Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Mas Nadiem Bermaksud Menghilangkan Pendidikan Karakter?

25 November 2019   23:36 Diperbarui: 25 November 2019   23:55 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim (sumber foto: dokumentasi Biro Komunikasi dan Layanan MasyarakatKementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI)

Pendidikan kita masih terjebak dalam pola pendidikan yang menurut Winarno Surachmad dkk (2003) tidak lebih dari latihan-latihan skolastik, seperti mengenal, membandingkan, melatih, dan menghapal, yakni kemampuan kognitif yang sangat sederhana, di tingkat paling rendah.

Akan halnya dengan Mas Nadiem yang berjanji akan memberikan kemerdekaan dalam belajar di setiap unit pendidikan. Janji ini sepertinya bisa mendobrak dan meruntuhkan dogma pendidikan lama yang lebih menekankan latihan-latihan skolastik dibandingkan kreativitas siswa.

Yang jadi pertanyaan adalah: sejauh mana kemerdekaan dalam belajar itu? Apakah Mas Nadiem tidak membuat batasan sehingga setiap pendidik bebas berkreasi dalam pola mengajarnya?

Saya berharap tidak seperti itu. Saya ingin agar Mas Nadiem bisa menyejajarkan konsep kemerdekaan dalam belajar ini dengan konsep pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan oleh Ki Hajar Dewantara.

Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan (Ki Suratman, 1987: 12).

Sampai di sini, kita bisa melihat ada kemiripan antara konsep "kemerdekaan dalam belajar" yang ditawarkan Mas Nadiem dengan pola pendidikan yang dimaksudkan Ki Hajar Dewantara: bahwa pendidikan itu suatu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak yang terletak di luar kecakapan atau kehendak para pendidik.

Jika diartikan lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara menghendaki agar anak hendaklah tumbuh dan berkembang menurut kodratnya sendiri. Praktis sama dengan apa yang dikatakan Mas Nadiem dalam pidatonya, ""Filsafatnya sama, semua yang terbaik untuk anak."

Meneladani Sistem Among dalam Pendidikan Karakter Anak

Hanya saja, Ki Hajar Dewantara memberi batasan dalam "kemerdekaan belajar" itu dengan menggunakan "Sistem Among" sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam "Sistem Among" ini, Ki Hajar Dewantara memandang peranan besar dari Tripusat Pendidikan. Yaitu;

  1. Pendidikan di lingkungan keluarga.
  2. Pendidikan di lingkungan perguruan/sekolah.
  3. Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan.

Kemudian, masing-masing pusat pendidikan ini dalam proses pendidikannya diwajibkan bersikap:

  • Ing ngarsa sung tuladha (pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai "central figure" bagi siswa).
  • Ing madya mangun karsa (pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan ideal).
  • Tutwuri handayani (pendidik mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan tanggung jawab dalam memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya. (MLPTS, 1992).

Seperti inilah bentuk Pendidikan Karakter yang sebenarnya, sebagaimana yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara dalam upayanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sementara apa yang dijanjikan Mas Nadiem masih dalam tahap perencanaan, saya berharap agar Mas Nadiem tidak meninggalkan begitu saja Pendidikan Karakter yang sudah kita rintis pengejawantahannya. Meskipun harus diakui, masih banyak institusi yang bingung dengan penerapannya dalam lingkup proses belajar mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun