Â
"dalam hidup ini 50 tahun itu tak lama, Â yang lama itu menunggu satu hari."
Â
Kemarin itu kami banyak bercerita tentang berbagai hal dalam kehidupan kami masing masing dan kami saling menimpali satu sama lain karena memang dari dulu ketika kami masih muda kami suka saling ejek, saling mengganggu sehingga tidak ada kecanggungan yang membatasi kami walaupun isteriku mondar mandir dihadapan kami dengan kesibukannya sendiri.
Â
Kawanku ini bercerita tentang dua anaknya yang sedang duduk dibangku kuliah di medan dan ceritanya masih datar saja tidak ada yang "surprise" tapi satu yang kucatat, cerita tentang anaknya  yang laki laki yang sedang berpacaran dengan seorang anak tokeh sawit dari pekanbaru yang mempunyai ladang sawit sampai beratus ratus hektar.Â
Â
Dia bilang padaku tentang kekhawatirannya tentang masa depan rumah tangga anaknya kelak kalau mereka berjodoh dia sangat khawatir kalau anaknya kelak jadi  "alas kaki" istrinya  karena kesenjangan ekonomi yang perbedaannya terlalu besar.
Â
Karena itu dia berkeinginan kalau kelak putranya punya isteri dari kalangan orang biasa biasa saja dengan tingkat ekonomi yang selevel bahkan dia mengatakan ; "kalau bisa pun aku dapat besan dari kawan kawan yang sudah kenal lama, jadi kalau ngomong bisa lepas selepasnya  tanpa sekat," katanya sambil tangan kanannya menggapai stoples kacang tojin sisa hari raya sebulan yang lalu.
Â