Mohon tunggu...
Putra Zulfirman
Putra Zulfirman Mohon Tunggu... Jurnalis - Informatif & Edukatif

Kerja Ikhlas, keras dan cerdas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenangan Kang Harto

10 Oktober 2019   19:19 Diperbarui: 10 Oktober 2019   19:21 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Almarhum Suharto Sembiring. Foto: Istimewa.

Sekira pukul 23.38 Wib. Dede Rendra melihat akun facebook Wiro Nalar lakukan siaran langsung di area rumah sakit umum Langsa. Tampak kondisi, almarhum Kang Harto mulai memburuk. Lantas, disepakati esok pagi akan segera berkunjung menjenguk sekalian serahkan donasi yang terkumpul. Akhirnya, semua bubar kembali ke rumah masing-masing.

Rasa saya penasaran menyeruak. Kepada Sudirman, saya katakan untuk sekejap saja ke RSUD. Sudirman mengangguk seruju. Sepeda motor kami pacu menuju lokaasi.

Jam berkunjung di RSUD memang sudah tak diperkenankan lagi. Pukul 00.39 Wib. Tapi kami berdua nekat masuk ke ruang ICU. Tampak hening di sana. Hanya terdengar bunyi alat bantu medis yang terpasang di tubuh sejumlah pasien yang ada.

Tanpa bertanya terlebih dahulu pada petugas jaga di ICU. Kami sepakat untuk keluar ruangan berhawa sejuk--gigil harusnya--itu. Saya mengajak Sudirman melonggok ke bangunan seperti seramvi di sebelah ruang ICU. Tempat keluarga pasien biasa beristirahat. Ternyata, Sutris--wartawan KBA.One--adik kandung Knag Harto ada disitu.

"Eh kalian. Makasih sudah datang. Yuk, ke dalam (ICU) jenguk sebentar aja," ajak Sutris. Seperti lembu tercucuk hidungnya, saya dan Sudirman manut ikut langkah kaki ke ruangan semula.

Tampak Kang Harto terbaring. Nafasnya tersenggal. Seperti sesak. Matanya terpejam sedikit. Seolah tidur, tapi tak mendengkur--seperti layaknya Rahmadani tidur.

Sejurus saya keluar ruangan duluan seorang diri. Disusul Sudirman dan Sutris ikut keluar. Sembari berjalan ketika sudah bersamaan. Saya katakan pada Sudirman. "Matanya terbuka ke atas. Nafasnya sudah di dada. Semoga ada kesembuhan," kata saya.

Rupanya, Sudirman punya pandangan lain. "Tanpa mendahului kuasa Allah. Sepertinya mau pergi. Tapi doa terbaik kita panjatkan," kata wartawan Harian Analisa itu, berlagak seorang rohaniwan. Karna belum layak tersebut ustadz.

Sudirman lantas pamit undur diri pada Sutris. Sementara saya masih menemani Sutris di bangunan seperti serambi tadi. Kami berbincang, seputar kondisi kesehatan almarhum. 

Sutris menawarkan untuk membeli kopi. Saya menolak halus. "Banyak ngopi hari ini. Minum air mineral gelas ini aja biar seimbang," ujar saya meyakini dia. Seterusnya, obrolan berlanjut. Dua batang rokok Sempurna Mild habis tersulut. Meski lokasi itu tak dibenarkan merokok. Tapi teraksa di kangkangi aturan itu, guna usir nyamuk yang mulai menyerbu.

Pukul 02.06 Wib. Saya izin membuat postingan ada Sutris. Isinya tentang kondisi kekinian Kang Harto. Sebelumnya memposting. Kami berdua selfi sekelak tentunya. Postingan telah diunggah. Mulai banyak komentar masuk. Netizen ramai berempati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun