salah dalam hal pribadi maupun kepemimpinannya dan berharap agar Allah tidak menimpakan ujian pada rakyatnya disebabkan kesalahannya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun