Mohon tunggu...
Zahra FitriYanda
Zahra FitriYanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - MTSN

Memasak, bernyanyi, traveling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Halte Kenangan

25 Maret 2024   06:35 Diperbarui: 25 Maret 2024   06:50 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Awan hitam mulai menutupi langit, menandakan sebentar lagi ribuan butir air hujan akan turun membasahi jalan. Aku sedang menatap jalanan yang penuh dengan kendaraan. Beberapa butiran air hujan mulai turun, untungnya tidak mengenaiku, halte ini berhasil melindungiku dari hujan.

Aku suka situasi ini, aroma dari air hujan yang turun, dan suara butiran air hujan yang bergemercik ke dedaunan membuat suara yang khas dan sekaligus menenangkan. Aku sedang duduk menunggu bus di halte ini. Sendirian, hanya akulah orang yang menunggu bus di sini. Semenjak aku SMA, halte ini mengajariku banyak hal, tentang kesabaran, tentang menunggu, dan juga sebuah kenangan. Kenanganku tentang seseorang.

***
Hari ini adalah hari terakhirku sekolah, tidak ada lagi PR, dan tidak ada lagi bertemu dengan teman-teman. Lorong sekolah, di sini ramai oleh orang-orang.

Karna semua acara perpisahan telah selesai dilakukan, sekarang waktunya pulang. Orang-orang sedang menunggu hujan berhenti. Walaupun begitu, ada pula orang yang langsung pulang dengan berlarian menembus hujan, tidak menghiraukan bajunya yang basah. oh iya, lagi pula siapa yang peduli? Ini adalah hari terakhir sekolah, mereka tidak akan memikirkan, dengan baju apa mereka besok pergi sekolah. Ya, aku bukan orang seperti mereka, aku lebih suka berpamitan kepada teman-temanku terlebih dahulu. Ini kan momen-momen akhir untuk bercengkerama dengan teman temanku, mustahil diulang, lalu untuk apa cepat-cepat pulang?

Singkat cerita aku sudah selesai berpamitan dengan teman-temanku, kecuali dia, ya kurasa kami adalah teman. Aku ingin meminta maaf kepadanya, seminggu lalu aku memanggilnya "Ratu Es" dan dia pun marah, sehingga dari seminggu lalu aku diam membisu tidak berbicara dengannya, aku takut dia marah.

Aku pun berjalan di sekeliling sekolah mencarinya ke kantin, ke kelasnya, ke perpustakaan dan lain-lain, tetapi hasilnya nihil, dia hilang tanpa jejak, payah. Aku merasa sangat bersalah, padahal ini adalah kesempatan terakhir aku bisa meminta maaf kepadanya, dan aku malah menyia-nyiakannya. Aku kembali ke lorong sekolah. Lorong sekolah yang tadinya ramai, sekarang hanya menyisakan beberapa orang saja. Aku bersandar ke sebuah pilar lorong, menatap ke lapangan yang sedang diguyur oleh air hujan.

Lima menit berlalu, hari masih saja hujan. Lorong ini sudah sepi, kalau begitu aku ingin pulang. Sebelum itu untuk memastikan, aku melihat ke sekitar. "Tunggu! Itu dia!" ucap di hatiku. Aku melihat dia, seorang gadis dengan tatapan dingin dimatanya, kau tahu? Karna itulah aku memanggilnya "Ratu Es". Aku pun berjalan menghampirinya.

"Eh, Vira!" seruku kepadanya. Dia pun menoleh ke hadapanku, tanpa berkata apa pun, dia langsung pergi dan mengambil langkah seribu menjauh dariku. Dia berlari pergi dari lorong dan meninggalkan sekolah, aku kebingungan melihatnya, mungkin dia masih marah kepadaku, aduh, padahal ini adalah hari terakhir kita bertemu, tapi kenapa kita malah berpisah seperti ini? Aku terdiam sejenak di lorong sekolah ini, menyesali apa yang aku katakan seminggu lalu. Sekarang tidak ada lagi yang bisa kulakukan, hatiku tertusuk dinginnya udara di tengah lorong ini

Lorong sekolah ini sekarang hanya menyisakan diriku sendiri. Aku pun pergi dari lorong itu, berlari menembus hujan, melewati genangan air di lapangan, dan keluar melewati gerbang sekolah. Aku akan pergi ke halte menunggu bus agar bisa pulang, aku berlari menuju halte.

Singkat cerita aku sampai di halte. "Tunggu sebentar, itu kan Vira? Apa yang dilakukannya di halte ini?" ucapku di dalam pikiranku. Ini kali pertama aku bertemu dengan Vira di halte, sedangkan setiap pulang sekolah aku selalu menaiki bus dengan menunggu di halte ini.

Aku berjalan memasuki halte dan duduk di sebelahnya, di halte ini hanya ada aku dan dia. Sepucuk harapan muncul, inilah kesempatan bagiku untuk meminta maaf kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun