Mohon tunggu...
plur retknow
plur retknow Mohon Tunggu... Guru - menulis dengan hati

Cogito ergo sum (aku berfikir aku ada) / Rene Descrates

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pawon Simbok

25 Maret 2022   11:15 Diperbarui: 31 Maret 2022   07:03 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini diantar pak Tarjo, Asih pulang kampung. Ibu menyeka air matanya melepas kepulangannya. Aku nelangsa. Sepertinya ibu sangat ingin pulang. Istriku melancarkan aksi protesnya setelah Asih diantar ke pull bis.

“Aku saja Mas yang menemani ibu pulang kampung. KAsihan ibu. Pasti sedih sekali. Tiap lebaran harus menahan diri tidak pulang.”

Aku menghela nafas berat. Bagaimana lagi? Pekerjaanku menuntutku demikian. Hingga minggu-minggu pun berlalu. Ibu menagih janjinya. Aku mengabulkannya dengan janji mengurus cuti dahulu. Weekend berikutnya aku, ibu, dan istriku pulang kampung. Betapa senangnya ibu sampai disana. Aku meihat binar kebahagiaan yang selama ini tertutupi rasa sayangnya padaku dengan tidak diutarakannya keinginan pribadinya. Ibu memintaku pulang duluan jika sibuk bekerja. Biar ibu tinggal di kampung ditemani Lik Siti keponakannya yang rumahnya bersebelahan. Tentu saja aku kebingungan. Tapi permintaan ibu sangat sulit dibendung.

“Ibu kerasan Sab di rumahmu. Rumahmu bagus, anak-anakmu baik-baik. Istrimu juga baik. Setiap hari tidak pernah kekurangan. Tapi ibu ingin di tanah kelahiran ibu disini. Tolong sekali ini penuhi permintaan ibu. “

Dengan berat hati ibu kutinggalkan kembali ke rumahku di ibu kota. Istriku berjanji akan menengok ibu sesering mungkin. Di jalan istriku tak henti-henti menangisi ibu yang sekarang harus jauh darinya. Aku memakluminya karena selama ini istriku merasa punya orang tua di rumah, lalu akan kesepian lagi. Anak-anak kami sudah tidak lagi kecil. Mereka punya dunia mereka sendiri. Si sulung kuliah sambil mengurus bisnis kecil-kecilannya coffee shop bersama teman-temannya. Yang bungsu masih SMA tapi sudah sering keluar rumah untuk belajar desain grafis dan magang di sebuah percetakan setiap sore pulang sekolah. Bagaimana pun rumah kami tidak seramai waktu anak-anak masih kecil. Mereka saying keluarga, perhatian dan saying dengan ibu dan neneknya, sering bercengkrama dikala hari libur, tapi itu hanya hari libur. Sementara hari-hari biasa, istriku yang istirahat siang mengurus salon kecantikannya di rumah selalu merasa kesepian. Pegawai kami adalah orang lain. Sementara ibu adalah orang tua yang bisa diajak bercengkrama. Dengan bujukan halus aku meredakan tangisan istriku.

Kesibukan kembali terjadi setelah kami pulang. Siang ini kami dipanggil Owner Restoran. Kami agak canggung. Biasanya kami hanya mendapatkan briefing dari manager restoran. Kali ini aku dan team bertemu langsung Pak Anggada. Pemilik restoran besar kami dengan segala kesederhanaannya. Beliau menitipkan pesan bahwa pengelola restoran sekarang adalah putra sulungnya yang barusaja pulang dari Eropa. Beliau berpamitan, karena sudah saatnya istirahat. Kami bertemu dengan putra beliau. Aku piker putra seorang pemilik restoran adalah orang yang bergaya hidup mewah seperti halnya orang-orang besar negeri ini. Ternyata beliau adalah pribadi yang sangat sederhana dan santun. Hari ini beliau mengumumkan bahwa akan mengelola restorannya sendiri. Dibantu manager restoran yang adalah pamannya sendiri. Beliau akan mengubah mainsett restoran yang selama ini adalah tempat bergengsinya kaum menengah keatas. Meskipun menu-menu restoran adalah masakan-masakan tradisional, tapi pelanggan di restoran adalah orang-orang besar dan pejabat negeri ini.

“Saya hanya akan mengubah konsep bukan merenovasi ulang restoran ini.”

Kami meeting esok siangnya. Beliau memaparkan konsep restoran yang harus kami pelajari selama 1 minggu ke depan. Yang lebih mengherankan, kami diminta cuti untuk pulang ke kampung halaman selama 1 minggu.

“Cari tahu bagaimana restoran ini menjadi’rumah’ bagi para customer kita. ‘Rumah’ bukan sekadar tempat makan. Karena, yang mereka butuhkan adalah rumah, tempat paling sulit ditemui untuk lokasi makan orang-orang sibuk seperti mereka. Saya mau semua karyawan cuti, kecuali security dan cleaning service. Terutama kitchen team, Pak Sabda dan timnya. Silakan observasi dan katakana konsep yang akan membantu saya merancang ulang konsep restoran ini.”

Aku pulang ke rumah sore ini dengan pikiran tidak mengerti, kurang paham bagaimana memulai observasi, dan harus bagaimana aku menyusun konsep ‘rumah’ pada restoran besar yang selama ini adalah tempat bergengsinya customer kelas menengah atas. Istriku yang sedang sibuk di salon menghampiriku. Lalu kami sama-sama berdiskusi. Hingga kalimatnya menyadarkanku tentang sesuatu.

‘Kalau mau punyaide, ya ‘pulang.’

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun