Mohon tunggu...
Putra Zulfirman
Putra Zulfirman Mohon Tunggu... Jurnalis - Informatif & Edukatif

Kerja Ikhlas, keras dan cerdas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenangan Kang Harto

10 Oktober 2019   19:19 Diperbarui: 10 Oktober 2019   19:21 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Almarhum Suharto Sembiring. Foto: Istimewa.

Sungging sumringah disudut bibir itu kini tiada lagi. Pergi bersama lepasnya nyawa dikandung badan. Tinggal jasad, disemayamkan, lalu dikubur. Janji Allah, telah tiba masanya. Innalillahi Wainnailaihi Raji'un. Suharto telah berpulang keharibaan-Nya, Kamis 10 Oktober 2019, dini hari di ruang ICU RSUD Langsa, Aceh.

Wartawan lintas zaman itu, hanya menyisakan ragam kenangan kepada sesiapa yang acap berinteraksi dengannya. Terutama keluarga tercinta. Termasuk sejawat insan pers di belahan pantai timur Aceh.

Suharto Sembiring, menghembuskan nafas terakhir, kala terbaling tak berdaya di pembaringan ruang ICU. Dengan sejumlah alat bantu medis terpasang ditubuhnya. Komplikasi. Ya, itu yang dapat disebut atas derita sakit menderanya.

Stroke ringan yang diidap selama dua tahun terakhir. Diperparah dengan darah tinggi, gula darah dan lainnya. Sepekan, ia dirawat di rumah sakit. Akhirnya, hela nafas berakhir. Tutup mata selamanya di usia 62 tahun.

Semasa hidup, almarhum dikenal sebagai sosok periang. Mudah bergaul, supel dan ringan tangan membantu sesiapa saja. Meski terbilang senior. Wartawan yang malang-melintang disejumlah media cetak dan online ini, membaur meski dengan juniornya sekalipun.

Acap kali, banyolannya hadirkan decak tawa. Suatu masa, di Klasik Coffe--pojok kota. Ia bertutur tentang sematan marga sembiring (karo), dibelakang namanya. Padahal, ia lahir dari keluarga suku Jawa yang lama mendiami Lubuk Pakam, Sumatera Utara.

"Suharto itu kan nama aku. Nama yang sama dengan mantan presiden ke 2 kita. Jadi kalau Suharto Sembiring. Berarti Presiden orang karo," kelakar almarhum disuatu masa.

Kang Harto--sapannya. Mulai menggeluti dunia jurnalistik dimasa orde baru. Berlanjut ke era reformasi dan hingga kini di usia senjanya. Meski didera stroke ringan dua tahun lalu. Ia masih bersemangat menulis. Surat Kabar Mingguan Pilar, menjadi karya terakhirnya.

Kabar Kang Harto dirawat karena sakit, pertama sekali diketahui rekan media ketika adiknya, Sutrisno memposting di akun media sosial facebook bernama 'Wiro Nalar'. Tampak, Sutris menjelaskan kondisi kesehatan abang tertuanya itu.

Rabu (9/10) malam. Rekan wartawan yang bertugas di Kota Langsa, berencana menggalang aksi solidaritas. Sekedar membantu ringankan beban keluarga Kang Harto. Rencananya, donasi mulai dikumpulkan keesokan hari.

Sudirman (Hr Analisa), Dede Rendra (Waspasa), Yoesdinoer (Hr Realitas), Putra Zulfirman (mantan pewarta LKBN Antara Aceh), Rahmadhani (AcehSatu), Ray Iskandar (Hr Rakyat Aceh), berkumpul merencanakan penggalangan donasi dimaksud.

Sekira pukul 23.38 Wib. Dede Rendra melihat akun facebook Wiro Nalar lakukan siaran langsung di area rumah sakit umum Langsa. Tampak kondisi, almarhum Kang Harto mulai memburuk. Lantas, disepakati esok pagi akan segera berkunjung menjenguk sekalian serahkan donasi yang terkumpul. Akhirnya, semua bubar kembali ke rumah masing-masing.

Rasa saya penasaran menyeruak. Kepada Sudirman, saya katakan untuk sekejap saja ke RSUD. Sudirman mengangguk seruju. Sepeda motor kami pacu menuju lokaasi.

Jam berkunjung di RSUD memang sudah tak diperkenankan lagi. Pukul 00.39 Wib. Tapi kami berdua nekat masuk ke ruang ICU. Tampak hening di sana. Hanya terdengar bunyi alat bantu medis yang terpasang di tubuh sejumlah pasien yang ada.

Tanpa bertanya terlebih dahulu pada petugas jaga di ICU. Kami sepakat untuk keluar ruangan berhawa sejuk--gigil harusnya--itu. Saya mengajak Sudirman melonggok ke bangunan seperti seramvi di sebelah ruang ICU. Tempat keluarga pasien biasa beristirahat. Ternyata, Sutris--wartawan KBA.One--adik kandung Knag Harto ada disitu.

"Eh kalian. Makasih sudah datang. Yuk, ke dalam (ICU) jenguk sebentar aja," ajak Sutris. Seperti lembu tercucuk hidungnya, saya dan Sudirman manut ikut langkah kaki ke ruangan semula.

Tampak Kang Harto terbaring. Nafasnya tersenggal. Seperti sesak. Matanya terpejam sedikit. Seolah tidur, tapi tak mendengkur--seperti layaknya Rahmadani tidur.

Sejurus saya keluar ruangan duluan seorang diri. Disusul Sudirman dan Sutris ikut keluar. Sembari berjalan ketika sudah bersamaan. Saya katakan pada Sudirman. "Matanya terbuka ke atas. Nafasnya sudah di dada. Semoga ada kesembuhan," kata saya.

Rupanya, Sudirman punya pandangan lain. "Tanpa mendahului kuasa Allah. Sepertinya mau pergi. Tapi doa terbaik kita panjatkan," kata wartawan Harian Analisa itu, berlagak seorang rohaniwan. Karna belum layak tersebut ustadz.

Sudirman lantas pamit undur diri pada Sutris. Sementara saya masih menemani Sutris di bangunan seperti serambi tadi. Kami berbincang, seputar kondisi kesehatan almarhum. 

Sutris menawarkan untuk membeli kopi. Saya menolak halus. "Banyak ngopi hari ini. Minum air mineral gelas ini aja biar seimbang," ujar saya meyakini dia. Seterusnya, obrolan berlanjut. Dua batang rokok Sempurna Mild habis tersulut. Meski lokasi itu tak dibenarkan merokok. Tapi teraksa di kangkangi aturan itu, guna usir nyamuk yang mulai menyerbu.

Pukul 02.06 Wib. Saya izin membuat postingan ada Sutris. Isinya tentang kondisi kekinian Kang Harto. Sebelumnya memposting. Kami berdua selfi sekelak tentunya. Postingan telah diunggah. Mulai banyak komentar masuk. Netizen ramai berempati.

"Besok kawan-kawan galang aksi solidaritas. Sekedar meringankan beban keluarga," kata saya pada Sutris. Matanya menganak sungai. Ia sangat berterima kasih atas niat baik rekan sejawat tadi.

Nada dering notifikasi ponsel saya berdiring. Rupanya istri mengirim pesan lewat whatsapp. "Ada pasien. Tolong kemari, anaknya bangun," tulis istri yang malam itu piket malam di Instalasi Radiologi RSUD. Sementara, kedua vuah hati kami terpaksa diboyong. Stanby di ruang jaga petugas. Lantaran, pengasuhnya undur diri dan belum temukan yang baru.

Saya pamit ke Sutris. Ia manggut. Berlari kecil saya susuri bangsal RSUD menuju instalasi radiologi yang tak jauh dari ICU.

Tak berselang lama. Handphone saya berdering. Panggilan masuk dari Sutris tampak di layar. Bergegas saya terima panggilan itu. "Bang Harto sudah meninggal," suara serak Sutris diujung selular mengabarkan berita duka.

Pukul 02.55 Wib. Saya membantu posting kabar duka itu. Sembari menemani Sutris mempersiapkan jenazah untuk di bawa pulang. "Bawa ke Lubuk Pakam. Tapi singgah dulu di rumah almarhum di Seulalah. Disucikan," sebut Sutris pada saya.

Lantas, ia melakukan komunikasi dengan saudaranya yang lain. Ikhwal dimana almarhum dikebumikan. Sementara, ibunya berkeinginan di bawa pulang ke Lubuk Pakam.

Saya masih termanggu. Donasi belum dilakukan. Kang Harto telah duluan pergi. Meninggalkan kita semua. Menyisakan kenangan.

Pukul 03.10 Wib, sembari mempersiapkan ambulance guna membawa pulang jenazah ke rumah duka. Saya menelepon Dede Rendra. Seingat saya, ia belum lelap. Karna termasuk pasukan 'susah tidur malam'.

"Bang Harto meninggal. Jenazah masih di rumah sakit. Sebentar lagi di bawa ke Seulalah. Terus dikebumikan di Lubuk Pakam," jelas saya memberi informasi.

Dede Rendra terperanjat. Parau suaranya, berucap "innalillahi wainnailaihi rajiun". Pagi nanti ke rumah duka. Katanya mengakiri percakapan.

Pukul 03.36 Wib. Jenazah sudah di dalam ambulance. Saya membantu sebisa. Sutrisno tampak menahan tangis. Dua anaknya yang usia sekolah dasar turut membereskan barang bawaan keluarga Kang Harto.

Ambulance berlalu. Meninggalkan RSUD menuju rumah duka. Yang kemudian disepakati ke rumah familinya di Dusun bukit Desa Paya Bujuk Seuleumak, Langsa Baro. Akhirnya, disana wartawan tiga zaman itu beristirahat. Diperaduan terakhir. Puasaranya masih lembab, ketika tulisan ini tersaji ke ruang pembaca. (***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun