Mohon tunggu...
Petrus Rabu
Petrus Rabu Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Harapan adalah mimpi dari seorang terjaga _Aristoteles

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Berparas Cantik Itu Pergi Membawa Luka

23 Juni 2022   01:56 Diperbarui: 23 Juni 2022   04:22 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya ambil ini ya, Bu?" lanjut bocah perempuan tersebut.

Wanita itu hanya mengangguk. Dirinya masih serius  berbicara ditelepon dengan seseorang dibalik telepon genggamnya. Pada packing luar  biskuit yang diambil anak tersebut tertulis "Biskuat".  Mungkin ibunya sengaja membeli biskuat agar anaknya kuat menghadapi cobaan hidup.

 Kapal pun secara perlahan  meninggalkan pelabuhan Makassar. Sementara senja berangsur-angsur  menuju ke peraduannya. Dari kejauhan, kelap-kelip lampu Kota Daeng, julukan Kota Makassar mulai menerangi cakrawala malam.

Diufuk Barat tersisa awan hitam mengumpal. Gelap pun mulai merambat diatas perairan Makasar. Sejumlah penumpang masih berada di dek tersebut dengan kesibukannya menikmati panorama alam perairan Makassar. Sementara sebatang Dji Sam Soe dengan segelas kopi hangat masih menemaniku sore itu.

"Selama ini kamu anggap saya ini siapa!!!" tiba-tiba wanita yang sedang telepon tersebut berbicara dengan nada tinggi.

Kelihatannya wanita dengan sepatu kats berwarna hitam tersebut sangat marah. Suara itu membuat beberapa orang sekitar kaget. Bicara yang tadinya pelan bahkan tidak terdengar tiba-tiba memekik ditelinga. 


"Jawab!!! tegasnya lagi.

"Selama ini kamu anggap  saya ini siapa?" lanjut wanita tersebut dengan nada tanya.

Wanita tersebut seakan meminta jawaban. Ia mengharapkan  pandangan dan pengakuan lawan bicaranya. Tentang siapa dirinya  Dari mimiknya, kelihatan wanita tersebut membutuhkan  pandangan dan pengakuan yang tak sebatas kata tapi pengakuan akan kehadiran dalam kehidupan tentunya.

"Kamu pikir  saya pelacur?" lanjutnya dengan nada yang semakin meninggi dan marah. Ia semakin tak peduli. Tak peduli dengan orang-orang sekitarnya. Baginya  meluapkan amarah sebesar-besarnya.

Mendengar itu saya semakin kaget. Karena saya tak menyangka  pembicaraan per telphon yang tadinya adem-adem saja tiba-tiba panas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun