Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Dialog Kristen-Islam: Sebuah Sketsa Singkat

12 April 2022   08:00 Diperbarui: 12 April 2022   08:51 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dialog menjadi salah satu nilai penting yang menyokong perdamaian di antara dua agama besar dunia, Islam dan Kristen. Ketika ditanya, “Kapan dialog antar-agama dimulai?”, jawabannya sederhana: dialog dimulai dari orang-orang yang berkehendak baik. Umat beragama yang berkehendak baik akan mampu menghayati nilai-nilai hidup bersama (shared values) seperti persahabatan, rasa percaya dan saling menghormati.

Menurut Giuseppe Rizzardi, ada empat model yang dapat membantu kita memetakan pasang surut dialog antara Islam dan Kristen. Model-model ini merupakan alternatif untuk melihat pergeseran cara orang Kristiani memandang orang Islam (paling tidak di kalangan sebagian cendekiawan). 

Pertama, "Model Teologis" (Abad Pertengahan). Islam dipandang sebagai agama yang "parsial" dan "terbatas". Pandangan ini kurang lebih dipengaruhi oleh gaya teologi Skolastik yang digunakan sebagai perangkat untuk menilai Islam.

Kedua, "Model Orientalis" (sekitar abad ke-16). Para cendekiawan Kristiani mulai tertarik dengan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalam ajaran-ajaran dan peri hidup Islam. Dengan kata lain, “Barat” mulai melirik ke arah “Timur” untuk mendapatkan inspirasi.

Ketiga, "Islam adalah Sahabat" (sekitar abad ke-19 hingga abad 20). Dialog Islam-Kristen pada masa ini mulai berlaku timbal-balik. Para pemikir Kristiani tidak lagi berfokus pada pijakan kulturalnya sendiri tetapi mulai mengarahkan perhatian yang sungguh terhadap Islam yang dipandang sebagai “yang lain” (liyan).

Keempat, "Berguru pada Islam". Pendekatan ini adalah pendekatan kontemporer. Para pemikir Kristiani mulai mencoba menggali nilai-nilai Islam secara perlahan dan bertahap sehingga mampu memandang Islam secara lebih dekat.

Secara khusus, Konsili Vatikan II (1962-1965) membuka lembaran baru pada sudut pandang Kristiani (khususnya Katolik Roma) dalam dialog dengan Islam. Tujuan dari dialog itu bukanlah untuk menjadikan semua manusia menjadi satu agama, melainkan menyatukan umat dari berbagai agama dalam satu nilai yakni "damai di bumi".

Semoga peta singkat ini membantu kita untuk memahami pergeseran cara pandang Kristiani terhadap Islam. Model ini hanya berlaku sebagai suatu sketsa yang masih bisa dielaborasi dengan sumber-sumber pendukung lain. Pemahaman ini tidak hanya ditujukan bagi kaum cendekiawan, tetapi diharapkan menjelma dalam dalam darah dan tulang bangsa Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika.

Salam Peace Syalom…

Sumber:  Alfred Maravilla (Ed) 2013. Acts of the Study Days on Salesian Presence Among Muslims. SDB Mission Department & FMA Sector for Mission. Roma: Editrice SDB

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun