Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.

Saya dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Memiliki hobi membaca dan menulis. Saya membaca buku fiksi maupun non fiksi dan puisi. Saya juga suka menulis, baik tulisan ilmiah, ilmiah populer, fiksi, dan puisi.,

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Binatang Jalang Itu Adalah Kita: Sebuah Refleksi Idul Fitri

9 April 2024   18:59 Diperbarui: 9 April 2024   19:06 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerdip Lilin Di kelam Sunyi. Sumber: Dokumen Pribadi

ALLAHU AKBAR

ALLAHU AKBAR

ALLHU AKBAR

Engkau yang Maha Besar ya Allah. Engkau yang Maha Besar ya Tuhanku. Engkau yang Maha Besar Ya Ilahi. Aku maha kecil. Aku maha hina. Aku tak berarti apa-apa. Debu-debu itu telah lama menutup wajahku.

LA ILAHA ILLALLAH, ALLAHU AKBAR

Tiada Tuhan selain Kau, Ya Allah. Tiada Tuhan selain kau yang Maha Besar, yang aku sembah, kepada siapa aku meminta dan berharap. Tiada Tuhan pengabul harapan. Kini di pintu-Mu aku berdiri. Di pintu-Mu aku berlutut. Di pintu-Mu aku mengetuk. Aku tidak bisa berpaling, ya Allah. Aku tidak bisa berpaling. Bagaimana aku bisa berpaling sementara hanya pintu-Mu yang tersedia, tempat aku kembali?


Dalam bayanganku aku melihat Chairil Anwar, yang tak akan perduli pada apapun, yang pernah berteriak lantang "AKU INI BINATANG JALANG," berlutut di pintu itu, pintu Tuhan, Dia mengetuk dengan tangannya yang gemetar, suaranya yang memelas, tangisanya yang terisak-isak, memohon agar supaya sudilah kiranya Tuhan membukanya. Yah, Chairil Anwar itu adalah kita. Binatang jalang itu adalah kita.

Dari kejauhan sayup-sayup kudengan lantunan takbir, sendu. Lantunan takbir yang mengisyaratkan, memanggil-manggil manusia untuk kembali ke jati dirinya. Jati diri sebagai makhluk maha kecil di depan Dia yang Maha Besar. Takbir itu adalah pintu itu. Dan kita berlutut di depan pintu itu. Kita mengakui bahwa kita tidak bisa berpaling dari Dia.  

oooOOOooo

Penulis adalah pengajar di Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo.

Essay ini pernah dipublish di https://dosen.ung.ac.id/. Kini dipublish lagi dengan beberapa perbaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun