Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Narasi Sekolah Dasar (di) Asmat

24 Desember 2018   06:17 Diperbarui: 24 Desember 2018   07:20 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pembukaan (dokpri)

"Saya identifikasi ada tiga tipe guru di Asmat yaitu guru profesi, guru terpanggil dan guru kebetulan. Guru kebetulan adalah mereka yang sudah melamar di berbagai tempat, tetapi tidak ada pekerjaan sehingga melamar menjadi guru honor atau guru kontrak. Biasanya guru seperti ini bukan berlatar belakang pendidikan guru. Guru profesi adalah mereka yang menguasai perangkat pembelajaran dan mendidik anak-anak. Sedangkan guru terpanggil adalah mereka yang mengajar dengan hati, tulus-ikhlas. Guru-guru ini datang ke Asmat untuk melayani, bukan mencari keuntungan ekonomi," tutur Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat, Donatus Tamot saat berdikusi dengan Tim LANDASAN di Hotel Sang Surya, Keuskupan Agats, 20 Mei 2017 silam.

Benang kusut penyelenggaraan Sekolah Dasar (SD) di Asmat seakan sulit terurai. Sekolah Dasar sebagai "tiang umpak" meletakkan dasar rumah masa depan Asmat sedang keropos. Pemerintah daerah kabupaten Asmat melalui Dinas Pendidikan berupaya membenahi pendidikan dasar di Asmat. Berbagai langkah strategis dilakukan seperti Pemberian Makan Anak Sekolah (PMAS), pelantikan kepala sekolah, pengangkatan guru kontrak dan guru honor serta perbaikan fasilitas sekolah.

Berbagai terobosan tersebut, secara perlahan berdampak positif pada perbaikan tata kelola Sekolah Dasar (SD) kota Agats sebagai pusat pemerintahan kabupaten Asmat. Perbaikan tata kelola SD pun mulai terjadi di pusat Distrik lainnya, seperti  Distrik Akat dan Atsj. Meskipun demikian, proses belajar mengajar di sekolah-sekolah yang terletak di kampung-kampung terpencil (pedalaman), belum berjalan efektif karena berbagai alasan yang perlu mendapatkan penanganan segera.

Apa akar permasalahan Sekolah Dasar (SD) di Asmat? Apa kebijakan yang perlu diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pengelolaan SD di Asmat? Siapa yang bertanggung jawab terhadap perbaikan pelayanan penyelenggaraan pendidikan SD di Asmat?

1. Menemukan Akar Masalah 

Wilayah Asmat memiliki karakter geografis yang unik. Asmat terdiri atas tanah dataran rendah, sungai dan rawa. Sarana transportasi yang menghubungkan kota Agats ke pusat Distrik (Kecamatan) dan kampung-kampung menggunakan speed boat, long boat atau perahu dayung.

Alam Asmat menyediakan makanan melimpah. Di hutan-lebih tepat dusun-tersedia sagu, ikan, babi hutan, kasuari, sayur paku dan lain-lain. Orang Asmat pergi mengambil makanan di dusun. Mereka mengambil secukupnya. Apabila persediaan makanan sudah habis, mereka akan pergi lagi ke dusun untuk mengambil makanan.

Dari sisi budaya, orang Asmat memiliki kemampuan mengukir yang menakjubkan. Mereka mengukir tanpa sketsa. Mama-Mama Asmat memiliki kemampuan mengayam. Mereka menganyam noken dan berbagai hiasan dinding. Selain mengukir dan menganyam, orang Asmat memiliki kemampuan menari dan menyanyi. Berbagai syair, lagu dan puisi mengisahkan relasi harmonis mereka dengan Tuhan Allah, leluhur, alam semesta dan sesama manusia.

Orang Asmat, pada diri mereka sebagaimana yang diwariskan oleh para leluhur memiliki kemampuan adaptasi dengan alam. Mereka memahami cara-cara praktis memelihara kelangsungan hidup di masa depan. Seluruh hidup: sehat, bahagia, pesta, sakit, duka, seluruhnya dikaitkan dengan relasi dengan Tuhan Allah, leluhur, alam semesta dan sesama manusia. Mereka memelihara keseimbangan hidup.

Jew (rumah adat orang Asmat) menjadi pusat hidup dan masa depan orang Asmat. Di dalam Jew itulah, orang Asmat, melalui tua-tua adat berbicara dan mengambil keputusan tentang hidup dan masa depan orang Asmat. Karena itu, Jew merupakan tempat yang sakral bagi orang Asmat.

1.1. Kondisi geografis dan pola hidup orang Asmat

Untuk menemukan akar permasalahan pendidikan, terutama Sekolah Dasar (SD) di Asmat, perlu memahami kondisi geografis Asmat, budaya dan adat-istiadat serta pola mengambil makanan (konsumsi). Pemahaman mendalam terhadap karakter hidup orang Asmat hanya bisa diperoleh melalui studi yang menyeluruh tentang orang Asmat. Karena itu,  setiap pribadi yang datang ke Asmat untuk melayani orang Asmat, perlu belajar kondisi hidup orang Asmat.

Para pelaku perubahan yang berasal dari luar Asmat, selalu mengajukan pertanyaan, "Apakah orang Asmat merasa bahwa pendidikan merupakan kebutuhan?" Pertanyaan ini lahir dari pengalaman perjumpaan dengan orang Asmat di kampung-kampung di Asmat, yang memperlihatkan bahwa proses belajar mengajar tidak berjalan efektif karena sebagian besar anak-anak usia sekolah tidak datang ke sekolah. Anak-anak dibawa oleh orang tuanya ke dusun (bevak) untuk mengambil makanan.

"Saya pernah pergi cari anak-anak sekolah di bevak. Saya bawa mereka pulang ke kampung untuk sekolah," tutur Pastor Paroki St. Martinus de Pores Ayam, Pastor Vesto Maing, Pr. Hal senada diungkapkan oleh Kepala SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam, Herlina Silubun. "Orang tua membawa anak-anak pergi cari makan di dusun sehingga para guru harus mencari anak-anak sampai di dusun dan membawa mereka pulang ke kampung untuk bisa sekolah," ungkap Herlina.

Di Asmat, merupakan hal lumrah ketika orang tua membawa anak-anak ke dusun pada saat mencari makanan. Sebab, kalau anak-anak tinggal di kampung, siapa akan menjamin hidup anak-anak tersebut? "Kalau orang tua kasih tinggal anak di kampung, siapa akan kasih makan mereka?"

"Orang tua bawa anak ke dusun, karena kalau anak tinggal di kampung siapa yang akan urus mereka punya makan dan minum? Kalau di Simini, saya biasa pergi cari anak-anak di dusun dan bawa mereka pulang ke kampung supaya bisa sekolah. Saya jamin mereka punya makan dan minum," tutur kepala kampung Simini, Dorce Tojim.

Menyikapi keseringan orang tua membawa anak-anak ke dusun sehingga mereka tidak bisa bersekolah, Kepala Dinas Pendidikan, Donatus Tamot memiliki ide supaya pemerintah kabupaten Asmat membangun sekolah berasrama di setiap Distrik di kabupaten Asmat. Di dalam asrama, anak-anak Asmat dididik dan dibina untuk memiliki masa depan yang baik. "Untuk Asmat, kita harus terapkan pendidikan berpola asrama. Kita perlu bangun asrama di pusat Distrik. Asrama dilengkapi dengan pembina dan fasilitas pendidikan. Di sanalah anak-anak Asmat mendapatkan pendidikan berkualitas," tutur pria asal Mandobo ini.

Pria yang meniti karir sebagai guru di Asmat ini menuturkan bahwa di setiap kampung cukup ada kelas kecil (kelas 1-3 SD). "Kalau anak sudah di kelas  4 SD, dia pindah ke kelas besar (kelas 4-6) di pusat Distrik. Di sana, dia tinggal di asrama dan belajar. Pemerintah menjamin anak-anak punya hidup di asrama," tuturnya.

Don telah lama mengusulkan pendidikan berpola asrama di setiap pusat Distrik, tetapi sampai saat ini idenya tidak kunjung terealisasi. Usahanya untuk menata pendidikan di Asmat melalui "grand desain" pendidikan Asmat masih menemui jalan buntu. Meskipun demikian, ia tetap optimis bahwa ke depan perlu ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pendidikan konteks Asmat.

Tokoh intelektual Asmat, Bonefasius Jakfu dalam diskusi tentang "grand desain" pendidikan Asmat menegaskan bahwa saat ini, tidak boleh lagi mengajukan pertanyaan, "apakah orang Asmat merasa pendidikan sebagai kebutuhan atau tidak?" Ia menegaskan bahwa seiring kemajuan zaman, orang Asmat harus "dikondisikan" supaya merasa bahwa pendidikan sebagai kebutuhan primer dalam hidup mereka untuk menjawab tantangan hidup di masa depan.

"Kita harus mengatur supaya orang Asmat bisa bersekolah dengan baik. Orang Asmat harus merasa bahwa pendidikan merupakan kebutuhan untuk masa depan mereka. Sebab, melalui pendidikan berkualitas, orang Asmat bisa maju seperti orang lain di luar Asmat," tegas pria yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perhubungan Kabupaten Asmat ini.

1.2. Kepala Sekolah, Guru dan Sarana Penunjang

Berbicara tentang penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) tidak pernah terlepas dari peran kepala sekolah. Team Leader (TL) LANDASAN Papua, Donatus Klaudius Marut, ketika berbicara di depan para kepala SD di kabupaten Asmat, pada pelatihan Manajemen Kepala Sekolah mengatakan bahwa kemajuan suatu sekolah sangat ditentukan oleh peran kepala sekolah.

"Dalam diskusi dengan sepuluh Kepala Dinas Pendidikan di wilayah kerja LANDASAN di Papua dan Papua Barat, kami menemukan bahwa karakter kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan kemajuan sekolah. Kalau manajemen sekolah dikendalikan oleh kepala sekolah dengan baik, sekolahnya pasti baik; kalau kepala sekolah disiplin, sekolah pasti baik," tuturnya pada pembukaan pelatihan Manajemen Kepala Sekolah di Agats, 4 September 2018.

Ia menambahkan bahwa permasalahan lain yang dihadapi oleh sekolah terkait rendahnya tingkat kehadiran guru dan siswa di sekolah. Tetapi, semua itu bisa teratasi apabila kepala sekolah aktif dan disiplin dalam memimpin sekolah.

Kompleksitas permasalahan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Asmat tidak terlepas dari tenaga guru. Spesialis Pendidikan LANDASAN, Soeharto menegaskan bahwa permasalahan guru di Asmat bukan terletak pada jumlahnya, tetapi pada distribusi (persebaran) guru ke setiap sekolah yang berada di kampung-kampung.

"Berdasarkan data yang ada, kami menemukan bahwa telah terjadi penumpukan guru di pusat kota Agats dan di pusat Distrik. Guru mendapat SK di sekolah di kampung-kampung, tetapi meminta nota dinas untuk bertugas di Agats dan pusat Distrik."

Hal senada diungkapkan oleh Koordinator LANDASAN Distrik Atsj, Agustinus Monsa. "Guru ada di pusat Distrik Atsj. Di SD YPPK St. Paulus Atsj dan SD Inpres Atsj. Tetapi, sekolah yang ada di Amanamkai, Ambisu, Bipim, Bine dan Sogoni, hanya ada satu dua guru di sana."

Kondisi serupa terjadi Distrik Akat. Sekolah-sekolah yang berada di luar pusat Distrik Akat seperti SD Inpres Fakan, SD Inpres Beco, SD Inpres Yuni dan SD Inpres Buetkwar, proses belajar mengajar tidak berjalan efektif karena kepala sekolah dan guru-guru tidak berada di kampung untuk mengajar.

"Saya dan Pastor pergi ke kampung Fakan, Beco, Yuni, Buetkwar untuk ambil data, kami tidak ketemu kepala sekolah. Hanya ada satu dua guru honor dan PNS. Guru PNS juga baru datang ke kampung setelah beban kerja dan gaji ditahan," tutur Arita.

Pastor Vesto Maing menambahkan. "Saya kaget karena ada guru yang kasitau ke saya bahwa dia sudah tugas 4 tahun di kampung, tetapi saya tidak pernah lihat dia. Ternyata dia baru datang ke kampung karena beban kerja dan gaji ditahan," kisahnya.

Masa depan SD di kampung-kampung terpencil di Asmat sangat ditentukan juga oleh peran kepala sekoah. Dinas Pendidikan Asmat harus mengangkat dan menempatkan kepala SD yang bertanggung jawab, terbuka dan jujur dalam mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Di Asmat, ada SD yang membuat laporan pertanggung jawaban pengelolaan dana BOS sangat bagus, tetapi di sekolah tidak ada perbaikan apa pun. Dana ratusan juta yang menjadi hak anak-anak dan dikelola untuk perbaikan sekolah tidak berdampak pada perbaikan sekolah dasar.

"Kepala sekolah tinggal di Agats. Dia urus politik saja. Dia jarang sekali datang ke kampung. Dia punya anak tinggal dengan kami di kampung," tutur Arita Meak menirukan ucapan warga kampung Buetkwar. 

Kondisi serupa terjadi di Fakan, Yuni dan Beco. Proses belajar mengajar tidak efektif karena kepala sekolah dan guru-guru memilih tinggal di Agats. Pengelolaan dana BOS tidak terbuka. Semua diurus oleh kepala sekolah. Dampaknya, sekolah mati suri.

Guru tidak aktif di kampung-kampung terpencil merupakan dampak dari minimnya fasilitas penunjang di kampung-kampung tersebut. Pemerintah mengirim guru ke kampung tanpa menyediakan fasilitas rumah guru yang memadai.

"Saya dilantik menjadi kepala SD YPPK St. Antonius Yepem. Saya datang ke Yepem tetapi tidak ada rumah guru. Saya tinggal di pastoran. Saya malu juga karena Pastoran itu rumah untuk Pastor bukan untuk guru, tetapi saya harus tinggal di pastoran karena tidak ada rumah guru," tutur Kepala SD YPPK St. Antonius de Padua Yepem, Maria Goreti Yonathan.

Romanus Meak, salah satu guru senior di Asmat menuturkan bahwa masa depan suatu daerah sangat ditentukan oleh pendidikan dasar, terutama pendidikan SD. "Kita bicara pendidikan harus bagus, maka pemerintah harus perhatikan kesejahteraan guru. Kalau guru punya kesejahteraan hidup bagus, pasti mereka tinggal di kampung dan mengajar dengan baik. Tetapi, kalau guru tidak sejahtera, maka mereka tidak akan betah tinggal di kampung dan mengajar anak-anak," tegas pria yang mendapat penghargaan dari Presiden Jokowi terkait inovasi pertanian di Yufri ini.

 

2. Kebijakan Pendidikan Dasar Konteks Asmat

Membaca peta permasalahan pendidikan dasar, terutama Sekolah Dasar (SD) di Asmat tampak sederhana, tetapi sulit terurai. Sudah enam belas tahun, Asmat menjadi kabupaten sendiri, terlepas dari kabupaten Merauke. Namun, sampai saat ini, tidak ada Peraturan Daerah yang secara spesifik mengatur tentang pendidikan konteks Asmat.

Kebijakan pendidikan di Asmat masih bersifat situasional dan parsial, tidak bersifat holistik dan berkelanjutan sehingga tidak menyelesaikan akar permasalahan pendidikan di Asmat. Kondisi inilah yang mendorong Kepala Dinas Pendidikan, Donatus Tamot getol menyuarakan pentingnya "grand desain" pendidikan Asmat, tetapi sampai saat ini belum terwujud.

Bupati Asmat, Elisa Kambu memiliki program unggulan di bidang pendidikan yaitu Pemberian Makan Anak Sekolah (PMAS). Program ini menyedot anggaran puluhan miliar. Dampaknya, anak-anak rajin datang ke sekolah karena ada makanan di sekolah.

"Anak-anak sekarang rajin datang ke sekolah karena di sekolah ada makanan. Kalau tidak ada makanan, mereka tidak mau datang ke sekolah," tutur Manfred Rumlus, Kepala SD Persiapan Negeri Mbait. Sekolah-sekolah lain yang menerima program PMAS mengalami kondisi serupa.

Di satu sisi, PMAS memberikan ruang peningkatan gizi yang lebih luas kepada anak-anak Asmat. "Setelah ada PMAS anak-anak rajin ke sekolah. Mereka punya badan juga sehat dan bersih," tutur Donatus Tamot.

Di sisi lain, PMAS telah meredusir peran-peran orang tua sebagai penanggung jawab utama pendidikan anak-anak. Orang tua akan merasa mereka tidak perlu memperhatikan makan dan minum anak-anak karena sekolah sudah menyiapkannya.

Selain itu, pemanfaatan dana PMAS minim monitoring dan evaluasi. Bahkan ada sekolah yang dana PMAS diatur sedemikian rupa untuk kepentingan kepala sekolah. Seluruh dana hanya diketahui oleh kepala sekolah. Para guru pun tidak tahu. Padahal, dana tersebut dimaksudkan untuk belanja makan bagi anak-anak dan harus dikelola secara terbuka di sekolah.

Anggaran yang besar untuk PMAS sekaligus memangkas program lainnya. Misalnya, program pelatihan peningkatan kapasitas guru kelas kecil, perbaikan sarana dan prasarana sekolah, dan lain-lain. "Saya sudah usulkan supaya ada anggaran untuk pelatihan peningkatan kapasitas bagi para guru, tetapi tidak disetujui," tutur Lorensius Lorang, Kepala Seksi Ketenagaan Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat.

Kepala SD YPPK St. Martinus de Pores Ayama, Herlina Silubun sedang berbicara tentang masa depan sekolahnya pada saat pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Ayam, 23 Mei 2018. Dok. LANDASAN.
Kepala SD YPPK St. Martinus de Pores Ayama, Herlina Silubun sedang berbicara tentang masa depan sekolahnya pada saat pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Ayam, 23 Mei 2018. Dok. LANDASAN.
3. Keterlibatan Pemangku Kepentingan

Orang Asmat memiliki modal relasi sosial yang sangat tinggi. Relasi kekeluargaan telah mewarnai seluruh hidup hidup orang Asmat. Relasi sosial tersebut menjadi kekuatan untuk memulai proses transformasi sosial di bidang pendidikan, khususnya sekolah dasar di kampung-kampung di Asmat.

Selama ini, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Asmat, masih dipandang sebagai urusan Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat. Seluruh urusan tentang sekolah di kampung masih menjadi urusan Dinas Pendidikan. Pemerintahan kampung, tokoh adat, perempuan dan pemuda tidak terlibat dalam proses penyelenggaraan SD di kampung.

Contoh sederhana, sebagian besar SD di Asmat tidak memiliki Komite Sekolah. Kalaupun ada Komite Sekolah, hanya sebagai pelengkap untuk pencairan dana BOS. "Kalau kita bikin Komite Sekolah, nanti mereka minta honor," tutur Hesti Letsoin, guru di SD Inpres Syuru.

3.1. Melibatkan Orang Tua Siswa

Orang tua masih melihat sekolah sebagai "benda asing" dalam kehidupan mereka. Sekolah tidak menjadi bagian dari hidup mereka. Karena itu, mereka selalu menuntut bayaran ketika terlibat dalam kegiatan di sekolah.

Pemerintah daerah kabupaten Asmat pun telah mengeluarkan edaran terkait pelarangan pungutan bagi pendaftaran siswa. "Sekolah gratis" menjadi trend ambigu. Di satu sisi memberikan peluang bagi seluruh anak usia sekolah mengakses pendidikan dasar. Di sisi lain, mengendorkan peran dan tanggung jawab orang tua bagi pendidikan anak-anak.

Sebenarnya, tidak ada "sekolah gratis". Pendidikan itu mahal. Seluruh biaya pendidikan ditanggung oleh negara. Karena itu, pilihan kata "sekolah gratis" tidak tepat dalam konteks pendidikan.

Apa pun alasannya, orang tua memiliki tanggung jawab pertama dan utama dalam pendidikan anak. Sebab, orang tualah yang mempunyai anak. Mereka pula yang harus menggerakkan anak-anak ke sekolah.

Orang tua juga harus terlibat dalam seluruh proses penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar di kampung. Misalnya, di Yepem, Kepala Sekolah, Maria Goreti Yonatan membentuk komite sekolah. Ia mengajak warga kampung bersama komite sekolah rapat. Kemudian, di dalam rapat tersebut disepakati dana solidaritas sebesar Rp 5.000 per siswa setiap bulan.

"Waktu rapat komite sekolah, saya usul per siswa dua ribu rupiah, tetapi Bapak/Ibu minta supaya lima ribu rupiah. Sampai saat ini, dana yang sudah terkumpul empat juta seratus lima puluh ribu. Masih banyak yang belum bayar," tutur Maria Goreti pada saat pertemuan pembagian Raport di SD YPPK St. Antonius de Padua Yepem, Sabtu, [15/12].

3.2. Tua-Tua Adat (Tokoh Adat)

Selain orang tua, di setiap kampung ada tua-tua adat. Mereka bertanggung jawab penuh atas masa depan anak-anak di kampung. Tua-tua adat yang memelihara kelangsungan hidup marga (fam). Oleh karena itu, proses penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar di kampung harus melibatkan tua-tua adat.

Setiap tua adat (tokoh adat) dari setiap suku, klan, marga harus memastikan bahwa anggota suku dan marganya memperoleh pendidikan dasar berkualitas. Sebab, masa depan suku dan marga tergantung pada pendidikan dasar yang dimulai dari dalam keluarga dan kampung. Karena itu, tua-tua adat harus mengontrol orang tua dan sekolah dasar di kampung supaya berajalan efektif sehingga anak-anak bisa mengakses pendidikan dasar berkualitas di kampung.

3.3. Pastor/Pendeta (Tokoh Agama)

Mayoritas orang Asmat menganut agama Katolik. Sebagian lainnya, menganut agama Protestan (GPKAI, GPI, GKI, GPdI, Advent). Berbicara tentang pendidikan sekolah dasar di kampung-kampung di Asmat tidak terlepas dari peran Pastor dan Pendeta. Sebab, anak-anak sekolah tersebut merupakan jemaat Pastor dan Pendeta. Mereka adalah warga Gereja. Karena itu, Pastor dan Pendeta harus terlibat di dalam seluruh proses belajar mengajar di sekolah.

Kepala Sekolah Dasar di setiap kampung di Asmat harus membangun komunikasi dan koordinasi dengan Pastor dan Pendeta. Melibatkan Pastor dan Pendeta dalam seluruh proses pendidikan di kampung-kampung di Asmat sangat efektif karena umat/jemaat mendengarkan nasihat Pastor dan Pendeta.

Misalnya, di Distrik Akat, Pastor Vesto Maing terlibat dalam mengawal Sekolah Dasar di kampung-kampung di Distrik Akat. Ia hadir di SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam, SD YPPGI Ayam, SD Persiapan Negeri Cumnew, SD Inpres Manepsimini, SD Inpres Fakan, SD Inprs Beco, SD Inpres Yuni dan SD Inpres Buetkwar. Setiap kali pelayanan pastoral (kunjungan umat dan perayaan Ekaristi), Pastor Vesto akan mengunjungi sekolah dan berbicara dengan para guru. Contoh lain, di SD Inpres Beriten dan SD Inpres Buetkwar, Pendeta harus ikut mengajar di sekolah karena jumlah guru terbatas.

Para kepala sekolah dasar di Asmat wajib mengundang Pastor dan Pendeta datang ke sekolah. Seluruh proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan proses belajar mengajar harus melibatkan Pastor. Sebab, para siswa yang didik oleh para guru adalah warga Gereja. Karena itu, Pastor dan Penderta harus diajak datang ke sekolah untuk memastikan bahwa proses belajar mengajar berjalan efektif.

Apabila sekolah tidak berjalan, Pastor dan Pendeta pula yang harus mencari alternatif bersama pemerintah kampung supaya proses belajar mengajar bisa berjalan.

 

3.4. Pemerintah Kampung

Setiap anak adalah aset kampung yang paling utama. Masa depan kampung berada di pundak anak-anak. Kampung (mau) menjadi seperti apa di masa depan, sangat ditentukan oleh pendidikan dasar anak-anak di kampung. Karena itu, pemerintahan kampung harus memastikan bahwa sekolah dasar di kampung berfungsi efektif.

Di Asmat, ada 136 SD. Hampir seluruh SD berada di kampung. Hanya ada 6 SD di pusat kota Agats, 2 SD di pusat Distrik Atsj, 3 SD di pusat Distrik Akat. Di Distrik lainnya, umumnya hanya 1 SD di pusat Distrik.  Artinya, hampir seluruh SD di Kabupaten Asmat terletak di kampung-kampung terpencil. Karena itu, pemerintahan kampung bertanggung jawab penuh atas keberlangsungan SD tersebut.

Mengingat pentingnya peran pemerintahan kampung, maka Kepala SD harus bisa membangun komunikasi dan koordinasi dengan pemerintahan kampung. Kepala sekolah harus melibatkan kepala kampung dan aparatnya untuk memastikan bahwa SD di kampung berfungsi sehingga anak-anak bisa mengakses pendidikan dasar berkualitas.

Kepala SD berserta para guru, harus berinisiatif mengundang kepala kampung untuk berdiskusi tentang masa depan sekolah. Melalui perjumpaan tersebut, akan lahir kesepakatan bersama untuk membenahi sekolah.

3.4. Dinas Pendidikan

Dinas Pendidikan merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap proses penyelenggaraan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Asmat. Secara khusus, Bidang Pendidikan Dasar paling bertanggung jawab terhadap penempatan Kepala Sekolah. Sebab, berkembang atau tidaknya suatu SD sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Apabila Dinas Pendidikan menempatkan kepala sekolah yang tidak betah tinggal di kampung, atau kepala sekolah yang tinggal di kampung, tetapi mau kerja sendiri (bersikap tertutup), maka sekolah tidak akan berjalan dengan baik.

Sebaliknya, apabila Dinas Pendidikan mengangkat dan menempatkan kepala sekolah yang betah tinggal di kampung, bersifat terbuka dalam pengelolaan sekolah, termasuk pengelolaan keuangan sekolah, melibatkan Pastor/Pendeta, tua-tua adat, pemerintahan kampunga, maka sekolah akan berkembang pesat.

Demikian halnya, Dinas Pendidikan harus memastikan bahwa Pengawas SD dan UPTD Pendidikan di Distrik berfungsi. Pengawas dan UPTD Pendidikan harus melakukan supervisi dan pendampingan untuk memastikan bahwa guru ada di tempat dan melaksanakan tugas-tugasnya.

***

Apakah para pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan Sekolah Dasar (SD), orang tua, tua-tua adat, Pastor/Pendeta, pemerintahan kampung dan para guru telah bersinergi dalam menjalan proses belajar mengajar di SD di kampung-kampung? Sejauh pengalaman pendampingan LANDASAN di Asmat, belum semua sekolah membangun kemitraan dengan para pihak. Masih ada Kepala Sekolah yang menutup diri. Bagi kepala sekolah yang menutup diri, tampak jelas bahwa sekolah sekolah tidak terawat dan proses belajar mengajar tidak efektif.

Sedangkan Kepala Sekolah yang menjalankan sekolah secara terbuka, berkoordinasi dengan para pihak, orang tua, tua-tua adat, Pastor/Pendeta, maka sekolahnya hidup dan proses belajar mengajar berjalan efektif. Anak-anak bisa mengakses pendidikan dasar berkualitas.

Ke depan, Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat perlu menempatkan kepala sekolah yang jujur dan terbuka. Apabila Kepala Sekolah memiliki integritas diri, kejujuran dan kemauan melayani anak-anak Asmat, maka sekolah akan hidup karena dikelola secara terbuka sehingga proses belajar mengajar berjalan efektif. Dengan demikian, anak-anak Asmat di kampung-kampung terpencil bisa mengakses pendidikan dasar berkualitas.

***

LANDASAN Papua, akronim dari "Layanan Dasar untuk Pendidikan dan Kesehatan untuk Papua." LANDASAN merupakan program bantuan pemerintah Australia yang dilaksanakan oleh Kolaborasi Masyarakat untuk Kesejahteraan (KOMPAK) dan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) Makassar hadir di Asmat sejak Maret 2017-Desember 2018 telah memberikan harapan baru bagi perbaikan unit layanan kampung, sekolah dasar, Puskesmas dan sosialisasi HIV dan AIDS. Secara khusus, terkait peningkatan gizi keluarga LANDASAN memberikan pendampingan pertanian organik di Distrik Akat, di kampung Waw Cesau, Ayam, Bayiw Pinam, Cumnew dan Jewer Doar.

Di bidang pendidikan, unit layanan Sekolah Dasar (SD) LANDASAN memberikan pelatihan SPM, MBS dan Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah. Pelatihan diikuti para guru SD di Distrik Agats (11 SD), Akat (8 SD) dan Atsj (7SD), serta beberapa SD pilihan di luar wilayah kerja LANDASAN Asmat.

Usai pelatihan, staf LANDASAN, baik Koordinator Kabupaten (Korkab), Pit Supardi maupun Koordinator Distrik (Kordis) Agats, Erold Msen, Kordis Akat, Arita Meak dan Kordis Atsj, Agustinus Monsa bersama dengan Pengawas dan UPTD Pendidikan memberikan pendampingan ke SD. Pendampingan tersebut untuk memastikan bahwa materi pelatihan diterapkan di setiap sekolah. Selain itu, staf LANDASAN juga mendorong pemerintahan kampung supaya terlibat dalam perbaikan unit layanan SD yang ada di setiap kampung.

Sering berjalannya waktu, Kepala Sekolah, para guru, pemerintahan kampung dan Pastor mulai melakukan perbaikan di Sekolah Dasar (SD). Di Distrik Agats perbaikan demi perbaikan dilakukan di SD Inpres Syuru, SD YPPK Salib Suci Agats, SD YPPGI Agats, SD Darussalam, SD Negeri Mbait, SD YPPK St. Don Bosco Ewer, SD YPPK St. Antonius de Padua, SD Inpres Beriten, SD Inpres Uwus.

Tidak ketinggalan di Distrik Akat, perbaikan SD mulai terjadi di SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam, SD YPPGI Ayam, SD Persiapan Negeri Cumnew dan SD Inpres Manepsimini. Sedangkan di Distrik Akat, SD Inpres Atsj, SD YPPK St. Paulus Atsj dan SD YPPK St. Rosa Amanamkai melakukan perbaikan signifikan, baik dari aspek administrasi (ketersediaan dokumen) maupun perbaikan sarana fisik (pembangunan WC siswa dan guru, pembangunan Perpustakaan, pembuatan kebun sekolah dan lain-lain).

Meskipun demikian, masih ada beberapa SD di wilayah kerja LANDASAN Asmat yang perlu mendapatkan perhatian serius yaitu di Distrik Agats, SD Inpres Uwus. Di Distrik Akat, SD Inpres Fakan, SD Inpres Beco, SD Inpres Yuni dan SD Inpres Buetkwar. Sedangkan di Distrik Atsj meliputi SD Inpres Ambisu, SD Inpres Bipim, SD Inpres Bine dan SD Inpres Sogoni. Umumnya, di sekolah-sekolah ini, Kepala Sekolah tidak aktif di sekolah. Karenanya, proses belajar mengajar dan perbaikan tata kelola di sekolah tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. [Agats, Oktober 2018].

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun