Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menimbang Resiko Tunai dan Non Tunai

7 Juni 2015   02:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432457141243899943

[caption id="attachment_419726" align="aligncenter" width="499" caption="gambar dari: bisniskeuangan.kompas.com"][/caption]

Selama ini masyarakat kita sudah sangat familiar dengan uang tunai (kertas dan logam) sebagai alat transaksi sehari-hari. Padahal belakangan ini perkembangan teknologi sistem pembayaran memungkinkan kita menggunakan instrumen pembayaran non-tunai untuk memudahkan transaksi. Penggunaan uang tunai memiliki sejumlah kelemahan seperti misalnya:


  1. Membawa uang tunai dalam jumlah besar kurang praktis
  2. Rawan tindak kriminal, seperti begal, pencurian dan lain-lain.
  3. Uang tunai rawan penyelewengan, seperti mark up, money laundry dan lain-lain.
  4. Membutuhkan waktu transaksaksi yang lebih lama, misalnya antrian di kasir tol, menunggu kembalian di supermarket dan lain-lain. PT. Jasa Marga (Operator Tol) mengeluarkan uang tunai untuk kembalian kurang lebih Rp 2 miliar per hari.
  5. Pengelolaan uang tunai butuh biaya yang besar. Bank Indonesia harus mengeluarkan biaya operasional yang besar, sekitar Rp 3 Triliun per tahun untuk mengelola uang tunai (meliputi perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, dan pemusnahan)

Kendala-kendala ini bisa diatasi jika kita menggunakan instumen pembayaran non tunai yaitu Uang Elektronik dan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu). Manfaat lain penggunaan instrumen pembayaran non tunai terutama bagi BI selaku tangan pemerintah untuk menjaga kestabilan moneter adalah meningkatkan sirkulasi perputaran uang (money velocity), meningkatkan akses sistem keuangan kepada segmen masyarakat inklusif keuangan dan meningkatkan keakuratan pencatatan keuangan yang membantu pemerintah membuat perencanaan keuangan jangka pendek maupun panjang.

Oleh karena itu sejak 14 Agustus tahun lalu, Bank Indonesia giat mensosialisasikan penggunaan pembayaran non tunai kepada masyarakat. Rasio transaksi perdagangan yang menggunakan instrumen non tunai di Indonesia memang masih tergolong rendah, baru berada di kisaran 0,6%. Bandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand (2,8%), Malaysia (7,7%) dan Singapura (44,5%).

Pertanyaan yang kemudian biasa muncul menyikapi sebuah perubahan adalah

Bagaimana Resikonya?

Pertanyaan mengenai resiko ini juga muncul dari beberapa peserta Nangkring Kompasiana-Bank Indonesia Jelajah Non Tunai yang berlangsung di Bank Indonesia perwakilan Makassar kemarin (23/05). Ibu Katrina, narasumber dari BI memberikan jawaban yang menyejukkan. Rasanya sudah hukum alam kalau segala hal yang mendatangkan manfaat bagi manusia juga memiliki resiko yang menyertainya. Begitu pula dengan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan seperti misalnya instrumen pembayaran non-tunai ini. Resiko terbesar adalah masalah security atau keamanan sistem. Oleh karena itu infrasktruktur pendukung juga terus menerus dibangun dan dibenahi. Bank Indonesia selaku regulator  dan pelaku industri seperti ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) mesti bermitra secara strategis dan terpadu untuk terus meningkatkan keamanan sistem pembayaran.

Jawaban senada diungkapkan pak Diki, narasumber dari ASPI. Operator sistem pembayaran mesti selalu meng-update sistem mereka dengan teknologi dan sistem terbaru untuk menekan resiko tersebut. Pak Diki menggunakan bahasa “seperti kejar-kejaran” dengan perkembangan teknologi dan infrasktruktur sistem untuk menjelaskan bagaimana usaha mereka menjaga sistem pembayaran tetap aman dan nyaman untuk penggunanya.

Namun resiko juga kadang terletak pada kelalaian user alias pengguna jasa sistem pembayaran. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh peningkatan konsumsi dan perkembangan masyarakat kelas menengah menjadikan Indonesia target besar bagi para pelaku pasar. Di sisi lain, masyarakat belum sepenuhnya “siap mental” menghadapi gempuran produk barang dan jasa juga derasnya arus informasi yang mengikuti perkembangan teknologi. Akibatnya masyarakat rentan terhadap kejahatan berbasis teknologi informasi.

Kesimpulannya, baik melakukan pembayaran secara tunai maupun non tunai keduanya memiliki resiko. Namun dengan memanfaatkan instrumen pembayaran non tunai, Bank Indonesia selaku fasilitator sistem pembayaran lebih memiliki otoritas untuk meminimalkan resiko tersebut. Pembenahan sistem yang terus menerus disertai dengan penguatan regulasi diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan keamanan transaksi non-tunai. Kalaupun terjadi masalah karena kebocoran sistem, operator sistem pembayaran dan Bank Indonesia masih mampu melakukan intervensi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Seperti misalnya kisah yang diposting Kompasianer Fey Down beberapa hari lalu mengenai penipuan dunia maya yang mengakibatkan korban mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening bank yang terkait dengan pelaku. Untunglah korban keburu sadar dan mengambil langkah cepat menghubungi bank terkait juga aparat kepolisian. Akhirnya masalah tersebut bisa diselesaikan, dan kerugian korban dapat diminimalkan dengan fasilitasi pihak bank.

Bandingkan dengan resiko yang menyertai instrumen pembayaran tunai, seperti terkena begal di jalanan, kecurian, mark up dan lain-lain. Bank Indonesia tidak bisa berbuat banyak untuk meminimalkan resiko tersebut, karena semuanya kembali kepada si pemegang uang dan situasi kondisi di sekitarnya. (PG)

Referensi:
materi Kompasiana Nangkring Jelajah Non Tunai Makassar

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun