Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konfusianisme, Pemerintahan yang Berprikemanusiaan

2 Oktober 2019   10:47 Diperbarui: 2 Oktober 2019   15:59 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://sosyalforum.org

Dalam bukunya What is politics? Adrian Leftwich mengartikan politik sebagai jantung semua kegiatan sosial kolektif, formal maupun informal, publik dan privat, di dalam semua kelompok-kelompok manusia, lembaga-lembaga dan masyarakat, mulai dari interaksi sosial keluarga sampai interaksi di dalam bangsa dan lintas bangsa.

Dalam politik terdapat konsep-konsep pokok: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). Khonghucu hadir menawarkan suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan ren, yi dan li yang dibawakan oleh Konfusius, Mencius dan Xunzi.  

Bab I dari buku ini (1-39) memberi gambaran umum tentang isi dan tujuan penulisan buku. Bagian ini menjelaskan Ajaran Khonghucu tentang keteraturan dalam masyarakat yang dapat diperoleh bukan melalui paksaan melainkan lahir dari kesadaran individu. 

Tiga tokoh besar yang mendasari ajaran Konghucu tentang politik, yakni Konfusius yang mengajarkan tentang ren, Mencius tentang yi dan pemikiran Xunzi tentang li. Berdasarkan falsafah ketiga tokoh ini maka wujud pemikiran politik aliran Khonghucu adalah berdasarkan pada perikemanusiaan.

Bab II buku ini (40-110) menguraikan tentang latar belakang dan pemikiran politik Konfusius. Nama Konfusius adalah Qiu. Nama gelarnya Zhongni. Ia dilahirkan di zaman Chunqiu  tahun 551 SM dan wafat tahun 479 SM.

Konfusius berada pada zaman di mana terjadi peperangan yang sering tercetus dan rakyat jelata hidup sengsara. Struktur masyarakat mengalami perubahan drastis dari sistem hamba abdi berubah menjadi sistem feodal. 

Pengalaman ini berpengaruh pada pemikiran politik Konfusius. Pemikirannya dikenali sebagai paham politik yang berdasarkan pada etika moral. Penekanan ini dikarenakan fokus dari paham politiknya adalah perikemanusiaan (ren).

Perlu diketahui, ren  merupakan dasar politik yang unggul dalam pemikiran politik Konfusius sekaligus moral  tertinggi dalam ajaran Konfusius. 

Itulah sebabnya keistimewaan pemikiran politik Konfusius ialah juga mengutamakan penyempurnaan perilaku seseorang yang akan menjadi pimpinan pemerintahan. Konfusius menawarkan tiga konsep pimpinan pemerintahan yang ideal, yakni:

Zhengming (pembenaran nama-nama)

Konfusius mendiskusikan pandangan zhengming dengan muridnya yang bernama Zilu  dalam perjalanan kembali dari negara Wei. Zilu bertanya "jika raja Wei memberi guru peluang sebagai penasehat politik, apa langkah pertama yang akan diambil oleh guru?" Konfusius menjawab,

"Akan kubenarkan terlebih dahulu nama-nama. Bila nama-nama tidak benar, maka pembicaraan tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya, maka segala urusan tidak dapat dilakukan dengan baik-baik. 

Bila pekerjaan tidak dapat dilakukan baik-baik, kesusilaan dan musik tidak dapat berkembang. Bila kesusilaan dan musik tidak berkembang, hukumpun tidak dapat dilakukan dengan tepat. Bila hukum tidak dapat dilakukan dengan tepat, maka rakyat akan kehilangan tempat untuk meletakan kaki dan tangannya (Kitab Lunyu [13]:3)."

Jawaban Konfusius bertujuan untuk mendisiplinkan situasi politik di negara Wei yang tengah dalam situasi pemberontakan. Itulah sebabnya, Konfusius menekankan bahwa, golongan pemerintah haruslah melaksanakan tanggung jawab sebagai pemerintah, golongan menteri haruslah melaksanakan tugasnya sebagai seorang menteri, begitu juga dengan tanggung jawab ayah dan anak dalam keluarga" (Lunyu [12]:11).

Zhengji  (penyempurnaan diri sendiri)

"Pemerintahan maksudnya adalah melakukan jalan yang benar. Jikalau seorang pemimpin memerintah negara itu dengan baik dan benar, maka siapakah yang berani membantah? (Kitab Lunyu [12]:17)"

Menurut Konfusius, jika seorang pemimpin tidak memiliki kelakuan yang baik, maka akan muncul penyimpangan dalam pemerintahan. Oleh karena itu Konfusius menekankan kesempurnaan perilaku seseorang yang memerintah. Seorang pemimpin harus dapat dijadikan teladan bagi rakyatnya.

"Jika golongan atasan menegaskan kesusilaan, maka rakyat tidak berani untuk tidak hormat, kalau seorang atasan menyukai kebenaran, maka rakyat tidak berani ada yang tidak patuh, kalau seorang atasan menyukai sikap dapat dipercaya maka rakyat tidak ada yang berani untuk tidak berperasaan. Bila dapat berbuat demikian, dari keempat penjuru rakyat akan datang kepadanya (Kitab Lunyu [13]:4)." 

 Konfusius memberikan penekanan terhadap keteladanan seorang pemimpin. Dia menitikberatkan seorang pemimpin seharusnya menyempurnakan diri pertama sebelum memerintah rakyat. Penyempurnaan perilaku sendiri adalah tahap paling penting bagi seseorang yang hendak memimpin sebuah negara dan menjadikan perilaku sebagai garis panduan dalam kehidupan.

Zhongyong (Pemikiran Tengah Sederhana)

Zhong berarti tengah, tepat, sederhana yang menuju sempurna. Konfusius mendefinisikan zhongyong sebagai perilaku yang harus diamalkan seluruh lapisan masyarakat dengan maksud pembatasan terhadap sesuatu yang ekstrem. Penekanannya pada keseimbangan dan ketenangan.

Jika diterapkan dalam bidang politik maka seperti yang tertuang di dalam Kitab Lunyu [8]:14 yaitu:"Kalau tiada hal yang berhubungan dengan kedudukanmu, janganlah ikut campur tangan." Tujuannya menasehati orang agar mengikuti prinsip tengah dan kesederhanaan zhongyong, di mana seorang pemimpin tidak boleh melampaui tugas dan kedudukannya.

Ketiga konsep ini berdasar pada optimisme bahwa manusia sejatinya adalah baik. Alasan mengapa selalu ada perbuatan buruk dalam diri manusia karena keterlibatan mereka dengan prinsip Yin dan Yang. Manusia lalai dan lengah sehingga benih-benih kebajikan sifat asli manusia menjadi tidak harmonis.

Selain Konfusius ada seorang pemikir lain yang mengembangkan secara lebih jauh pemikirannya, yakni Mencius.

Bab ketiga (111-172) membahas  pemikiran politik Mencius. Mencius memiliki nama Ke, ia dilahirkan di daerah Zou (372 SM) pada pertengahan zaman Negara Berperang. Tanggung jawab pemerintahan pada masa itu adalah memperkuat sistem feodal sehingga meningkatkan sistem militer dan ekonomi.

Pada zaman Negara Berperang, ilmu pengetahuan, teknologi dan bidang akademik berkembang pesat. Para ilmuan dan cendekiawan mendapatkan tempat yang menjanjikan dibanding zaman Chunqiu masanya Konfusius. Bagi para pemimpin negara-negara feodal, urusan yang paling penting ialah peperangan, penakhlukan antar negara. Dengan keadaan seperti ini justru Mencius memperkenalkan pemikiran politiknya tentang mencintai sesama manusia atau pemerintahan berdasarkan renzhi, pemerintahan perikemanusiaan. Renzhi merujuk pada bentuk pemerintahan yang amat bergantung kepada sifat pribadi dari pemerintah.

Ren menurut Mencius diartikan sebagai:

a). "Belajar tidak merasa lelah dan mengajar tidak merasa capai" (Kitab Mencius [2A]:2)

b). "Sifat kesatria terhormat yang dianugerahkan Tuhan.... Orang yang kehilangan kebijaksanaan dan ketulusan cuma layak menjadi hamba orang lain" (Kitab Mencius [2A]:7).

c). "Ren adalah kemanusiaan. Satunya kata dengan perbuatan, itulah jalan suci" (Kitab Mencius [7B]:16).

d). "Mengasihi keluarga terlebih dahulu kemudian meluaskan kasih sayang kepada orang lain" Mencius [7A]:45).

e). "Mengangkat orang yang berkemampuan dan berakhlak mulia sebagai pemimpin negara" (Mencius [3A]:4).

Mencius menyimpulkan bahwa ren merupakan penyempurnaan diri sendiri sebagai moral pemerintahan. Jadi pemerintahan renzheng bermaksud menggunakan ren sebagai alat untuk melakukan pemerintahan.

Perlu diketahui bahwa ren yang dilakukan oleh pemerintah dalam sudut pandang Mencius adalah ren negara, yaitu ren yang dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat.

Ren ini dikategorikan sebagai ren makro atau daren. Sedangkan ren yang dilakukan oleh setiap individu disebut ren mikro atau xiaoren. Dengan demikian sistem pemerintahan yang ditawarkan Mencius menyerap mulai dari lapisan moral sampai politik.

Pemikiran politik Mencius bercorak idealis dan optimis. Ia percaya bahwa seorang raja harus mendahulukan moral daripada kekuatan. Mencius juga mengatakan bahwa komponen terpenting dari negara adalah rakyat bukannya penguasa. Adalah kewajiban penguasa untuk membangun kesejahteraan rakyat.  

 Mencius cenderung mengatakan bahwa sifat asli manusia adalah baik. Dalam Kitab Mencius [6A]:2 tertulis:

"... air memang tidak dapat membedakan antara timur dan barat. Tetapi dapat membedakan atas dan bawah. Sifat asli manusia cenderung baik, laksana air yang mengalir ke bawah. Sifat Manusia tidak ada yang tidak cenderung kepada baik seperti air tidak ada yang tidak mengalir ke bawah".

Menurut Mencius ada beberapa hal yang menjadi sifat baik manusia yaitu, perasaan simpati, permulaan rasa kemanusiaan, perasaan malu dan segan, perasaan rendah hati, dan kebersamaan. Setiap manusia memiliki sifat dasar ini.

Pandangan Mencius dan Konfusius boleh dikatakan memiliki korelasi yang utuh karena Mencius sendiri murid Konfusius. Tak heran jika pandangan tentang manusia umumnya sama.

Bab keempat dari buku ini (173-216) membahas tentang pemikiran politik Xunzi. Ia dilahirkan  di daerah Zhao dan diberi nama Qin. Dapat dibayangkan tahun kelahiran maupun periodenya berselang seratus tahun setelah Konfusius (313-238 SM).

Xunsi mengintegrasikan ajaran Konghucu dengan pemikiran fa, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan pemikiran lainnya. Motivasi mendasar penggunaan pemikiran fa oleh Xunzi adalah keyakinannya akan sifat dasar manusia yang adalah buruk, "jika ingin membangun sebuah negara yang kuat haruslah dimulai dengan penyempurnaan diri prilaku manusia".

Xunzi juga menggabungkan konsep zhengming dan li yang diajarkan Konfusius, dengan merefleksikannya dari berbagai aliran filsafat. Disinilah perbedaannya. Pemikiran Xunzi jauh lebih berwarna daripada Mencius dan Konfusius atau disebut dengan istilah "Pemikiran asing Konfusionisme" karena penggabungan dengan filsafat lain.

Teori Xunzi bertentangan dengan Mencius khususnya berkaitan dengan sifat dasar manusia. Ironinya, keduanya mengklaim diri sebagai penerus ajaran Konfusius. Ajaran Xunzi sering diartikan sebagai representasi sayap realistik dari ajaran Konfusius. 

Menurutnya yang baik adalah usaha manusia bukan sifat dasarnya. Dengan menitikberatkan pada sifat dasar manusia yang adalah buruk, maka berpolitik seharusnya belajar mengenal dan melayani manusia. 

Konkretisasi pemikiran ini adalah sistem pendidikan. Baginya, orang yang bijaksana bertanggungjawab mengubah sifat asli manusia melalui pendidikan, penyempurnaan diri sendiri serta pembinaan kesusilaaan.

Kendati pandangannya cukup ekstrem terhadap manusia, namun ia tetap percaya bahwa sifat ini dapat diubah. Penekanannya pada konsep li dan yi sebagai pedoman prilaku manusia serta pendidikan merupakan cara yang paling utama mengubah sifat asli manusia dan menertibkan negara. 

Pendidikan yang dimaksud merujuk proses pembelajaran norma sosial dan moral, penerapan dan penegakkan hukum yang dipandu oleh li. Pemerintahan Tiongkhok umumnya melembagakan li untuk ketertiban masyarakatnya.

Dengan demikian sistem pemerintahan yang diharapkan oleh Xunzi sebetulnya adalah pemerintahan yang berdasarkan kesusilaan (li) dan undang-undang (fa). Dan penerapannya adalah melalui jalur pendidikan.    

Bagian terakhir adalah bab lima dan kesimpulan (217-235) menyangkut perbedaan dan persamaan dari ketiga pemikir ini; Konfusius, Mencius dan Xunzi. Namun saya merasa tak perlu dijelaskan karena dengan membaca bab-bab sebelumnya pembaca akan mengetahui perbedaan dan persamaan dari pemikiran ketiga mereka. 

Poin yang penting, ajaran Konfusius dan Mencius yang berkaitan dengan penyempurnaan diri manusia jika berdiri tanpa Xunzi dianggap pincang. Pemikiran mereka akan berujung pada proses bagaimana menjadi orang suci neisheng. Sedangkan Xunzi mengutamakan penyempurnaan diri dengan tujuan pada pembinaan moral  kepemimpinan, waiwang.

Sumbangan buku 

Indonesia diancam sebagai bangsa tanpa negara. Rakyat tanpa pemimpin. Politikus tanpa negarawan. 

Buku ini menawarkan pemikiran sosio-religius akan makna politik dari tiga maestro besar aliran Konfusionisme; Konfusius, Mencius dan Xunzi. Ketiganya berkeyakinan bahwa dalam menjalankan pemerintahan sebuah negara tidak cukup dengan hanya menghimbau dan mendidik rakyat untuk mempunyai moralitas yang tinggi. Melainkan diperlukan juga konsep kepemimpinan yang baik.

Judul Buku: Pemikiran Politik Konfusius, Mencius & Xunzi
Penulis: Kristan
Penerbit/Tahun terbit: Spoc, Siduarjo, 2015
Jumlah Halaman:III-XXI sampai 234

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun