Mohon tunggu...
Kawe Shamudra
Kawe Shamudra Mohon Tunggu... wiraswasta -

seorang peladang yang di sela-sela kesibukannya mengolah lahan selalu menyempatkan menulis catatan harian. Saat ini sedang menulis buku "Silurah Desa Tua".

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pesona Curug Bidadari dan Situs Ganesha Batang

28 Januari 2016   07:19 Diperbarui: 28 Januari 2016   18:42 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yoni berada di dekat arca Ganesha. Lingga dan Yoni selain sebagai lambang kesuburan juga sebagai lambang dinasti atau cikal-bakal penguasa setempat (lokal) yang menguasai daerah tertentu. Lingga adalah sebuah arca atau patung, yang merupakan sebuah objek pemujaan atau sembahyang umat Hindu.

Arca Tanpa Kepala

Sebuah arca perempuan di dekat Arca Ganesha kondisinya sudah tidak utuh - tanpa kepala - kabarnya sengaja dipenggal oleh seorang warga yang gemas karena selalu dibayang-bayangi wajah arca tersebut. Arca ini terbuat dari batu berwarna hitam, tampak lebih padat dibanding bahan yang digunakan untuk pembuatan Ganesha yang cenderung berwarna kekuningan. Sebelum kepalanya hilang, dulunya wajah patung tersebut tampak cantik (menurut warga setempat yang pernah melihatnya.

Warga setempat menyebutnya Patung Ronggeng. Sejauh ini belum ada penjelasan yang pasti tentang sosok arca ini. Tim penyusun buku Sejarah Batang (1993) menyebutnya arca Durga. Umat Hindu yang memuja Dewa Ganesha adalah untuk memohon berkah Tuhan agar dapat mencapai keberhasilan dalam dunia fisik untuk selanjutnya mencapai kesempurnaan. Dewa Ganesha adalah dewa yang harus terlebih dahulu dipuja sebelum melakukan pemujaan kepada dewa-dewi lain atau perayaan lainnya. Dalam mitologi Hindu, Dewa Ganesha adalah putra Dewa Siwa dan Dewi Parwati, bentuk lain dari Dewi Durga.

Sebelum dibangun cungkup, arca ini berada di dekat pohon besar namun sekarang ditempatkan di dekat arca Ganesha. Tampak dalam posisi meditasi duduk bersila, kaki kanan terlipat di atas kaki kirinya, sementara kedua tangannya bertumpu di atas lutut masing-masing. Budayawan asal Batang Mja Nashir menyebut arca ini sebagai Sang Buddha yang tengah bersemedi dalam posisi telapak tangan kiri telungkup, semua jari menjuntai ke bawah mengarah bumi. Meditasi dengan sikap tangan bhumisparsa mudra, memanggil bumi sebagai saksi bahwa dirinya tetap teguh dalam menuju pencerahan sempurna menahan segala godaan atau mara.

Selanjutnya Mja Nashir menafsirkan keberadaan arca Ganesha dan arca Sang Buddha (yang duduk berdampingan) sebagai bukti keluhuran jiwa leluhur masa silam. Ada nilai-nilai penting, yang seringkali luput dari perhatian. “Menyelami jejak-jejak masa silam, kurenungkan utamanya bukanlah soal perebutan ruang, perebutan kekuasaan, perang-perangan, ini milikku-ini milikmu, ini wilayahku-ini wilayahmu dan sebagainya itu. Melewati dua arca yang jelas mewakili dua agama yang berbeda ini, leluhur di masa silam mendirikannya di satu tempat yang sama. Di atas lembah ini yang oleh kedua entitas itu sama-sama diyakini sebagai tempat yang sakral. Sebuah kebijakan masa silam, sekaligus teladan akan pentingnya kerukunan dalam keberagaman di atas satu bumi yang sama,” tulis Nashir dalam akun “Batang Heritage”.

Selain itu, di kompleks Situs Ganesha juga terdapat fragmen arca, batu bulat (tidak jelas apa fungsinya) serta batu peripih. Peripih adalah benda-benda di dalam suatu wadah bertutup berbentuk persegi yang memiliki 9 sampai 25 lubang kotak-kotak yang disebut garbhapatra, dan dipendam di dasar (sumuran) candi dan juga disimpan pada ruangan kecil di bawah atap (sungkup) candi. Fungsinya untuk menghidupkan candi agar dapat digunakan sebagai tempat ibadah melalui suatu upacara peletakan peripih yang dinamakan garbhadana.

Benda-benda tersebut merupakan simbol-simbol kedewaan, sebagai media bagi dewa untuk merasukkan zat inti kedewaannya dan perlambang dari panca maha bhuta (lima unsur alam), yaitu udara, tanah, air, api, dan angin. Peripih memegang peran penting dalam percandian, dapat dikatakan candi tanpa peripih ibarat raga tanpa jiwa.
Candi di Indonesia umumnya memang merupakan kuburan raja-raja. Di bawah candi ditanam abu raja. Abu raja ini biasanya ditaruh di sebuah batu perabuan yang dinamai peripih. Peripih merupakan sebuah batu yang mempunyai 9 lubang. Lubang yang di tengah berisi abu jasad raja, sedangkan lubang-lubang disekelilingnya berisi peralatan keagamaan. Peralatan ini biasanya berupa lambang-lambang dewa yang dipuja oleh sang raja.

Curug Bidadari

Saat ini Situs Ganesha menjadi obyek wisata yang banyak dikunjungi orang dari berbagai daerah. Tidak jauh dari tempat ini terdapat beberapa air terjun yang indah dan masih alami di tengah hutan. Dan yang paling banyak menyedot perhatian para wisatawan adalah air terjun atau Curug Bidadari yang berjarak sekitar 500 meter ke arah selatan dari Situs Ganesha. Curug ini tidak begitu tinggi, namun menawarkan eksotisme yang membuat pengunjung betah berlama-lama di tempat ini.

Curug Bidadari benar-benar lain dari biasanya, bukan hanya dari namanya, tapi juga bentuknya. Lokasi curug indah ini tertutup dan jika ingin melihat dari dekat harus melewati lorong sungai sepanjang seratus meteran yang penuh sensasi. Memasuki kawasan ini laksana berada dalam goa atau kulkas raksasa. Suasana di dalam remang-remang karena sinar matahari tak bisa masuk dan agak menyeramkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun