1. Â Sebab yang Benar: Perang dianggap benar jika dilakukan untuk memperbaiki kesalahan, seperti mengusir agresor yang tidak adil atau menghukum kejahatan.
2. Â Kewenangan yang Sah: Hanya otoritas publik yang sah yang berhak menyatakan perang.
3. Â Niat yang Benar: Niat di balik perang haruslah untuk mendorong kebaikan atau menghindari kejahatan, bukan untuk keuntungan pribadi atau balas dendam.
4. Â Kemungkinan Keberhasilan: Harus ada peluang keberhasilan yang wajar untuk menghindari hilangnya nyawa yang sia-sia.
5. Â Jalan Terakhir: Semua alternatif damai harus telah diupayakan sebelum menggunakan perang.
6. Â Proporsionalitas: Kekerasan yang digunakan harus proporsional dengan cedera yang diderita.
Prinsip-prinsip ini menekankan bahwa perang harus menjadi jalan terakhir, yang dilakukan dengan tujuan memulihkan perdamaian dan keadilan.
Peran Prajurit Kristen
Santo Augustine berpendapat bahwa prajurit Kristen dapat berpartisipasi dalam perang tanpa melanggar perintah "Jangan membunuh." Ia berpendapat bahwa prajurit bertindak sebagai instrumen keadilan ilahi, melaksanakan kehendak Tuhan untuk menghukum kesalahan. Dalam pandangan ini, tindakan membunuh dalam perang secara moral berbeda dari pembunuhan, karena dilakukan di bawah otoritas yang sah dan untuk tujuan yang adil.
Kritik terhadap Imperialisme Romawi
Sekalipun mengakui bahwa beberapa perang Romawi itu adil, Santo Augustine mengkritik Kekaisaran Romawi yang sering mengejar perang untuk kemuliaan dan ekspansi. Ia berpendapat bahwa banyak kampanye militer Romawi yang didorong oleh kesombongan dan keinginan untuk mendominasi, bukan oleh pengejaran keadilan yang sejati. Ini berfungsi sebagai kisah peringatan agar tidak mencampur-adukkan ambisi kekaisaran dengan kebenaran moral.
Warisan dan Pengaruh
Teori perang yang adil dari Santo Augustine meletakkan dasar bagi para pemikir Kristen di kemudian hari, seperti Santo Thomas Aquinas, yang selanjutnya mengembangkan dan mensistematisasikan ide-ide ini. Prinsip-prinsip yang diuraikan oleh Santo Augustine terus menginformasikan diskusi kontemporer tentang etika perang, menyeimbangkan kebutuhan akan keamanan negara dengan batasan moral.
Singkatnya, pembahasan Santo Augustine tentang bellum iustum dalam De civitate Dei memberikan kerangka teologis dan moral untuk memahami kapan perang dapat dibenarkan, dengan menekankan pentingnya keadilan, otoritas, dan niat dalam pelaksanaan perang.
Dengan Decretum Gratiani yang ditulis oleh Gratianus pada tahun 1140, perang yang adil menjadi bagian dari Hukum Kanon. Santo Thomas Aquinas membahasnya lebih lanjut dalam Summa Theologi pada tahun 1265. Hukum ini menjadi dasar aturan hukum dan ketertiban yang harus dipatuhi manusia.