Mohon tunggu...
Viator Henry Pio
Viator Henry Pio Mohon Tunggu... Freelancer - Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Insight bagi Guru dan Pendidikan di Tengah Kemelut Parasut Covid-19

19 Januari 2022   10:59 Diperbarui: 21 Januari 2022   15:00 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari Pixabay.com

Pendidikan bisa diibaratkan sebagai "pisau keremat" yang dengannya manusia mampu merobek peluang dan tantangan masa depan. Hal ini menjadi mungkin jika proses pendidikan berada pada poros efektivitasnya dan selalu terarah pada pembangunan manusia. Namun tak bisa dipungkiri bahwa dunia pendidikan kita sedang dicengkram kemacetan aktualitasnya karena badai covid-19.

Fenomena ini secara transparan memberikan suatu kegelisahan akan masa depan pendidikan kita. Apakah pendidikan akan ditelantarkan atau terus maju walau tunggang-langgang dalam mengadaptasikan diri ditengah situasi tidak normal ini?

Secara umum gejolak covid-19 ini telah menggeser dan membatasi faktor dasariah manusia. Sebagai pelaku sosial dan individual, terasa secara signifikan akan adanya pencengkraman proses budaya interaksi sosial. 

Normalitas interaksional tergiring pada ketidakstabilan. Pun tirai selubung relasional yang manjadi basis menyulam keakraban terlihat pecah. Padahal kesejatian intrumen interaksi inilah yang menjadi faktor fundamental dalam memberi basis simbolis pemikiran dan tindakan.

Secara spesifik terbaca dalam aspek pendidikan, jika pandemi mengobrak-abrik ketahanan relasi dan transaksi diantara manusia maka proses pembelajaran pun mengalami kekeruhan. Alasannya karena ruang pembelajaran merupakan area budaya interaksi yang menuntut pertukaran pengetahuan dan pengalaman.

Oleh karena itu, dengan jujur bisa dikatakan bahwa gempuran badai covid-19 telah mendamparkan perahu pendidikan pada dermaga kewaspadaan yang hampir konstan bahkan dilematis. Hendak berlayar takut dihadang covid-19 tetapi tinggal nyaman dipelabuhan pun mempunyai konsekuensi yang mampu membutakan arah generasi baru.

Ailton Krenak mengartikan pandemi ini dengan kejatuhan parasut yang berwarna-warni (raining "colored parachutes"). Demikian katanya; "sekarang ini kita tidak melakukan apa-apa selain jatuh. jatuh, jatuh lagi, jatuh terus-menerus. 

Mengapa ini menjadi suatu masalah yang pelik? Kita harus mengambil keuntungan sekarang dari semua kapasitas kritis kita dan kreativitas untuk membangun parasut berwarna-warni. 

Mari kita pikirkan ruang bukan sebagai tempat pembatasan, tetapi seperti kosmos sebagai tempat di mana kita bisa jatuh dengan parasut berwarna-warni."

Bila dibaca secara optimis dalam spirit edukasi, pendidikan sebagai ruang potensial yang mampu menunda akhir dunia ("postpone the end of the world"- Ailton Krenak). Karena dalam dan melalui pendidikan mampu mengubah wajah kusam kemanusiaan, memutus rantai persoalan serta menawarkan titik cerah kemajaun.

Dengan maksud pendididkan yang luhur ini, saya berpikir bahwa gambaran metaforis tentang "Parasut berwarna-warni" dari Ailton Krenak sebenarnya mengerucut pada soal ide, emosi, tindakan serta pengetahuan yang dirancang dalam dunia pendidikan yang bisa diakses secara universal untuk mengatasi problematika pembelajaran ditengah pandemi saat ini.

Untuk itu diperlukan suatu keterbukaan pikiran dan keseriusan dalam mendiskusikan proyek yang kontinyu dan progresif serta penerapannya yang kondusif. 

Hal ini telah terlihat dengan kemunculan aneka kebijakan baik dari pemerintah pusat, daerah mampun lembaga pendidikan terkait dalam upaya menciptakan pendidikan yang stabil dan efektif.

Namun beragam kebijakan ini hanyalah frasa mati bila tidak diterapakan secara maksimal oleh para pendidik. Semisal pembelajaran jarak jauh yang menggunakan media komunikasi, adakah standar media komunikasi itu dan mampukah para pendidik mengoperasikannya? 

Atau himbauan pemerintah soal fleksibilitas dan inisiatif pendidik dalam kegiatan pembelajaran serta evaluasi untuk menakar progresivitasnya selama pandemi, sudahkan hal itu diindahkan?

Mempertanyakan sistem pendidikan kita kini adalah sesuatu yang wajar. Karena Indonesia merupakan negara terbesar keempat didunia yang memiliki 45,3 dan 2,7 juta guru yang menyelanggarkan proses pendidikan. oleh karena itu, laju pendidikan harus menjadi bahan evaluasi bagi kita semua.

Sejatinya, siswa membutuhkan guru, merindukan aktivitas pembelajaran karena orang tua tidak mampu menjadi mitra guru di rumah. Kita mengetahui bahwa peran orang tua tidak pernah menggantikan guru. 

Guru adalah seorang yang profesional dengan pengetahuan spesifik dan terstruktur yang terbentuk dari studi personal dan praktek diruang kelas bersama siswa-siswi. Orang tua tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman semacam ini kecuali mereka sendiri adalah guru.

Namun kondisi rumah juga sangat tidak mendukung untuk memproduksi ruang pendidikan sekolah. Hal yang tak dielakan adalah bahwa sekolah merupakan ruang budaya dan guru adalah pelatih generasi baru.

Menjadi guru di semua tingkat pendidikan adalah menjadi agen budaya untuk pembangunan manusia. Oleh karena itu, seorang guru harus menjadi kompeten dalam mensosialisasikan metode dan konsep pembelajaran, berpartisipasi dalam narasi kehidupan setiap siswa serta mengarahkan mereka kepada kesadaran akan kewarganegaraan yang penuh melalui pengetahuan formal yang diproduksi dalam perjalanan panjangnya.

Sebenarnya pelajar dapat belajar banyak hal dalam kehidupan sehari-hari, dalam keluarga dan dalam masyarakat. Namun pembelajaran dikaktis tak bisa masuk dalam suatu pengetahuan dengan nilai yang terstruktur.

Berbeda dengan ilmu yang diserap dari sekolah yang merupakan jenis pengetahuan yang rancang dan dikembangkan secara historis dengan teknik pengajaran yang inovatif, perancangan kurikulum yang menjawabi berbagai keberagaman pengalaman manusia dan situasi dunia yang mengintarinya.

Untuk itu dibutuhkan peran guru untuk menunjukkan jalan bagi setiap siswa. Karena kita semua tergantung pada guru. Para ilmuwan digaris depan memerangi Virus Corona diajarkan oleh guru. Juga semua ilmuwan besar berasal dari jamahan tangan dingin atau didikan guru.

Bisa ditegaskan sekali lagi bahwa guru menjamin kelangsungan umum spesies manusia dengan transmisi akumulasi pengetahuan serta bertanggung jawab memimpin generasi baru untuk melanjutkan jalan sejarah kemanusiaan. Ini adalah tugas para guru yang amat berat namun mulia.

Oleh karena itu, guru dikokohkan dengan slogan "pahlawan tanpa tanda jasa". Seorang pahlawan terlihat dari totalitas pengabdiannya tanpa memperhitungkan upah. Itulah kemuliaan seorang pendidik atau guru.

Bila kita baca secara teliti dalam konteks pandemi, sudut urgensinya adalah memperhitungkan nasib para siswa. Arah dan agenda pendidikan serta nasib generasi kita. Dan tuntutannya bahwa para guru harus mempromosikan domain atau parasut warna-warni yang memungkinkan dunia pendidikan keluar dari zona abu-abu yang sedang menggerogoti kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun