Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Kabar RUU-PPK?

9 Februari 2019   19:40 Diperbarui: 9 Februari 2019   20:29 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebabnya jelas, ibadah berkaitan dengan keselamatan jiwa. Maka, kebaktian tetap diselenggarakan meskipun yang hadir dapat dihitung dengan jari, meskipun didera hujan deras disertai angin badai, meskipun Blackpink konser di gedung sebelah.

Lagipula, penentuan kuota minimum seringkali memantik konflik dalam relasi umat beragama. Kita ingat betul contoh yang masih membekas, yaitu polemik SKB 3 menteri. Keputusan trio menteri yang tidak lagi bersama ini mensyaratkan dukungan minimal 60 (enam puluh) orang penduduk untuk mendirikan sebuah rumah ibadah. Ormas-ormas radikal mono-neuron paling sering memakai dalih-dalih numeris ini untuk membenarkan kekerasan terhadap penganut agama lain.

Pemerintah Sebagai Patron Agama
Apa yang paling dibutuhkan oleh pendidikan keagamaan formal dan non-formal adalah jaminan keamanan. Sekali lagi,  j a m i n a n    k e a m a n a n    t i t i k    h a b i s. Bukankah ini diamanatkan dalam sila pertama Pancasila, dan amanat UUD NRI 1945 Pasal 29 dan 31? Artinya, DPR dan pemerintah diharapkan menjadi pelindung dan pengayom kegiatan keagamaan dan pemuka agama.

Memang, ada iktikad baik ini tertuang di dalam RUU-PPK. Disebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak hanya berkewajiban menjamin penyelenggaraan pendidikan keagamaan secara adil dan tanpa diskriminasi (Pasal 160), tetapi juga wajib mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraannya (Pasal 161 ayat 1).

Tentu saja, manfaat sebesar-besarnya dari kebijakan ini akan dialami jika disertai fungsi pengawasan. Pasal ini, menurut hamba, dapat mengamanatkan fungsi tersebut kepada Forum Kerukunan Umat Beragama tingkat daerah. Dan, saya meramalkan ujung-ujungnya nanti KPK akan beraksi.

Saya akan mengakhiri dengan mengungkapkan secercah harapan saya.

Saya berharap, celah-celah di dalam RUU ini dapat segera ditambal. Jangan lagi sampai  "bocor." Saya akui, sebagian poin di dalamnya memuat kebaikan. Kita tidak boleh "membuang air sisa mandi bayi beserta bayinya."

Memang, tidak ada RUU yang sempurna, tetapi yang terbaik adalah yang dapat menawarkan dan menjamin keadilan seluas-luasnya. Jangan sampai sebuah produk hukum, sekecil apapun, menggenapi peringatan dari St. Agustinus: "Sebuah hukum yang tidak adil bukanlah hukum."

Salam lima jari: Pancasila harga mati!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun