Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Putus di Hari Valentine

14 Februari 2020   20:34 Diperbarui: 14 Februari 2020   20:30 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: www.pinterest.com › pin

"Ah, nggak usah, Mak. Lain kali aja," Dwita buru-buru pulang sambil membendung kesedihannya.

Sial! Dia langsung masuk ke kamar dan merebahkan diri di atas kasur. Setelah berdiam diri beberapa saat, dia pun mengambil beberapa buku bacaan dari laci lemarinya. Siapa tahu dengan membaca buku, pikiran galaunya bisa teralihkan.

Buku pertama adalah sebuah buku Motivasi. Dwita membuka halamannya secara acak dan membaca apa yang muncul di situ. Tapi baru membaca satu kalimat, dia langsung membuang buku itu ke atas kasur. Soalnya tulisan yang muncul adalah

...sandarkanlah dirimu pada cinta yang tulus tanpa pamrih...

Dwita mengganti buku. Kali ini buku bertema sejarah. Eh, halaman yang terbuka tentang kisah cinta Ken Arok dan Ken Dedes. Dwita jadi galau kembali. Dia pun mengganti buku lagi. Biar tidak salah lagi, kali ini dia mengambil buku pelajaran Fisikanya. Tapi semakin dibaca, yang tertulis di buku itu justru semakin menyakitkan.

...jika A adalah jarak dari hatiku ke hatimu, dan B adalah besar cintaku padamu, maka B = Maaf Kita Harus Putus... 

Air mata Dwita tak terbendung lagi, dia langsung mengganti halaman.

.... Jika hukum aksi dan reaksi ditemukan oleh Isaac Newton, maka hukum cinta tak terbalas ditemukan oleh Isaac Tangis....

Dwita membuang buku itu ke lantai dan menangis tersedu-sedu di atas kasurnya.

Saat sedang menangis, dia mendengar suara tawa kecil. Dia terkejut, dan menoleh ke kanan kiri untuk mencari asal suara itu. Ternyata suara itu berasal dari boneka panda di sudut meja belajarnya. Awalnya hanya tawa kecil, tapi tawa meledek boneka panda itu makin lama makin besar dan makin terdengar menyakitkan. Lalu bukan hanya boneka panda yang menertawainya. Tawa lain terdengar dari boneka kucing, boneka harimau, gagang pintu, laci lemari bahkan lampu kamar juga ikut menertawainya.

Dwita jadi makin sedih, juga mulai ketakutan. Tawa lampu kamar semakin keras, hingga tak bisa menahan dirinya sendiri dan pecah berhamburan. Kamar kini jadi gelap gulita. Tapi suara tawa dari benda-benda di kamarnya semakin keras, bahkan kegelapan juga mulai tertawa terbahak-bahak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun