Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bangunan Fenomenal Benteng Pendem Sisakan Puing Sejarah

26 Juli 2018   15:24 Diperbarui: 5 Februari 2019   08:06 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan ke Ngawi diawali keberangkatan dari berpetualuang di Surabaya.  Semalaman kami di kota pahlawan tersebut, dimanfaatkan mengunjungi taman patung Suro dan Boyo dilanjutkan ke taman Bungkul sekaligus ziarah ke makam Sunan Bungkul.

Akhirnya, keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan darat ke Kabupaten Ngawi. Berangkat dari rumah kost adik ipar, Kamis 19 Juli 2018, kami naik taksi online menuju terminal Purabaya Surabaya akrab disapa Bungurasih. Sesampainya di terminal tersebut kami naik bus jurusan Yogjakarta. Jarak tempuh dari Surabaya ke Ngawi lebih kurang 178 km apabila lewat tol Caruban, memakan waktu 3,5 jam. Jarak tempuh kian menjauh menjadi 211 km apabila melalui jalur Madiun, memakan waktu selama 5 jam.

Terpangkasnya perjalanan lantaran keberadaan infrastruktur berupa jalan tol di era Presiden Jokowi, akan tetapi kesuksesan itu belum dibarengi  percepatan pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan melemahya daya beli masyarakat dan mengakibatkan menguatnya nilai tukar dollar terhadap rupiah. 

Ibaratnya bukan dollar yang menguat, tetapi rupiah melemah, ya sama saja dong. Apapun polemiknya "embel-embel" mahal tidaklah jadi soal, asal janji saya kepada anak-anak terlaksana dengan selamat sampai ke tempat tujuan.

Terlelap dalam perjalanan, kami pun sampai di Desa Kandangan, lebih tepatnya turun di perempatan desa Kandang persis di depan Pos Polisi. Istirahat sehari, lalu memperkenalkan kepada anak-anak jejak perjalanan hidup bapaknya hingga sekarang ini. Diawali tempat sekolah dasar Karangtengah V hingga tingkat pertama di SMPN I Ngawi. 

Kemudian meluncur ke situs Sejarah bangunan fenomenal warisan penjajahan Belanda berwujud Benteng Van Den Bosch atau yang oleh masyarakat Ngawi lebih dikenal dengan nama Benteng Pendem (karena lokasinya sengaja dibuat rendah sehingga dari kejauhan tampak terpendam).


Lokasinya pun mudah dijangkau, cukup naik becak motor atau kendaraan pribadi kita sudah  dapat menuju Benteng Pendem berjarak kurang lebih 1 km dari kantor pemerintahan Kabupaten Ngawi. Kerennya, letak benteng ini sungguh dapat diklaim strategis. Betapa tidak, benteng Pendem berada di sudut pertemuan antara Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun. Tepat nya Sungai Tumplek.

Waktu kami ke lokasi tersebut untuk tiket masuk tidak dipungut biaya alias gratis, kami pun  dapat menelusuri eksotisme benteng yang dibangun oleh pemerintah Hindia -- Belanda pada tahun 1830-- 1833, tepat pada masa bakti dari Gubernur Jenderal Van Den Bosch.

Mengetahui hal ini tentu mudah-mudah saja. Hampir di setiap ruangan ataupun bangunan benteng, entah mengapa foto dari sang gubernur jenderal selalu dipatri di dinding.

Sejarah awal mula benteng ini, pada abad ke-19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur, dan Ngawi dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam masa perang Diponegoro (1825 -- 1830).

Perlawanan melawan Belanda pada saat itu sedang puncak-puncaknya, bahkan dipimpin langsung oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo, dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo. Hingga tepat pada 1825, Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Atas dasar itulah untuk mempertahankan eksistensi, kedudukan serta fungsi strategis menguasai jalur pedagangan Belanda, sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 dihadirkan sebagai solusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun