Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yuli Siforo, Dari Belantara Asmat untuk Dunia

6 Oktober 2018   13:37 Diperbarui: 6 Oktober 2018   13:56 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mama Yuliana Siforo. Dokpri.


"Saya selalu nasihat anak-anak perempuan Asmat di kampung Waw Cesau supaya mereka menjaga jati diri. Mereka harus sekolah. Mereka harus belajar dan meraih cita-cita. Mereka tidak boleh pacaran dan cepat kawin" tutur Yuliana Siforo.

Asmat memiliki daya tarik tersendiri untuk disimak. Hamparan pohon mangrove menutupi tanah rawa berlumpur. Di tengah rimba Asmat, tumbuh dan berkembang berbagai jenis flora, seperti gaharu, kayu besi dan berbagai jenis mangrove. Asmat juga menjadi habitat berbagai jenis burung nuri, kaka tua, kura-kurang moncong babi dan lain sebagainya. 

Orang Asmat berkelimpahan sumber daya alam.  Mereka mengambil kebutuhan makan di dusun. Mereka membangun bevak sebagai tempat berteduh pada saat mencari makanan. Setelah seberapa minggu di bevak dan mendapatkan persediaan makanan yang cukup, mereka akan kembali ke kampung. Begitulah orang Asmat menjalani rutinitas kehidupan setiap hari.

Sebelum para misionaris Katolik membuka daerah Asmat, orang Asmat masih mempraktekkan pengayauan (berburu kepala manusia). Tahun 1953, Pastor Gerardus Zegward tiba di Asmat. Ia memulai karya pelayanan kemanusiaan bagi orang Asmat. Sejak saat itu, orang Asmat menerima Gereja Katolik dan meninggalkan tradisi berburu kepala manusia.

Perjumpaan orang Asmat dengan para misionaris Katolik membawa angin segar perubahan.  Pusat-pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan mulai dibukan oleh para misionaris. Salah satu pusat pendidikan di Agats ditangani oleh para suster dari Putri Bunda Hati Kudus (PBHK) dari negeri Belanda. Para suster PBHK mendirikan Sekolah Kepandaian Putri (SKP) di Agats. 

Di kemudian hari, SKP ditangani oleh para suster dari Tarekat Maria Mediatrix (TMM). Kini, SKP sudah tidak ada, tetapi gedungnya berdiri kokoh di kota Agats dan dipakai sebagai asrama bagi putri-putri Asmat yang menempuh pendidikan di SMP YPPK St. Yohanes Pemandi dan SMA YPPK Yan Smit Agats. 

Di belantara Asmat, tepatnya di Kampung Ayam, sudah ada sekolah dasar Katolik yang dikelola oleh misi Katolik. SD St. Martinus de Pores. Di sekolah ini, seorang putri Asmat, Yuliana Siforo menempuh pendidikan. 

Ia bersama beberapa temannya bersekolah diasuh oleh para guru yang berasal dari Key seperti Bapak Guru Retoblaut, Guru Soter dari Mimika, Guru Sugito dan Mario dari Jawa serta Guru Mawun dari Muyu. 

Kampung Ayam terletak di luar Agats. Perjalanan dari Ayam ke Agats membutuhkan waktu satu hari menggunakan perahu dayung. "Waktu saya masih kecil, belum ada long boat dan speed sehingga pakai perahu dayung. Kalau dari Agats ke Ayam bisa satu hari" kenang Yuli. 

Meskipun berada di belantara Asmat, Yuli memiliki semangat untuk bersekolah. "Saya anak kampung, tetapi saya sangat ingin bersekolah. Waktu SD saya belajar tekun," tuturnya. 

Pada tahun 1969, Yuli menamatkan pendidikan sekolah dasarnya. Untuk menggapai cita-citanya, ia meneruskan pendidikannya ke SMP YPPK St. Yohanes Pemandi Agats. "Waktu itu Bapa antar saya ke Agats. Saya masuk asrama. Para suster yang menjaga kami di asramat," kisahnya.

Di asrama itu, Yuliana tinggal dan merajut masa depannya. "Setelah tamat dari SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam, saya meneruskan sekolah ke SMP YPPK St. Yohanes Pemandi Agats," tutur Yuli saat ditemuai staf LANDASAN Papua di Gereja Katolik St. Martinus de Pores Ayam, (26/7). 

Yuli meneruskan kisahnya. "Saya sekolah di SMP hanya satu tahun. Kemudian, saya pulang ke kampung Ayam. Bapa jemput saya untuk pulang ke kampung Ayam karena ada Pak Guru yang selalu tulis surat minta saya kawin dengan dia dengan dia. 

Saya kasih tahu ke Bapa bahwa ada Pak Guru yang biasa tulis surat untuk saya. Waktu itu, Bapa marah dan jemput saya di asrama susteran di Agats dan kembali ke Ayam," tutur Yuli dengan mata berkaca-kaca mengenang kembali kisah menyedihkan yang dialaminya puluhan tahun silam.I

mpian Yuli menjadi "orang besar kandas". Ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya berhenti sekolah dan kembali ke Ayam. "Waktu itu, Bapa tidak pikir saya untuk lanjut sekolah. Dia takut Pa Guru itu bawa lari saya sehingga dia jemput saya pulang ke kampung Ayam. Saya sedih karena berhenti sekolah. Tetapi, saya tidak bisa lawan Bapa untuk tetap sekolah di Agats karen saya takut Bapa pukul saya."

Sekembalinya dari Agats, Yuli yang saat itu menginjak usia remaja tinggal di rumah dan membantu kedua orang tuanya. Sebagaimana lazimnya perempuan Asmat, ia bersama orang tua pergi ke dusun mencari makanan. Ia menyelesaiakan berbagai pekerjaan mulai dari memasak, mencuci dan mencari kayu bakar serta pergi ke dusun.

Setelah sekian lama tinggal di kampung, Yuli jatuh cinta pada pemuda kampung, yang berprofesi sebagai guru yaitu Isais Besarpits. Keduanya menikah dan dikarunia empat orang anak. Dua anak laki-laki dan dua lainnya perempuan. Setelah hidup bersama, pada tahun 1996, suaminya meninggal. Yuli menjadi janda. 

Sepeninggal suaminya, Yuli berjuang membesarkan keempat buah hatinya. Dalam perjalanan hidupnya, Yuli berjumpa dengan seorang pemuda asal Biak, Karma. Keduanya saling jatuh cinta. Yuli merajut bahtera rumah tangga bersama Karma pada tahun 1998. Keduanya dikaruniai  2 orang anak, putra dan putri. 

"Saya kawin lagi dengan Bapa Karma, orang Biak. Kami dapat dua anak, Monika dan Xanana. Monika sudah kawin. Sedangkan, Xanana masih sekolah di SMA YPPK Yan Smit, Agats" tutur Yuli.

 ***

Mama Yuli sedang tanam sayur. Dokpri.
Mama Yuli sedang tanam sayur. Dokpri.
Menjadi Penggerak

Meskipun tidak tamat SMP, Yuli tidak sungkan tampil di kampung. Ia terlibat di dalam kehidupan menggereja di Paroki St. Martinus de Pores, Ayam. Ia menjadi anggota Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) urusan kesehatan. Di lingkungan Waw Cesau, ia terlibat dalam doa lingkungan dan memimpin lagu (koor) pada saat Misa di gereja Paroki. 

"Saya terlibat di dalam kehidupan menggereja. Saya tekun berdoa. Karena saya yakin, hanya Tuhan yang bisa menolong saya," tuturnya. Yuli selalu mengajak Mama-Mama di kampung untuk terlibat di dalam doa lilngkungan. Ia juga selalu mengingatkan warga kampung untuk selalu rajin ke gereja. 

Di pemerintahan kampung, Yuli menjadi anggota Penggerak Kesejahteraan Keluarga (PKK). "Saya menjadi anggota PKK Kampung Waw Cesau, seksi kesehatan. Kami biasa dapat dana tiga puluh juta. Pada saat kami dapat dana, kami biasa bikin kebun kelompok," tuturnya. Yuli menuturkan bahwa di kebun PKK, Mama-Mama menanam sayur sawi, kacang panjang, kasbi, petatas dan pisang.

"Kami punya kelompok kebun PKK berjalan bagus, tetapi karena tidak ada keterbukaan pengelolaan keuangan hasil menjual sayur sehingga ada Mama-Mama yang bubar dan bikin kelompok keluarga," tutur Yuli.

Setiap hari Yuli tinggal bersama warga lainnya di Kampung Waw Cesau. Ia menyaksikan Mama-Mama Asmat bekerja keras mulai dari bangun pagi sampai tidur di malam hari. Mama-Mama Asmat harus mencuci, memasak, mencari makanan di dusun, melahirkan, menyusui dan membesarkan anak-anak. Ia juga melihat jarak kelahiran yang terlalu dekat. Hatinya kian tersayat oleh banyaknya ibu-ibu hamil yang enggan memeriksakan diri ke Puskesmas Ayam.

"Saya lihat Mama-Mama kerja keras. Segala urusan rumah tangga dikerjakan oleh perempuan. Saya tergerak hati. Saya mau menjadi kader Posyandu. Dengan menjadi kader Posyandu, saya bisa ajak ibu hamil untuk pergi periksa. Setipa bulan saya cari dan panggil mereka untuk timbang. Termasuk anak-anak kecil, saya ajak untuk timbang dan periksa kesehatan," tutur Yuli.

Sejak tahun 2006 Yuli menjadi Ketua Kader Posyandu Kampung Waw Cesau. Ia memberikan perhatian kepada Mama-Mama Asmat, terutama ibu-ibu hamil, anak-anak Balita. "Biasa kalau mau Posyandu, yang biasa dilakukan setiap tanggal 14, saya jalan sepanjang kampung kasih ingat ibu-ibu untuk pergi ke Posyandu," kisahnya. 

Yuli mengatakan bahwa sejak Dana Kampung dikucurkan ke kampung mulai tahun 2015, setiap tahun Posyandu mendapat Dana Kampung sebesar 20.000.000. Dana itu digunakan oleh Yuli untuk kebutuhan makanan bergizi bagi anak-anak Balita. 

"Saya dan kader Posyandu terima uang 20.000.000 dari kepala kampung pada saat pencairan Dana Kampung. Kami kelola itu uang untuk masak makanan bergizi untuk anak-anak. Kami pakai makanan lokal yang ada di kampung Waw Cesau seperti ikan, kasbi, petatas dan sayur mayur seperti bayam dan sawi. Kami hanya perlu beli susu dan kacang hijau di Agats," tambahnya. 

Selain terlibat di berbagai kegiatan sosial, Yuli memiliki kebun yang dikelola bersama anggota keluarganya. Yuli membentuk kelompok tani, "Jufnam". Kelompok tani ini diikuti oleh anggota keluarga Yuli. "Saya bentuk kelompok Jufnam. Nama Jufnam itu berasal dari saya punya mama punya nama. Kami buka kebun. Kemudian tanan sayur sawi, bayam, kankung. Kami juga tanam kasbi dan petatas serta pisang," kisah Yuli. 

Mengenai pemasaran hasil pertanian, Yuli menjelaskan bahwa dirinya menjual hasil pertanian berupa sayur, petatas, kasbi dan pisang ke Agats. "Pada saat panen, sayur kami ikat lalu jual satu ikat sepuluh ribu. Sedangkan singkong dan kasbi jual per tumpuk. 

Saya sendiri yang bawa ke Agats pakai long boat kampung. Di Agats, Mama-Mama Muyu langsung borong untuk dijual kembali di pasar Mama-Mama di Agats," tutur Yuli.

Yuli menjelaskan bahwa uang hasil jualan sebagian disisihkan untuk kelompok dan sebagian lainnya dibagikan ke Mama-Mama anggota kelompok. "Jadi, saya biasa bilang ke Mama-Mama, bahwa hasil kebun yang dijual ke pasar di Agats, uangnya sebagian disimpan untuk kelompok. 

Sebagian lainnya untuk Mama-Mama. Uang kelompok, saya simpan di CU Ndar Sesepok Keuskupan Agats. Pastor Vesto tahu kami punya tabungan di CU," tuturnya.

***

Perempuan dan anak-anak Asmat di Ayam, Akat.
Perempuan dan anak-anak Asmat di Ayam, Akat.
Bermula dalam Keluarga

Sebagaimana lazimnya, orang Asmat menyatu dengan alam. Mereka mengambil makanan dari alam. Sebagian besar waktu dihabiskan di dusun dan bevak. Pada saat keluarga-keluarga pergi ke dusun, mereka membawa serta anak-anak. Itulah alasan sebagian besar anak-anak Asmat tidak bisa bersekolah.

Batin Yuli terasa sesak tatkala menyaksikan orang tua membawa anak-anak ke dusun. Sebab, ketika anak-anak ikut ke dusun, maka mereka tidak bisa bersekolah. Jika anak-anak tidak ke sekolah, maka masa depan kampung akan suram. 

Yuli berusaha mengingatkan orang tua supaya tidak membawa anak-anak ke dusun. "'Saya biasa kasih ingat orang tua supaya jangan bawa anak-anak ke dusun. Anak-anak harus sekolah," tegasnya. 

Yuli juga mengatakan bahwa masa depan generasi Asmat sangat ditentukan oleh pendidikan di dalam keluarga. "Segala sesuatu bermula di dalam keluarga. Anak-anak lahir, tumbuh berkembang di dalam keluarga. 

Karena itu, orang tua harus didik anak-anak supaya mereka memiliki karakter yang baik. Dasar pendidikan di dalam keluarga adalah doa. Anak-anak harus diajari berdoa sejak kecil," tutur Yuli. Ia berharap keluarga-keluarga di Asmat, terutama di Kampung Waw Cesau senantiasa tekun.  

Ketika orang tua sudah meletakkan pendidikan karakter kepada anak-anak di dalam keluarga, maka pada saat anak-anak masuk sekolah, mereka akan tertib dan disiplin. Yuli menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak Asmat. 

"Saya selalu bilang ke anak-anak perempuan Asmat bahwa mereka harus sekolah. Mereka harus menjaga diri dan tidak pacaran supaya bisa meraih masa depan sesuai cita-cita masing," tuturnya.

***

Kini, di usia senjanya, Yuliana Siforo mengabdikan diri seutuhnya bagi orang Asmat di Kampung Waw Cesau, Distrik Akat, Kabupaten Asmat. Ia setia menjalani tugas rutin berkebun, mengurus Posyandu dan terlibat dalam berbagai kegiatan di gereja St. Martinus de Pores Ayam. 

Yuli tidak berjalan sendiri, Pastor Paroki St. Martinus de Pores Ayam, Pastor Fransiskus Vesto Labi Maing, Pr senantiasa mendampinginya. Berbagai kesulitan yang dihadapi Yuli di dalam setiap tugas dan tanggung jawabnya, dikonsultasikan dengan Pastor Vesto. 

"Kalau saya mengalami kesulitan, saya selalu sampaikan ke Pastor Vesto. Saya minta Pastor Vesto tolong saya. Misalnya, kalau saya tidak ada bibit, saya minta ke Pastor Vesto," kisahnya. 

Yuli masih punya mimpi. Ia ingin mengembangkan kelompok tani miliknya, "Jufnam". Dirinya sangat senang tatkala mendapat kabar dari Pastor Vesto bahwa LANDASAN akan mendatangkan Bruder Elias Logo OFM ke Ayam, Distrik Akat untuk melatih petani sayur. "Minggu lalu, Pastor Vesto sudah umumkan di gereja bahwa Bruder akan datang kasih latihan pertanian di Ayam. Pastor tunjuk saya yang mengkoordinir kelompok tani yang mau ikut pelatihan. Saya sudah daftar nama-nama. Saya mau cek Pastor, kapan Bruder datang ke Ayam?" ungkap Yuli.

LANDASAN Papua sejak April 2018 telah masuk ke Distrik Akat. Pendampingan di kampung, sekolah dasar dan Puskesmas telah berjalan. Sosialisasi HIV-AIDS mulai disampaikan pada saat perjumpaan di kampung-kampung. Kini, Yuli masih menunggu kehadiran Bruder Elias Logo OFM untuk melatih pertanian di Distrik Akat.

Selain Pastor Vesto, Yuli juga biasa minta bantuan kepada Mas Aji dari Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agats. "Kami punya kelompok kebun ini pernah didampingi oleh Romo Teguh dari Jakarta dan Mas Aji dari PSE Keuskupan Agats. Jadi, kalau saya tidak ada bibit sayur, saya biasa minta di Mas Aji," kisahnya. 

Sosok Yuli Siforo menginspirasi kaum perempuan Asmat dalam usaha memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Ia menjadi pelita yang bernyala di tengah rimba Asmat yang masih berada dalam genggaman kekuasaan kaum laki-laki. 

Yuli berjuang agar generasi Asmat di masa depan jauh lebih baik dari dirinya dan generasi Asmat saat ini. Ia menyadari bahwa jalan menuju masa depan Asmat yang sejahtera adalah melalui pendidikan bagi anak-anak dan perhatian terhadap ibu hamil dan kaum perempuan. Karena itu, ia selalu mendorong anak-anak Asmat untuk tekun bersekolah dan ibu-ibu hamil harus memeriksakan diri ke Posyandu dan banyak makan sayur.[]

 ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun