Semakin hari rasanya kehidupan sudah berjalan normal kembali. Tak ada tanda-tanda terjadinya pandemi Covid-19. Kepanikan yang sempat terjadi di awal penyebaran wabah virus corona kini sudah dilupakan masyarakat.
Apakah ini tandanya kita sudah mulai berdamai dan bisa hidup berdampingan dengan virus corona?
Entahlah. Yang jelas, pemerintah sudah menyiapkan skenario new normal dalam waktu dekat. Rencananya, fase pertama pemulihan kehidupan pascapandemi dimulai per 1 Juni 2020. Kementerian Kesehatan bahkan sudah mengeluarkan panduan bekerja di kantor dan industri untuk mencegah penularan virus corona pada situasi normal baru (new normal) pandemi Covid-19.
Era new normal di Indonesia ditandai dengan pembukaan mall-mall dan pusat perbelanjaan. Presiden Jokowi sendiri yang mengecek kesiapan masyarakat Indonesia menuju new normal dengan meninjau Summarecon Mall Bekasi pada Selasa siang (26/5).
Dalam pernyataannya, Jokowi kembali mengingatkan soal penerjunan TNI-Polri untuk mendisiplinkan masyarakat di titik-titik keramaian guna memutus penyebaran COVID-19. Jokowi juga menyatakan ingin bangsa ini tetap produktif tapi aman dari Covid-19.
"Kita ingin tetap produktif tapi aman COVID. Produktif dan aman COVID, ini yang kita inginkan," kata Jokowi.
Sayangnya, acara peninjauan yang dilakukan Jokowi bersama Panglima TNI, Kapolri dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Summarecon Mall Bekasi ini tidak memberikan contoh yang baik perihal protokol new normal. Dengan latar belakang papan bertuliskan "Tetap Jaga Jarak", terlihat para wartawan berkerumun tanpa mengindahkan anjuran menjaga jarak.
Akan halnya presiden Jokowi sendiri juga tidak memberikan teladan pemakaian masker dengan baik. Dalam foto yang viral di media sosial, masker yang dikenakan Jokowi tidak menutupi hidung dan mulut, melainkan menutupi dagu.
Jangan heran jika netizen kemudian serentak menggulirkan tagar #IndonesiaAbnormal di jagad maya. Dengan nada satir, netizen merasa protokol new normal yang sedang dikampanyekan pemerintah adalah bentuk pemaksaan kehidupan dalam kondisi abnormal.
Bagaimana bisa dibilang normal bila kurva kasus positif di Indonesia belum juga melandai? Benar, bahwa ada beberapa daerah yang bisa menjaga kurva penularan tetap landai dan angka penyebaran virus corona berada di bawah 1, seperti yang terjadi di Tegal, Aceh dan Bekasi. Tapi, ini hanya contoh kecil yang tidak bisa dijadikan premis atau dasar untuk memberlakukan fase normal baru di seluruh Indonesia.
Pemerintah sendiri belum bisa membuktikan bahwa transmisi virus corona sudah dikendalikan dan risiko penularan wabah sudah terkendali terutama di tempat dengan kerentanan tinggi.
Begitu pula dengan panduan bekerja di era new normal yang dikeluarkan Kemenkes, tidak dapat menjamin setiap perusahaan, perkantoran maupun unit usaha lainnya akan menerapkannya dengan benar dan sepenuhnya. Karena dalam panduan tersebut tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkan protokol tersebut.
Karena ketiadaan sanksi itu, timbul berbagai macam pertanyaan sekiranya fase new normal ini sudah dimulai, diantaranya:
- Bagaimana caranya menghadapi situasi di mana ada orang yang enggan mematuhi protokol kesehatan, baik itu di tempat kerja maupun di ruang publik, sementara kita sendiri sudah sedemikian rupa menjaga Pola Hidup Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di setiap tempat yang kita kunjungi? Apakah beban dan risiko tertular itu harus ditanggung oleh mereka yang lebih peduli?
- Bagaimana dengan nasib pekerja yang berusia di atas usia 45 tahun, yang disebut pemerintah sebagai kelompok umur paling rentan terhadap Covid-19, bila perusahaan tempat mereka bekerja mengabaikan protokol kesehatan dan PHBS di tempat kerja? Apakah mereka harus menanggung beban risiko tertular, atau bolehkah mereka bekerja dari rumah saja tapi tetap mendapat upah yang semestinya?
- Dan yang terakhir, jika pemerintah merasa siap menuju era new normal, dan meminta masyarakat untuk hidup berdampingan dengan Covid-19, mengapa harus ada pembatasan sosial berskala besar?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI