Mohon tunggu...
Pitri Lestari
Pitri Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Sometimes, your best is not good enough

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerobong Asap

7 Maret 2023   20:48 Diperbarui: 7 Maret 2023   23:13 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sinar mentari terasa telah menusuk kulit sehingga aku pun memicingkan mata. Karena di sana sudah tidak ada lagi tuan muda dengan wajah kusut namun berpakaian rapi, aku bisa memastikan kalau hari terlambat bangun. Sambil menikmati bunyi keroncongan alami yang muncul dari balik lambung, aku dengan berat hati melangkahkan kaki walaupun tidak tahu tujuan.

 Ingatan tentang pagi yang cerah di mana aku melahap roti lapis salmon dengan susu hangat hampir kabur. Itu sebabnya malam tadi aku terjaga, dan terpaksa harus melewatkan hiruk-pikuk kota di pagi hari. Setelah cukup lama berjalan tanpa tujuan, aku melihat beberapa tuan muda bewajah kusut yang biasa dijumpai di pagi hari, namun kini pakaiannya juga ikut kusut.

 "Ah, rupanya sudah petang, tetapi lambungku masih menari-nari." Ucapku.

 Langit terlihat semakin gelap. Tentu saja karena sudah petang dan sepertinya akan turun hujan juga. Ketika butir pertamanya jatuh aku bersegera mencari rumah impian. Tentu saja bukan yang dilengkapi dengan pintu tinggi dan lebar, ataupun terdapat loteng di dalamnya. Hanya sekumpulan daun beranting rapuh agar aku tidak terlalu kesepian.

 Saat hampir seluruh badanku mengigil karena tak kunjung aku menemukan rumah impian itu. Mataku menangkap sekumpulan asap putih yang hampir tersingkirkan oleh hujan. Awalnya aku mengira itu kabut, tetapi setelah aku mendekatinya ternyata itu asap dari sebuah rumah. Di sana terlihat sepi sehingga aku memberanikan diri memanjat pagarnya yang tinggi. 

 Setelah cukup lama berkeliling dan hujanpun sudah mulai mereda, aku menemukan sebuah gentong yang berkilau. Secara otomatis aku mendekat dan membukannya. Ternyata di dalamnya terdapat salmon kering siap makan. Walaupun agak sungkan tetapi pada akhirnya aku menghabiskan semuanya. Tidak lama kemudian rasa kantukpun datang.

 Sebelum matahari menampakan wajahnya, aku bersegera pergi dari rumah itu. Seharian aku menyusuri kota tapi tidak ada tanda-tanda seseorang yang mencariku. Saat hari mulai gelap, tiba-tiba dengan sendirinya aku kembali ke rumah itu. Dan seperti biasanya, terlihat sepi, namun ada sekumpulan asap putih yang ke luar dari dalam rumah. "Apakah gentong itu baik-baik saja?" Gumamku.

 Saat aku hendak membuka tutup gentong itu, seseorang menangkapku dari belakang. Dia langsung memborgol tanganku tanpa ampun. "Kena kau pencuri!" Ucapnya. Entah mengapa tiba-tiba mulutku seakan terkunci sehingga tidak ada sepatah katapun yang mampu terucap. Sehingga dengan pasrahnya aku menerima tubuhku diseret oleh orang tadi.

 Dia membawaku ke dalam sebuah ruangan yang besar dan megah namun sangat sedikit cahaya. Aku tidak bisa mengamati dengan jelas apa saja yang ada di sana. Setelah cukup lama mematung, aku menyadari bahwa ada seseorang yang duduk di depan tumpuan api dengan wajah muram. Orang yang membawaku tadi mendekatinya. Tidak lama kemudian sesosok wajah tua menuju ke arahku.

 Wajah itu menatapku dengan serius. Karena merasa bersalah aku bersegera berlutut dihadapannya dan meminta maaf. Namun dia menyuruhku untuk bangun. Wajah yang tadi menatapku serius kini telah berubah menjadi ramah. "Siapa namamu?" Tanyanya.

"Madison. Malvin Madison" Jawabku.

"Orang biasa memanggilku Nenek Ken, dan namaku Kenrich." Katanya sambil mengajakku bersalaman.

"Sebagai hukuman atas kejahatanmu, mulai sekarang aku akan mengurungmu di sini. Dan tentu saja ini bukan sebuah penawaran tapi keharusan." Lanjutnya.

 Hari-hari yang aku lewati setelah bertemu dengan Nenek Ken terasa berbeda dengan hari-hari yang aku lalui sebelumnya. Di sini aku tidak pernah mendengar lagi bunyi keroncongan alami dan akupun tidak merasakan lagi lambungku menari-nari. Saat hujan aku tidak perlu mencari pohon berdaun rimbun untuk menghatkan diri karena di sini ada terdapat tungku api.

 Pada suatu hari, aku berkesempatan untuk berbicang denga orang yang memborgolku. Dia menceritakan bahwa Nenek Ken diasingkan oleh dunia luar. Mereka menganggap bahwa rumah besarnya itu berhantu dan siapapun yang masuk ke dalamnya akan menjadi korban. Oleh karena itu dia hanya menghabiskan hari-harinya dengan menantap tungku, sambil berharap akan ada seseorang yang mencuri sesuatu di dalam gentongnya.

 Dahulu Nenek Ken hidup bahagia dengan anak-anaknya namun setelah besar mereka meninggalkannya dengan alasan mereka sedang mencari dan mengumpulkan kebahagian untuk Nenek Ken. 

  "Kenrich, pemimpin yang bijaksana. Orangtua ku berkata seperti itu. Jadi sebagai hukuman atas kejahatanmu, mulai sekarang aku akan mengurungmu di sini. Dan tentu saja ini bukan sebuah penawaran tapi keharusan." Kata-kata yang selalu aku ingat.

Mereka mengatakan bahwa "Malvin Madison" artinya pejuang kecil yang kuat dan beruntung. Awalnya aku sangat pesimis dengan hal itu. Namun pada akhirnya aku menyadari bahwa itu adalah kenyataannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun