Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Haru-biru Penyelamatan Letjen Sutopo Juwono di Ambon

24 Juli 2020   14:46 Diperbarui: 24 Juli 2020   14:57 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pasca-kerusuhan di Ambon. (Foto: KOMPAS/Yunas Santhani Azis)

Sebenarnya ada keinginan mau menulis terkait Perpres Nomor 73/2020 tanggal 3 Juli 2020, dimana Presiden Jokowi memutuskan Badan Intelijen Negara atau BIN tidak lagi termasuk di bawah koordinasi Kemenko Polhukam seperti sebelumnya yang diatur dalam Perpres Nomor 43 Tahun 2015. 

Pray mendukung, karena intelijen itu menganut prinsip single client, dimana produk intelijen hanya untuk end user. BIN sebagai badan intelijen negara hanya menyampaikan produk intelijen kepada presiden, dengan loyalitas tinggi dan ketepatan waktu. 

Bila info intelijen tertunda, setiap hari nilainya turun 20 persen, berarti dalam lima hari bila tidak disampaikan, info intelijen sudah tidak bernilai.

Di samping itu dalam abstrak sudah terpikirkan pada artikel akan menyumbang analisis kondisi kawasan LCS yang memanas, dimana BIN sebagai ujung tombak pembuat kirintel dalam pengambilan keputusan presiden baik soal Polugri maupun Diplomasi kepentingan nasional Indonesia. Sebenarnya ini yang ingin ditulis, tetapi karena kondisi khusus (mulai sepuh), dan sedang butuh vitamin dan imunitas, belum juga bisa mulai. 

Nah, Kamis siang ini tadinya mau mulai menulis soal BIN dan Perpres itu, tapi saat pulbaket pada data intelstrat komponen sejarah dan biografi BIN, begitu membaca nama-nama para pejabat Kepala BIN (BAKIN), terbaca nama Letjen Sutopo Juwono (Alm). 

Pray teringat kisah masa lalu dengan almarhum. Jadi nulis kisah ini dahulu sebelum lupa, kalau pemahaman intelijen, In Sha Allah sudah menyatu dengan jiwa raga, nanti saja, toh lagipula selain ada yang bertanya apa tujuan Perpres itu, sudah banyak yang faham juga.

Kisah tindakan emergency dan agak nekat Pray yang saat itu masih berpangkat Kapten (Sus) terjadi di Lanud Pattimura, Laha Ambon, sekitar awal Tahun 1981 (tepatnta lupa), berupa tindakan menyelamatkan Letjen TNI Sutopo Juwono, Gubernur Lemhannas dalam kondisi kritis.

Kapten Pray saat itu menjabat sebagai Kaurpam Lanud Pattimura (kini namanya Kepala Seksi Intelpam), dan merangkap sebagai Kepala Dinas Operasi. (Penugasan di Laha Ambon dari tahun 1978-1981).

Sekilas Tentang Letjen Sutopo Juwono (Alm)

LetnanJenderal TNI (Purn) Sutopo Juwono (lahir di Klaten, 14 Mei 1927, dan meninggal di Singapura pada 19 Februari 1999 pada usia 71 tahun, seorang purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat. 

Tercatat sebagai salah seorang pendiri Badan Rahasia Negara yang dipimpin Kolonel Zulkifli Lubis. Beliau menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Ka Bakin) antara tahun 1970 hingga 1974.

Ketika menjadi Kabakin, Pak Sutopo mencatat sejumlah sukses, di antaranya membongkar penyamaran chief intelijen militer Soviet yang masuk ke Indonesia. Kariernya di Bakin berakhir bersamaan dengan meletusnya peristiwa Malari. Beliau menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional dari tahun 1978 sampai 1983.

Operasi Penyelamatan

Tanggal dan bulan tepatnya sudah lupa, di awal tahun 1981, siang itu Letjen Sutopo Juwono, Gubernur Lemhannas beserta rombongan akan kembali ke Jakarta setelah berkunjung ke provinsi Maluku. 

Beliau beserta rombongan menunggu di VIP Room Bandara. Sesuai protap Pray beserta anggota intel melakukan tindakan pengamanan, kordinasi dengan Bandara dan Garuda. Beliau diantar para pejabat dari Kodam, Kodaeral, Polda dan Gubernur Maluku. Pray berada disisi pintu untuk persiapan boarding.

Mendadak pak Sutopo yang mencoba makan buah gandaria Ambon, buahnya sebesar bola golf warnanya kuning, rasanya seperti mangga, nampaknya tersedak biji gandaria. 

Beliau terligat sulit bernafas, tersengal- sengal, matanya merah dan terbelalak. Semua pejabat tertegun dan tidak ada yang membantu menolong, saat itu kebetulan di Lanud sedang tidak ada dokter.

Secara instink, Pray mendekati beliau, membuka baju dan kaus dalamnya agar lebih bebas bernafas. Pray membantu mengangkat kedua tangannya keatas dan menuntun kebawah agar dapat bernafas. 

Upaya tidak juga sukses, rupanya biji gandaria sebesar jempol tangan tersangkut di kerongkongan. Wah, dari teori emergency, Pray menahan badannya agak membungkuk dan dengan telapak tangan memukul di punggungnya, dibawah tulang leher dengan sedikit pukulan kejut. Dua kali dikerjakan biji itu akhirnya terlepas dari kerongkongan.

Tapi, persoalaan baru muncul, nafas beliau tetap berat, tercekik seperti asma. Pray coba membantu mengurut dada, masih tetap sulit bernafas, kekurangan oxygen seperti orang akan tenggelam. 

Langsung Pray memerintahkan anggota mengambil/meminjam botol oxygen emergency pilot Garuda. Awalnya pilot keberatan, "Ambil" Pray memaksa, Captain pilot mengalah. Setelah diberi oxygen, nafas pak Sutopo agak tertolong, karena kalau kurang Oxygen bisa pingsan dan bahkan mungkin stroke.

Pilot mengatakan, kalau oxygen di bawah batas normal, sesuai SOP pesawat tdk boleh terbang, terpaksa Pray setel secukupnya, yang penting paru-paru beliau cukup diberi bantuan asupan oxygen. Alhamdulillah, setelah 20 menit berjuang, bantuan dokter yang dipangggil dari RS Kodam dan Kodaeral tiba (jarak Kota Ambon ke Bandara 42 km), Alhamdulillah.

Kepada para dokter, Pray jelaskan kasus dan kondisi, serta tindakan emergency yang telah dikerjakam, mereka memberi oxygen yang dibawa. Beruntung oxygen pesawat masih diatas batas minimal, Alhamdullah, kalau tidak bisa muncul masalah baru.

Para dokter mengambil alih tugas Pray yang baju seragam sudah basah kuyup keringatan, karena sebelumnya mengerjakan pertolongan hanya sendiri, badan beliau agak gemuk, lumayan berat ditahan supaya tidak jatuh. Alhamdulillah, beliau bisa selamat tertolong.

Keheranan Pray kenapa tadi tidak ada yang membantu, akhirnya terjawab. Begitu tugas diambil alih para dokter, ada staf beliau mengucapkan "Waduh, terima kasih banyak ya Dok, hebat". 

Pray kaget, "Waduuh, maaf Pak saya bukan dokter"... Beliau dan rombongan terkejut, "Waaah, kita semua tadi berfikir Kapten ini dokter, karena mampu melakukan tindakan emergency penyelamatan", kata beliau yang ternyata seorang Jenderal. 

Pengambilan keputusan Pray saat itu selain refleks juga melihat nyawa beliau sebagai tamu VIP terancam, nafasnya tercekik dan tidak ada seorangpun yang bereaksi. 

Saat itu jadi ingat pelajaran saat pendidikan Komando, diajari membantu team dalam keadaan emergency kalau tertembak misalnya, perintah pelatih bantu teman walau di hujan peluru. Jadi sepertinya bila tidak segera ditolong saat itu jelas bisa fatal.

Setelah beliau tertangani oleh team dokter, Pray disalami para pejabat. Setelah semua selesai baru berfikir kalau sampai kenapa2 itu tanggung jawab dipundak Kapten nekat ini ini, bagi bawahan biasa menyebutnya sebagai resiko jabatan. Kasus terjadi di wilayah Lanud, tanggungjawab sebagai perwira intel pengamanan. Pray mengucap syukur kepada Allah, Alhamdulillah tindakan emergency sukses.

Ternyata instink intelijen pengamanan itu kemudian menjadi berkah tak terduga, dapat hadiah penghargaan dari Aspam Kasau, saat itu Marsda Sukotjo (Alm), mungkin staf Lemhannas menghubungi Mabesau, karena setelah itu Pray disekolahkan Sekkau dan dapat kenaikan pangkat luar biasa jadi Mayor walau belum menduduki jabatan baru. 

Kembali ke Ambon dan pindah ke Biak sbg Perwira Kontra Subversi Kodau VII. Setelah 1,5 tahun pindah ditugaskan ke AAU Jogja (kotanya Uti) dan Alhamdulillah, terus lancar berkarier, mendapat barokah Allah pensiun dengan pangkat bintang dua, Alhamdulillah.

Itulah, pengalaman berkesan saat pangkat Kapten, membantu menyelamatkan nyawa seorang Jenderal, memberi instruksi mengatur nafas dan memukul punggung Gubernur Lemhannas (kalau diingat seraam juga). Mungkin terlatih, harus mengambil keputusan di saat kritis.

Pak Sutopo Juwono yang asli intelijen cukup lama menjabat sebagai Kepala Bakin (BIN), sebagai purnawirawan perwira intelijen Pray mendoakan dengan tulus, semoga almarhum diampuni segala kesalahan dan dosa2nya, semoga husnul khotimah, dan dimasukkan ke dalam Surga, Aamiin Ya Rabb. Salam, Pray Old Soldier.

Penulis: Marsda TNI Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun