Mohon tunggu...
Agung Pramono
Agung Pramono Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Pemerhati Hukum dan Sosial

pemahaman yang keliru atas makna hak adalah akar dari semua kejahatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Advokat, Sumber Ide dan Pejuang Negara Modern

27 Juli 2020   13:14 Diperbarui: 27 Juli 2020   13:19 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita harus mengakui dengan jujur bahwa apabila perumusan dan pembentukan hukum pidana diserahkan sepenuhnya pada kesepakatan politik maka yang terjadi adalah bagaimana cara menjerat lawan politik, banyak norma kodifikatif yang keluar dari maksud aselinya meski ada banyak pakar yang dilibatkan namun maknanya berubah.

TAP MPR No. II/MPR/1993 menurut penulis menjabarkan political will bangsa Indonesia dengan baik, dinyatakan, bahwa arah dan kebijaksanaan pembangunan nasional di bidang hukum nasional sebagai sarana ketertiban dan kesejahteraan yang berintikan keadilan dan kebenaran, harus dapat berperan mengayomi masyarakat serta mengabdi pada kepentingan nasional (Bab II Huruf G Butir 3).

Bukanlah hal  yang berlebihan ketika Prof. Aswanto, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin menyebut, "hukum semata-mata dijadikan sebagai instrumentalia oleh penguasa". Perumusan pidana tanpa menyesuaikan dengan asas-asas pidana umum hanya menciptakan pintu kriminalisasi.

William Zevenbergen mengutarakan bahwa politik hukum mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana yang patut untuk dijadikan hukum. [Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, 2011, hlm. 19] Maka pertanyaannya, "apakah maxim (pepatah yang diadopsi sebagai asas) hukum kita (yang bahkan jarang disentuh) tidak patut dijadikan hukum?" sementara konsep negara hukum mengacu kepada jiwa bangsa (volkgeist).

Logika praktis penulis mengatakan, bila kita ingin mengganti KUH Pidana lama karena tidak sesuai lagi dan dikatakan sebagai produk kolonial lalu kenapa justeru sekedar berpindah dari politik kolonial ke politik internasional? Tidak ada bedanya, bahkan bakal lebih bermasalah.

Bila awalnya kita berupaya menterjemahkan untuk mengisi kekosongan namun sekarang justeru mempedomani asas, prinsip dan doktrin asing untuk mengubah, yang menurut penulis justeru berarti memantapkan desain asing, kita tidak bisa bilang bahwa maxim di Indonesia yang kaya dengan adat dan budaya ini tidak beradab.

Yap Thiam Hien mengatakan, "Dalam konteks tulisan ini hukum dilihat sebagai kesatuan peraturan yang dibuat oleh semua kuasa membuat perundang-undangan, lembaga kekuasaan kehakiman dan putusannya; semua prosedur dan proses pembuatan produk perundang-undangan dan penegakannya serta semua sumber hukum; semua gagasan, asas, nilai dan norma yang memberi jiwa dan landasan bagi tertib hukum dan prinsip-prinsip yang memperoleh pengakuan dunia internasional". [Membangun dan Menegakkan Hukum dalam Era Pembangunan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, 1983, hal. 19-20]

Yang perlu digarisbawahi adalah "memperoleh pengakuan internasional", bukan mengadaptasi tren internasional, disinilah letak komunikasi politik hukum internasional dari legal reasoning seorang Advokat dalam kebijaksanaan hukum sejak awal perjuangan kemerdekaan, tidak semua pengakuan harus berdasarkan adaptasi dan persuasi politik internasional melainkan justeru penemuan hukum yang revolusioner yang dapat secara signifikan mengubah pandangan dunia, membentuk sentimen positif.

Adat bukanlah perilaku primitif melainkan tidak pernah diberikan kesempatan untuk berevolusi, oleh karena itulah sekarang saatnya adat diberikan perhatian khusus untuk digali dan digunakan.

Evolusi Sebagai Revolusi

Pada akhirnya norma hukum harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, namun bukan berarti harus menanggalkan nilai-nilai yang dianut, seperti pandangan hidup, ideologi dan dasar negara Pancasila yang telah menjadi sumber dari segala sumber hukum. [Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, 2011, hlm. 90-91]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun