Pipi Tasya tambah bersemu. "Kamu pinter gombal juga ya."
Ridho tersenyum. "Aku gak main-main, Sya. Terutama di bagian, jadi cowok kamu. Tapi terserah, kamu mau anggap itu gombalan juga gak apa-apa. Eh, tahu nggak, waktu SMP kamu itu cinta monyet aku."
Terdengar bunyi klakson mobil dari luar rumah. Ridho menunjuk ke pintu dengan jempolnya.
"Itu kode buat aku. Oke Tasya, senang banget bisa ketemu kamu. Nanti kita telpon-telponan lagi ya,"
"Oke Ridho. Aku juga senang bisa ketemu kamu lagi." Tasya ikut berdiri.
Keduanya kembali canggung, mau salaman atau cipika cipiki untuk menuntaskan pertemuan itu. Akhirnya mereka pun ber-high-five ria sambil tertawa sebelum akhirnya Ridho keluar dari ruang tamu.
Dari balik pagar depan, Tasya bisa melihat Honda Sigra hitam metalik yang menjemput Ridho berputar balik lalu berjalan perlahan-lahan menyusuri jalanan kompleks dan menghilang di antara tirai malam.
Tasya menutup pintu dengan semringah. Masih bisa tercium aroma woody dari parfum Ridho. Kata-kata Ridho juga masih terngiang-ngiang jelas di telinganya. Dia rasanya berada di awan-awan saat ini.
Ridho, tahu nggak, kamu juga cinta monyet aku, batin Tasya.
__
Setelah mama papanya sampai di rumah, mereka masih sempat mengobrol beberapa saat sebelum Tasya masuk ke kamar, membersihkan sisa-sisa make up yang masih melekat, lalu merebahkan diri ke tempat tidur. Walaupun sisa make up sudah bersih, senyum manis masih melekat di wajahnya.