Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature

Apendiks II, Banyak Orang Belum Tahu

23 Januari 2020   09:19 Diperbarui: 23 Januari 2020   14:04 6929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

APENDIKS II : BANYAK ORANG BELUM TAHU

Oknum AM,  " sicowboy Lamborghini " yang menodongkan senjata api kepada dua pelajar di Jakarta Selatan, setelah diadakan penggeledahan oleh polisi  dirumahnya didaerah Pejaten Jakarta Selatan,  ternyata juga ditemukan offset satwa langka yang dilindungi seperti burung cenderawasih, harimau , kepala dan tanduk rusa yang disimpan dirumahnya. 

AM dapat dijerat dengan hukum pidana dengan hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun. Ini menambah deretan panjang orang orang yang tidak tahu, tidak mau tahu dan pura pura tidak tahu tentang undang undang perlindungan satwa (fauna) atau lebih dikenal dengan sebutan Apendiks II. Pihak aparat kepolisian RI nampaknya juga hapal dan paham betul adanya daftar Apendiks II ini.

Secara tidak langsung, orang orang semacam ini akan mempercepat kepunahan  fauna yang dilindungi, karena disamping langka (jumlahnya terbatas) ditemukan dilapangan, proses pengembangan biakkan secara alami apalagi melalui penangkaran sulit dilakukan. Banyak orang awam tidak mengetahui  apa sih Apendiks II itu.

Apa Apendiks itu ?

Apendiks adalah suatu daftar lampiran dari CITES atau Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies flora dan satwa  liar), suatu pakta perjanjian internasional yang berlaku sejak tahun 1975. Sejak 1978 Indonesia telah menjadi anggota CITES dan meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978.

Appendix terdiri dari I, II dan III dengan dengan penjelasan yaitu  Apendiks I adalah daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Apendiks I sedikitnya berisi 800 spesies hewan dan tumbuhan. 

Apendiks II adalah daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Dalam apendiks II berisi sekitar 32.500 spesies. 

Apendiks III adalah daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I.

Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Kehutanan sebagai otoritas pengelola CITES di Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai otoritas keilmuan CITES menerbitkan peraturan pemerintah (PP) nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.

Hewan Indonesia yang termasuk dalam daftar Apendiks I di antaranya adalah macan tutul, gajah sumatera, harimau sumatera, badak jawa, badak sumatera, kakatua kecil jambul kuning, maleo, dan orangutan sumatera. Sedangkan yang termasuk dalam daftar Apendiks II diantaranya adalah trenggiling, dan mentilin (Tarsius bancanus).

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) no. P.20 tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dan dilindungi sebagai pengganti PP no. 7  tahun 1999 tentang pengawetan  tumbuhan dan satwa liar. 

Dalam peraturan ini termasuk yang dilindungi adalah segala macam jenis burung cenderawasih (belah rotan, raja, botak, kerah, gagak obi, gagak, besar, kecil, merah, panji, mati kawat), harimau (sumatera, tutul, macan dahan). 

Dalam Peraturan Menteri LHK no. P.106 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Permen LHK no. 20 tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, salah satu satwa yang dilindungi adalah rusa (bawean, timor, sambar) dan kijang (muncak, kuning).

Sanksi Pidana

Dalam undang undang no.5 tahun 1990, tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, pasal 21 ayat (2) menyatakan bahwa  setiap orang dilarang untuk : 

a) menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup 

b) menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati 

c) mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia 

d) memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia 

e) mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

Pengecualian dari larangan pasal 21 tersebut dapat dilakukan untuk : 

a) keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan  

b) pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin pemerintah 

c) dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.

Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) (pasal 40 ayat (2).

 Sosialisasi dan Penyuluhan

Dengan terkuaknya kasus cowboy Lamborghini yang mengoleksi offset satwa yang dilindungi menyadarkan kepada aparat pemerintah bahwa tidak hanya masyarakat biasa dan kebanyakan saja yang melanggar undang undang no. 5 tahun 1990, tetapi juga masyarakat kelas menengah keatas dan terpelajar sekelas oknum AM pun dapat melakukannya. 

Mungkin diluar sana masih banyak orang orang semacam oknum AM yang mengoleksi satwa yang dilindungi tanpa ijin, dan secara kebetulan saja tidak/ belum diketahui oleh petugas kehutanan/aparat kepolisian.

Oleh karena itu, Kementerian LHK beserta jajarannya untuk lebih aktif lagi melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi kepada masyarakat luas. Sudah saatnya kegiatan sosialisasi dan penyuluhan semacam ini dilakukan dengan menggunakan media mainstream seperti surat kabar, media televisi maupun media sosial yang dapat menjangkau seluruh masyarakat. 

Penyuluh penyuluh kehutanan yang bertugas di unit pelaksana teknis (UPT)  Balai/Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA/BKSDA) yang berkedudukan disetiap provinsi di Indonesia dan Balai Besar/Balai Taman Nasional (BBTN/BTN) sebanyak 51 unit, dapat dimanfaatkan serta dioptimalkan fungsinya sebagai penyuluh kehutanan yang sesungguhnya.

Pramono DS

Pensiunan Rimbawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun