Mohon tunggu...
Viator Henry Pio
Viator Henry Pio Mohon Tunggu... Freelancer - Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Jalan Mengembalikan Amnesia di Hari Chairil Anwar

28 April 2020   12:44 Diperbarui: 28 April 2020   12:56 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dari tribunnews.com

Kehidupan sebagai suatu pertualangan penuh juang dalam garis waktu. Dengan kata lain, kehidupan seperti suatu perjalanan dalam proses membangun yang entah kapan akan rampung.

Di dalam suatu perjalanan termeterai jejak-jejak, peristiwa-peristiwa parsial sebagai pecahan-pecahan kecil yang membentuk keutuhan sejarah. Setiap peristiwa sebagai standar aktualisasi potensi diri dengan semua kemungkinan, pilihan dan konsekuensinya.

Sebagai makluk rasional, manusia memiliki daya untuk menafsir, mengajukan pilihan dan melaksanakan roda kehidupan sesuai, searah strategi pencapaian. Tak dapat dielakkan bahwa hidup manusia selalu bergulir maka pergumulan tentang makna belum dan takkan bermuara.

Demikian Heidegger berujar, manusia bukanlah seperti yang kita lihat "di sini"; manusia adalah dia yang mempunyai segala kekayaan "di sana". Manusia memiliki kedalaman makna yang tidak segera terlihat. Manusia adalah pribadi yang mencari makna sekaligus lapangan pencarian makna. Ia penjelajah (pelaku) sekaligus wilayah (ruang) penjelajahan makna.

Secara eksistensial, berbagai pertanyaan krusial senantiasa mewarnai kehidupan manusia di dunia. Pertanyaan-pertanyaan itu sebagai bentuk gugatan eksistensial untuk mencari alasan mengapa manusia itu dilahirkan, bagaimana menemukan kepastian nilai dan keberakhiran suatu kehidupan. "Aku menempelkan jemariku pada eksistensiku---tidak ada sengatan baunya. Dimanakah aku? Benda apa yang dinamakan dunia ini? Siapa yang memancingku pada benda ini, dan kini meninggalkanku disini? Siapakah aku? Bagaimana aku bisa berada di dunia? Mengapa tidak dibicarakan denganku terlebih dahulu?", demikian protes Soren Kierkegaard seorang pemikir eksistensial.


Tegasnya, kelahiran kita seperti suatu keterlemparan pada dunia tanpa alasan, tanpa persetujuan, dibiarkan terlantar dalam suatu arena penuh kegelisahan dan berlalu sebagai makluk lemah yang tak mampu menahan takdir. Oleh karena itu, manusia selalu hidup dalam bayang-bayang keputusasaan.

Pergulatan eksistensial kadang mengantar manusia pada ruang keterasingan. Manusia seakan terlepas dari refleksi diri sebagai "yang teragung" dari semua ciptaan. Manusia seperti terpisah dari sejarah hidupnya sendiri dan larut dalam batasan takdir yang mengungkungnya. Manusia seperti pribadi yang terhukum tanpa daya untuk bertualang ke belakang menafsir kisahnya dan tak mampu berorentasi ke depan untuk merancang proyek masa depan.

Dalam Novelnya berjudul The Age of Reason, Jean-Paul Sartre (1905-1980) menggambarkan seoarang pahlawan bernama Matthew sebagai dosen filsafat Prancis yang berjuang untuk hidupnya melawan tentara Jerman dalam perang Dunia II.

Dalam novel ini muncul filsafat Sartre mengenai kebebasan manusia, "Dia bebas, bebas untuk apa saja,tak seorangpun berhak menasehatinya. Dia sendirian dalam kesunyian yang menakutkan, bebas dan sendiri, tanpa alasan, terhukum untuk memutuskan tanpa alasan, terhukum untuk memutuskan tanpa ada pilihan, selamanya ia tervonis bebas".

Konsistensi dan kemandirian Sartre ditunjukkan ketika ia menolak untuk hadir menerima Hadiah Nobel bagian kesusastraan tahun 1964. Alasannya bahwa penghargaan itu akan mengurangi kebebasannya dan kegiatannya sebagai pengarang akan dibekukan serta tidak ada keinginan terjeremab dalam blok-blok sosial politik waktu itu.

Walau pandangan Sartre tentang kebebasan bersifat ekstrim namun ada komitmen hidup yang patut ditekuni. Kalau manusia lupa bahwa ia dilahirkan sebagai pribadi yang bebas, bebas untuk, bebas dalam segalanya termaksud bebas untuk membatasi dirinya maka ia akan terjerumus, dihantar memasuki wilayah kekosongan, kehampaan dan kesia-siaan bahkan penindasan.

Chairil Anwar (1922-1949), seorang penyair kurus berwajar tirus dengan mata merah dalam karya-karyanya seakan mempertegas sisi-sisi keberadaan manusia. Dalam sajak-sajak menguak sisi pesimis, "aku ini binatang jalang, dari kumpulan terbuang", sifat kepasrahan yang tertuang dalam kalimat menjelang akhir hidup bahwa "hidup hanya menunda kekalahan" tetapi juga optimismenya, "aku ingin hidup seribuh tahun lagi".

Akhirnya kita dapat menilai bahwa kehampaan hidup yang dilatari berbagai pertanyaan eksistensial yang membingungkan terjadi karena proses pendakian itu tidak disertakan penggalian akan nilai. Suatu keterlepasan dengan refleksi tentang makna. Pengalaman tidak dihargai. Peristiwa keseharian hidup dibiarkan terlantar tanpa ada pencerapan intuitif batin yang mendalam. Apalagi kalau kita tervonis amnesia yang dengan gambang melupakan jejak kehidupan.

"Kita lupa kalau hidup bukan saja sebuah rahmat yang harus dinikmati tetapi juga harus digeluti". Kita dengan demikian hanya seorang yang mengarungi samudera penuh kegelisahan dan terpuruk bahkan nyaman sebagai kumpulan yang terbuang. Itu pedihnya suatu kehidupan terlepas, berjarak dengan nilai atau makna.

Pada titik ini, muncul pertanyaan yakni apa sarana yang tepat dimana manusia dapat bercermin untuk keberlangsungan hidupnya? Bagaimana manusia melukis, berdamai  serta membangun visi kehidupannya?

Hemat saya, dari sekian banyak sarana salah satunya adalah karya-karya seni terkhusus karya sastra. Karya sastra selain sebagai gambaran kekuatan imajinatif tapi juga memuat unsur realistis atas kehidupan. Karya sastra sebagai cermin eksistensial. Dinamika dalam karya-karya sastra sebenarnya usaha untuk mengembalikan jejak yang terlupakan

Lewat kehadiran karya-karya sastra juga sebagai cara untuk mempertajam ingatan (memoria). Ingatan menyediakan peristiwa masa lalu sebagai yang belum selesai entah itu pengalamn penderitaan maupun kebahagian. Bagi Walter Benyamin, memahami sejarah malalui ingatan berarti menelusuri dimensi historis yang mempunyai relevansi nilai bagi kita

Dengan pengertian yang lain, ingatan menggiring orang pada lingkup pembebasan dari belenggu hal-hal artifisial. Ingatan membawa keselamatan karena penghayatan nilai secara benar. 

Disini, sastra menyediakan ruang dengan menghadirkan peristiwa untuk diingat, dikenang dan dihayati bahkan dikembangkan. Karena karakter sastra yang diakronis (bersama waktu) dalam mempelajari wilayah kehidupan serta menimba makna untuk suatu kehidupan.

Sastra sebagai pengembalian jejak yang terlupakan mendapat cirinya dalam melukiskan peristiwa kehidupan. Maka tugas sastra selain sebagai suatu pengembangan daya fiksi tapi juga penggambaran konkret tentang suatu kejadian. Sastra mengangkat pengalaman dimana setiap pengalaman bersifat ekslusif yang selalu dipelihara sebagai suatu "kepunyaan" yang berharga.

Paul Rioeuer dalam usaha membangun hermeneutika tentang "kedirian" (selfhood), menjelaskan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan eksistensial. Pertanyaan selalu tentang siapa yang merujuk pada aktivitas diri. Ini pertanyaan konkret. Dengan pertanyaan konkret sebenarnya manusia menanyakan dirinya sendiri. Manusia melihat diri sebagai bagian dari cerita yang tengah dikisahkan.

Melalui cerita, identitas manusia terungkap. Sastra mencitrakan elemen "kedirian" manusia yang terjadi dalam waktu dan sedang beranjak untuk mencapai kepenuhannya. 

Demikian sastra dapat dikatakan sebagai media yang menjiwai manusia untuk bermenung sekaligus mencetuskan makna baru serta mengatakan dan bertindak secara baru pula. Akhirnya, kita mengamini sebuah pepatah, "Ars longa, vita brevis"-"hidup itu singkat, seni itu abadi".

Selamat hari Puisi Nasional

Mengenang Chairil Anwar

Tuilsan ini pernah dimuat dalam blog pribadi "Memoria utopis. com"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun