Mohon tunggu...
Kawe Shamudra
Kawe Shamudra Mohon Tunggu... wiraswasta -

seorang peladang yang di sela-sela kesibukannya mengolah lahan selalu menyempatkan menulis catatan harian. Saat ini sedang menulis buku "Silurah Desa Tua".

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pesona Curug Bidadari dan Situs Ganesha Batang

28 Januari 2016   07:19 Diperbarui: 28 Januari 2016   18:42 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah lembah di sebelah barat Silurah Wonotunggal, Batang terdapat sisa-sisa reruntuhan candi, tepatnya di tepian sungai Milir. Rupanya ini merupakan jalur percandian yang didirikan oleh penguasa daerah aliran sungai Kupang yang sejenis dengan sisa-sisa candi di Sengare, Jambangan, Ketangga, Danapukah, yang masuk wilayah Kecamatan Talun Pekalongan. Tempat tersebut sekarang dinamakan Situs Ganesha karena terdapat sebuah arca Ganesha dengan langgam Dieng, sebuah lingga berbentuk persegi empat dengan lubang di tengah, sebuah arca perempuan tengah duduk bersila dan sebuah mata air yang disebut air suci.

Kompleks Situs Ganesha berada di kawasan lahan milik perhutani KPH Pekalongan Timur, tepatnya di tengah hutan diantara bukit dan sungai kecil (koordinat -7.081569,109.757944). Untuk menuju Situs Ganesha harus melewati jalan desa yang terjal melintasi sisi tebing, kurang lebih 1 km dari kampung. Pertanyaannya, mengapa dan dengan alasan apa Arca Ganesha bisa ada di Silurah, dari mana asal-usulnya dan siapa pembuatnya?

Riwayat Arca Ganesha

Arca Ganesha diperkirakan berasal dari abad ke-8 atau 9 M. Selain dipuja sebagai dewa ilmu pengetahuan dan perdamaian, Ganesha juga dipuja sebagai dewa penolak bahaya, sehingga sering ditemukan berada di tempat berbahaya, misalnya di penyeberangan sungai dan lembah atau jurang, termasuk yang ditemukan di Silurah. Nama Silurah berasal dari bahasa Melayu yang berarti lembah.

Sebelum dikenal luas seperti sekarang, kompleks Situs Ganesha dulunya angker. Tak semua orang berani melintasi kawasan ini. Menurut cerita warga setempat, dulu Situs Ganesha tidak seperti yang terlihat saat ini. Selain arca Ganesha dan pasangannya, juga terdapat sebuah rongga bawah tanah berisi meja batu, patung-patung kecil dan artefak-artefak lain yang kini sudah tidak terlihat, mungkin dicuri orang atau tertimbun.

Sejauh ini belum ada penelitian yang spesifik terhadap arca Ganesha di Silurah, baik menyangkut aspek fisik maupun kronologi sejarahnya. Berdasarkan hasil eksplorasi yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2014, terdapat beberapa indikasi yang menarik berkaitan dengan aspek ikonografi dan aspek gaya pengarcaan. Secara ikonografis, arca Ganesha digambarkan dengan salah satu gadingnya sebelah kanan patah yang dikenal sebagai Ekadanta.

 Arca Ganesha di Silurah bentuknya cukup besar dengan tinggi sekitar 2 meter. Tidak jauh dari lokasi situs ditemukan juga beberapa arca Ganesha yang lain, tepatnya di desa Jolotigo yang masuk wilayah kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan. Belum diidentifikasi apakah arca-arca ini ada hubungannya dengan Ganesha Silurah.

Situs Ganesha tidak luput dari gangguan pengrusakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Secara fisik, arca Ganesha kondisinya sudah tidak utuh dan banyak goresan di sana-sini. Demikian pula patung di sebelahnya kondisinya sudah tidak utuh lagi dan bagian kepalanya sudah hilang. Lingga-Yoni juga masih ada di tempatnya, demikian pula sebuah mata air (petirtaan) masih bisa dilihat. Dan untuk mengamankannya, sekarang telah dibangun cungkup untuk melindungi arca Ganesha dari ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Pernah suatu ketika arca Ganesha akan dicuri namun berhasil digagalkan oleh warga.

Dalam literatur kepurbakalaan, arca Ganesha masuk katagori dewa. Wikipedia menjelaskan, Ganesha adalah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu, yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan dan kecerdasan, Dewa pelindung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa kebijaksanaan. 

Ternyata Ganesha bukan saja dipuja sebagai dewa ilmu pengetahuan dan penyingkir segala rintangan, tetapi juga sebagai dewa kebijaksanaan dan kesenian. Di negara asalnya, India, Ganesha dipandang sebagai dewa keberuntungan dan kemakmuran karena dalam penggambarannya Ganesha memerlihatkan perut yang besar.

Kini nama Ganesha sudah demikian populer karena banyak dipakai oleh lembaga atau perusahaan di Indonesia. Institut Teknologi Bandung (ITB) menggunakannya sebagai lambang atau logo. Banyak perusahaan menggunakannya sebagai merk dagang. Dan yang menarik, pada tahun 2012 pernah muncul sebuah majalah bernama Ganesha yang diterbitkan Kantor Kecamatan Wonotunggal atas prakarsa Camat setempat saat itu.

Yoni berada di dekat arca Ganesha. Lingga dan Yoni selain sebagai lambang kesuburan juga sebagai lambang dinasti atau cikal-bakal penguasa setempat (lokal) yang menguasai daerah tertentu. Lingga adalah sebuah arca atau patung, yang merupakan sebuah objek pemujaan atau sembahyang umat Hindu.

Arca Tanpa Kepala

Sebuah arca perempuan di dekat Arca Ganesha kondisinya sudah tidak utuh - tanpa kepala - kabarnya sengaja dipenggal oleh seorang warga yang gemas karena selalu dibayang-bayangi wajah arca tersebut. Arca ini terbuat dari batu berwarna hitam, tampak lebih padat dibanding bahan yang digunakan untuk pembuatan Ganesha yang cenderung berwarna kekuningan. Sebelum kepalanya hilang, dulunya wajah patung tersebut tampak cantik (menurut warga setempat yang pernah melihatnya.

Warga setempat menyebutnya Patung Ronggeng. Sejauh ini belum ada penjelasan yang pasti tentang sosok arca ini. Tim penyusun buku Sejarah Batang (1993) menyebutnya arca Durga. Umat Hindu yang memuja Dewa Ganesha adalah untuk memohon berkah Tuhan agar dapat mencapai keberhasilan dalam dunia fisik untuk selanjutnya mencapai kesempurnaan. Dewa Ganesha adalah dewa yang harus terlebih dahulu dipuja sebelum melakukan pemujaan kepada dewa-dewi lain atau perayaan lainnya. Dalam mitologi Hindu, Dewa Ganesha adalah putra Dewa Siwa dan Dewi Parwati, bentuk lain dari Dewi Durga.

Sebelum dibangun cungkup, arca ini berada di dekat pohon besar namun sekarang ditempatkan di dekat arca Ganesha. Tampak dalam posisi meditasi duduk bersila, kaki kanan terlipat di atas kaki kirinya, sementara kedua tangannya bertumpu di atas lutut masing-masing. Budayawan asal Batang Mja Nashir menyebut arca ini sebagai Sang Buddha yang tengah bersemedi dalam posisi telapak tangan kiri telungkup, semua jari menjuntai ke bawah mengarah bumi. Meditasi dengan sikap tangan bhumisparsa mudra, memanggil bumi sebagai saksi bahwa dirinya tetap teguh dalam menuju pencerahan sempurna menahan segala godaan atau mara.

Selanjutnya Mja Nashir menafsirkan keberadaan arca Ganesha dan arca Sang Buddha (yang duduk berdampingan) sebagai bukti keluhuran jiwa leluhur masa silam. Ada nilai-nilai penting, yang seringkali luput dari perhatian. “Menyelami jejak-jejak masa silam, kurenungkan utamanya bukanlah soal perebutan ruang, perebutan kekuasaan, perang-perangan, ini milikku-ini milikmu, ini wilayahku-ini wilayahmu dan sebagainya itu. Melewati dua arca yang jelas mewakili dua agama yang berbeda ini, leluhur di masa silam mendirikannya di satu tempat yang sama. Di atas lembah ini yang oleh kedua entitas itu sama-sama diyakini sebagai tempat yang sakral. Sebuah kebijakan masa silam, sekaligus teladan akan pentingnya kerukunan dalam keberagaman di atas satu bumi yang sama,” tulis Nashir dalam akun “Batang Heritage”.

Selain itu, di kompleks Situs Ganesha juga terdapat fragmen arca, batu bulat (tidak jelas apa fungsinya) serta batu peripih. Peripih adalah benda-benda di dalam suatu wadah bertutup berbentuk persegi yang memiliki 9 sampai 25 lubang kotak-kotak yang disebut garbhapatra, dan dipendam di dasar (sumuran) candi dan juga disimpan pada ruangan kecil di bawah atap (sungkup) candi. Fungsinya untuk menghidupkan candi agar dapat digunakan sebagai tempat ibadah melalui suatu upacara peletakan peripih yang dinamakan garbhadana.

Benda-benda tersebut merupakan simbol-simbol kedewaan, sebagai media bagi dewa untuk merasukkan zat inti kedewaannya dan perlambang dari panca maha bhuta (lima unsur alam), yaitu udara, tanah, air, api, dan angin. Peripih memegang peran penting dalam percandian, dapat dikatakan candi tanpa peripih ibarat raga tanpa jiwa.
Candi di Indonesia umumnya memang merupakan kuburan raja-raja. Di bawah candi ditanam abu raja. Abu raja ini biasanya ditaruh di sebuah batu perabuan yang dinamai peripih. Peripih merupakan sebuah batu yang mempunyai 9 lubang. Lubang yang di tengah berisi abu jasad raja, sedangkan lubang-lubang disekelilingnya berisi peralatan keagamaan. Peralatan ini biasanya berupa lambang-lambang dewa yang dipuja oleh sang raja.

Curug Bidadari

Saat ini Situs Ganesha menjadi obyek wisata yang banyak dikunjungi orang dari berbagai daerah. Tidak jauh dari tempat ini terdapat beberapa air terjun yang indah dan masih alami di tengah hutan. Dan yang paling banyak menyedot perhatian para wisatawan adalah air terjun atau Curug Bidadari yang berjarak sekitar 500 meter ke arah selatan dari Situs Ganesha. Curug ini tidak begitu tinggi, namun menawarkan eksotisme yang membuat pengunjung betah berlama-lama di tempat ini.

Curug Bidadari benar-benar lain dari biasanya, bukan hanya dari namanya, tapi juga bentuknya. Lokasi curug indah ini tertutup dan jika ingin melihat dari dekat harus melewati lorong sungai sepanjang seratus meteran yang penuh sensasi. Memasuki kawasan ini laksana berada dalam goa atau kulkas raksasa. Suasana di dalam remang-remang karena sinar matahari tak bisa masuk dan agak menyeramkan.

Dalam lorong ini terdapat beberapa kedung (kolam) alami dengan air jernih. Kanan-kiri berupa tebing batu tegak lurus setinggi 70-an meter dan dihuni kawanan kelelawar. Itulah sebabnya tempat ini disebut juga Dinding Batu.
Setelah melintasi lorong ini, keindahan air terjun dan kolam-kolam alami berair jernih bisa dinikmati. Air di kedung berwarna hijau kebiru-biruan. Warna tersebut dipengaruhi oleh dasar kedung yang bermaterikan batu hitam. Kedalaman kedung berubah-ubah tergantung musim. Jika musim kemarau debit air menurun sehingga kedalaman kedung kurang lebih 1-2 meter sehingga pengunjung bisa masuk ke dalam lorong sampai ke pusat curug. Namun jika musim hujan lokasi ini berbahaya dimasuki, selain airnya deras, kedung juga dalam. Karena berbahaya, jika musim hujan wisata ini akan ditutup.

Curug Bidadari merupakan bagian dari sungai Sumilir yang merupakan batas wilayah kabupaten Batang dan Pekalongan. Sebutan Curug Bidadari sebenarnya muncul baru-baru ini setelah masyarakat luas bisa mengakses tempat ini. Menurut cerita yang beredar, disebut Curug Bidadari karena pada jaman dahulu pernah ada cerita seorang penggembala yang melihat 7 bidadari sedang mandi di kedung. Sebelumnya warga sekitar menyebutnya Gupit (Bahasa Kawi) yang artinya senthong, paturon atau kamar. Pada lorong sungai memang terdapat ruang tersembunyi di balik dinding batu. Ada lagi yang menyebut Pingidan yang berarti putri. Maka kedung yang berada di tempat ini dijuluki Kedung Putri.

Konon tempat ini dijadikan petirtaan putri-putri kerajaan. Tidak jelas, apakkah dinding-dinding batu ini hasil pahatan manusia zaman kuna atau murni terbentuk secara alami. Namun belum ada penelitian tentang keterkaitan tempat ini dengan Situs Ganesha.

Pernah ada rencana untuk merevitalisasi Situs Ganesha menjadi sebuah obyek wisata bertaraf internasional yang diprakarsai Yayasan Syailendra yang berpusat di Jakarta. Namun rencana tersebut sampai kini belum teralisasi.
Sejauh ini keberadaan wisata Situs Ganesha belum dikelola secara maksimal. Di lokasi situs baru dibangun cungkup pengaman.

Pengunjung yang ingin mendatangi lokasi ini juga masih terkendala infrastruktur yang belum memadai. Jalan dari arah Kecamatan Wonotunggal menuju Silurah sudah cukup bagus, namun jalur dari Silurah menuju lokasi situs (kurang lebih 1 km) belum diaspal dan kondisinya licin jika musim hujan. Jalan ini kurang aman karena berada di dekat jurang dan menuruni lembah. Sebagian pengunjung memilih jalur arternatif antara lain lewat desa Purbo Kecamatan Talun. Atau bagi yang menyukai jalan kaki sudah tersedia jalur baru dari Dukuh Silegok Desa Sodong. Dengan dibangunnya jalan ini, akses menuju Situs Ganesha menjadi lebih dekat dan mudah.

Sementara ini pengunjung belum dikenai tiket masuk. Hanya saja pengunjung yang membawa kendaraan dikenai biaya parkir. Sejak wisata Curug Bidadari dibuka untuk umum, jumlah pengunjung meningkat drastis. Jika dikelola dengan baik dengan perencanaan yang matang, bukan tidak mungkin objek wisata ini kelak akan menjadi primadona masyarakat.

Pesona alam dan warisan sejarah tersebut telah menginspirasi sejumlah penulis untuk membuat buku. Sedikitnya saat ini sudah ada tiga penulis yang mengabadikannya dalam buku antara lain Silurah Desa Tua (catatan budaya), Pelangi Curug Bidadari (Kumpulan Puisi) dan Misteri Curug Bidadari (Novel). Bukan tidak mungkin karya-karya tersebut nantinya akan menambah popularitas Curug Bidadari dan Situs Ganesha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun