Jika tanggung jawab ini membenarkan kepemilikan sarana yang memadai untuk melaksanakan hak membela diri ini, Negara masih memiliki kewajiban untuk melakukan segala yang mungkin "untuk memastikan bahwa kondisi perdamaian ada, tidak hanya di dalam wilayah mereka sendiri tetapi di seluruh dunia". Penting untuk diingat bahwa "melakukan perang untuk membela diri adalah satu hal; berusaha memaksakan dominasi pada negara lain adalah hal yang lain. Kepemilikan potensi perang tidak membenarkan penggunaan kekuatan untuk tujuan politik atau militer. Fakta bahwa perang telah pecah tidak berarti bahwa semua pihak yang bertikai bersikap adil".
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang lahir dari tragedi Perang Dunia Kedua dan dimaksudkan untuk menyelamatkan generasi mendatang dari bencana perang, didasarkan pada larangan umum penggunaan kekuatan untuk menyelesaikan perselisihan antara Negara, kecuali dalam dua kasus: pertahanan yang sah dan tindakan yang diambil oleh Dewan Keamanan dalam lingkup tanggung jawabnya untuk menjaga perdamaian. Bagaimanapun juga, pelaksanaan hak membela diri harus menghormati "batas-batas tradisional mengenai kebutuhan dan proporsionalitas".
Oleh karena itu, terlibat dalam perang pencegahan tanpa bukti yang jelas bahwa serangan akan segera terjadi tidak akan gagal untuk menimbulkan pertanyaan moral dan hukum yang serius. Legitimasi internasional untuk penggunaan kekuatan bersenjata, berdasarkan penilaian yang ketat dan motivasi yang beralasan, hanya dapat diberikan melalui keputusan badan yang kompeten yang mengidentifikasi situasi spesifik sebagai ancaman terhadap perdamaian dan mengizinkan intrusi ke dalam lingkup otonomi yang biasanya disediakan untuk suatu Negara.
Dan akhirnya, Paus Johannes Paulus II dalam pidatonya kepada sekelompok prajurit mencatat hal berikut (vide: Saunders, William (19 October 2000), "The Church's Just War Theory").
Perdamaian, sebagaimana diajarkan oleh Kitab Suci dan pengalaman manusia itu sendiri, lebih dari sekadar tidak adanya perang. Dan orang Kristen menyadari bahwa di bumi masyarakat manusia yang sepenuhnya dan selalu damai, sayangnya, adalah sebuah utopia dan bahwa ideologi yang menyajikannya sebagai sesuatu yang mudah dicapai hanya menumbuhkan harapan yang sia-sia. Perjuangan perdamaian tidak akan maju dengan menyangkal kemungkinan dan kewajiban untuk mempertahankannya.
Saat ini di berbagai belahan dunia, perang berkecamuk di mana-mana. Para pengamat geopolitik yang mendalami ajaran teori perang yang adil ini akan dapat menilai sendiri, apakah peperangan yang sedang berlangsung adalah perang yang adil menurut teori ini, sebelum menilainya berdasarkan hukum internasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI