Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Doa Sawah

3 Januari 2023   14:20 Diperbarui: 3 Januari 2023   14:28 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Indah sekali ternyata suasana pagi di sawah. Ada kicauan burung. Udara sejuk dan percakapan petani tentang harapan di musim panen. Sebentar, bukankah itu burung prenjak ?” Pak Darso melangkah mendekati burung prenjak yang terluka. Nampak keduanya terkejut. Burung kecil dengan kicauan keras itu berusaha terbang, tapi sayang. Sayapnya terluka dan Pak Darso membawanya pulang.

Kawan-kawan di dekatku merasa takut. Jangan-jangan, burung prenjak itu akan dibunuh oleh Pak Darso. Burung ciblek berusaha mengikuti kemana Pak Darso pergi. Ia mengendarai motornya menuju rumah Pak Wito, kawan lamanya.

“Aku dapat prenjak tamu. Tadi kutemukan terluka di dekat sawah. Dulu, kita ingin sekali memeliharanya,” ucap Pak Darso.

“Benar sekali. Burung kecil itu sangat indah. Kepalanya merah dan sawah menjadi rumahnya. Pepohonan mangga itu banyak sekali burung prenjaknya, sebelum diburu untuk dipelihara,” jawab Pak Wito.

"Aku ada kurungan kecil. Apa kau mau gunakan untuk merawat burung prenjak itu ? Kasihan, nanti kalau dilepaskan bisa saja dimakan ular atau kucing. Diberikan kurungan saja, baru kalau mau dilepas tunggu dia sembuh,” lanjut Pak Wito sambil menuju dalam rumah. Tak lama kemudian, ia datang membawa kurungan kecil. Burung prenjak sakit tadi dimasukkan dalam sangkar.

***

Semua mengalami perubahan, lalu bagaimana dengan diriku ? Apakah aku juga akan berubah menjadi perumahan ? Nasibku sangat bergantung pada keputusan Pak Darso.

“Semoga saja, kau bisa tetap menjadi sawah. Menumbuhkan padi dan menjadi tempat tinggal bagi hewan-hewan yang ada,” ungkap pohon kelapa. Ia tahu betul kalau aku sedang sedih dan bingung.

“Pak Darso itu baik, pasti dia menjadikanmu sawah yang bermanfaat. Entah nanti wujudmu jadi berbeda. Tidak masalah, kau tetap akan jadi sawah yang kami kenal bukan ?” angin berhembus menghibur aku.

“Tenang saja, bisa juga ide untuk membuat tempat makan di pinggir sawah itu menjadi kenyataan. Jadi, kita bisa hidup berdampingan dengan manusia. Aku sebenarnya takut kalau ditangkap, tapi apa salahnya kalau aku berhasil bersembunyi,” desis ular dengan penuh harapan. Baru kali ini, aku merasa kalau ular bisa menerima keadaan. Memang benar, banyak ular diburu karena untuk hiasan dan keberadaannya menakuti anak-anak. Tapi, ular sebenarnya baik. Dia menjaga ekosistem dengan makan tikus pemakan padi sebelum dipanen.

“Kau pasti ditembak oleh pemburu kalau dekat manusia. Dasar ular sialan,” kata tikus yang berusaha lari. Ketika itu, mereka menapaki sawah dengan penuh sukacita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun