Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Menginspirasi untuk menciptakan dunia dengan kata-kata.

Pendidik anak bangsa pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Gorontalo yang gemar membaca segala macam bacaan dan menulis untuk menciptakan dunia dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akhir Jabatan Sang Khalifah Gorontalo: Mopotolungo atau Mongulungo?

21 Februari 2024   07:54 Diperbarui: 11 November 2024   14:34 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar tahanan dalam sel. Gambar dikreassikan dengan bantuan https://www.bing.com/images/create

Dalam bahasa adat Gorontalo, para pemimpin disebut sebagai halipa (khalifah). Khalifah ini terdiri dari gubernur dan wakilnya, bupat dan wakilnya, walikota dan wakilnya, dan camat. Bagaimana nasib para khalifah ini di akhir jabatannya? Akankah berakhir husnul khotimah atau Happy Ending atau SU'ul Khotimah atau Sad ending. Akankah menjalani jupacara kebesaran penghormatan secara adat Gorontalo yang disebut Mopotolungo atau proses hukum kejaksaan atau KPK?

Sebelum lanjutl saya mulai dengan  membahas dua ritual adat kebesaran Gorontalo yang berkenaan dengan kepemimpinan. Yang pertama adalah "Molo'opu". Molo'opu adalah prosesi penjemputan seorang kepala daerah, gubernur, walikota/bupati, dan camat dari rumah pribadi ke rumah dinas atau dalam bahasa daerah disebut "Yiladia", dan pelantikan secara adat.  Setelah dilantik secara kenegaraan, maka seorang pemimpin akan menjalani ritual molo'opu. Dalam proses penjemputan seorang pemimpin dijemput dengan adat kebesaran Gorontalo yang dilaksanakan oleh para pemimpin adat "Bate" dan "Wu'u" beserta segenap jajarannya. Pemimpin dijemput dengan iringan puisi sakral adat yang disebut "Tuja'i" yang diucapkan secara lantang penuh hikmah oleh para pelaksana adat.

Setelah tiba di yiladia, sang pemimpin didudukkan di tempat duduk kebesaran. Kemudian proses selanjutnya adalah pelantikan adat. Pemimpin adat akan mengucapkan kata-kata pelantikan yang mengandung nasihat moral sebagai berikut:

Baca juga: Si Bule dan Kita

Eyanggu,
To saati botiya,
Tau, ma tau lo Ito Eya
Tulu, ma tulu lo Ito Eya
Taluhu, ma taluhu lo Ito Eya
Dupoto, ma dupoto lo Ito Eya,
Huta, ma huta lo Ito Eya
Bo dila polulia to napusu, Eyanggu


Terjemahannya adalah:

Tuanku,
Mulai saat ini,
Rakyat dalam kekuasaan Anda
Api dalam kekuasaan Anda
Air dalam kekuasaan Anda
Angin dalam kekuasaan, Anda
Tanah dalam kekuasaan Anda
Tapi jangan memperturutkan hawa nafsu, Tuanku

Tujai di atas bermakna bahwa pemimpin yang sedang dito'opu memiliki kekuasaan besar terhadap rakyat dan segaala elemen alam yang disebutkan itu. Namun kata-kata pelantikan itu ditutup dengan peringata sekaligus nasehat agar pemimpin tidak memperturutkan hawa nafsu. Memperturutkan hawa nafsu artinya berlaku sewenang-wenang dan salah satunya adalah korupsi.

Kemudian para pemimpin adat memberikan petuah (tahuda) berganti-ganti. Salah satunya adalah:

Rukunu Isilamu to talu
Lipu pe'ihulalu

Yang bermakna:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun