Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matinya Sang Raja

1 Agustus 2019   17:54 Diperbarui: 1 Agustus 2019   17:59 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telah bertahun-tahun negeri yang kesuburannya sudah tersiar ke seluruh penjuru itu dipimpin oleh seorang Raja yang baik dan bijaksana. Sang Raja begitu dihormati dan dikagumi oleh seluruh rakyatnya. Rakyat tidak pernah merasa kekurangan, persediaan pangan selalu terjaga dengan sangat baik, roda perekonomian rakyat berputar dengan lancar, keamanan serta kenyamanan rakyat tidak pernah menjadi masalah yang mengusik rakyat, semuanya berjalan dengan sangat baik dibawah kepemimpinan Sang Raja. 

Seyogianya, ketika Sang Raja sudah tak lagi mampu memimpin rakyatnya, ia akan menyerahkan tongkat kepemimpinan pada anaknya. Namun, sangat disayangkan, dalam usianya yang hampir memasuki kepala enam, ditambah kondisi fisiknya yang terus melemah karena penyakit, Sang Ratu tak bisa memberikannya keturunan. Inilah yang menjadi ketakutan terbesar bagi rakyat. 

Sejauh yang mereka ketahui, jika Sang Raja mangkat tanpa mempunyai keturunan, tahta akan beralih ke tangan adik sang Raja yang berwatak seratus delapan puluh derajat berbeda dari Sang Raja.

Semakin hari kondisi fisik Raja semakin melemah. Badannya kini kurus, tak lagi sekokoh kemarin. Belakangan, Tabib kerajaan mengatakan bahwa kerusakan pada salah satu ginjal Raja semakin parah dan harus segera dilakukan pembedahan untuk mengangkat ginjal Sang Raja. 

Sang Tabib menambahkan, Raja tidak bisa lagi melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa sebagaimana ketika ginjalnya masih utuh dan sehat. Satu-satunya cara agar sang Raja bisa tetap sehat untuk memimpin rakyatnya adalah dengan menerima donor ginjal. Raja merasa sedih, ia hanya bisa meratapi nasibnya yang tidak bisa memiliki keturunan serta tubuhnya yang digerogoti penyakit. 

Dengan penyakit yang dideritanya, Raja merasa hidupnya di dunia tidak akan lama lagi. Akhirnya, Sang Raja yang sangat mengasihi rakyatnya itu hendak membuat sebuah pengumuman kepada rakyatnya. Maka, dikumpulkanlah seluruh rakyat pada suatu pagi di depan istana. Raja, dengan badan yang kurus berbalut cinta dan kemurahan hatinya keluar dari istana untuk menemui rakyatnya. Ia menatap ke bawah, memandang rakyatnya dengan mata yang selama ini memancarkan harapan bagi mereka.

"Rakyatku.. Kalian tahu betul betapa aku mencintai dan mengasihi kalian" Hening, seluruh rakyat terdiam dan mengarahkan perhatiannya pada Sang Raja dan perkataannya. "Kalian tahu betapa aku selalu ingin menjalani hidup di negeri yang indah ini bersama kalian. Tapi rakyatku,"kalimat yang keluar dari mulut Sang Raja mulai patah-patah dengan jeda beberapa detik dari satu kata ke kata lain. "kita semua tahu bahwa itu semua hanyalah sebatas keinginan kita saja. Kita semua, cepat atau lambat, harus menghadapi kematian kita. Tak selamanya aku bersama kalian, dan tak selamanya kalian bersamaku"

Rakyat yang berdiri di depan istana gemetar, jantung mereka tiba - tiba berdegup kencang ketika mendengar perkataan rajanya. Seketika terlintas dalam pikiran mereka, masa-masa penuh kejayaan yang mereka alami bersama Sang Raja. Mereka khawatir, bagaimana jadinya kalau Raja tiada dan tahta harus jatuh ke tangan besi adik Sang Raja.

"Raja tidak boleh pergi secepat ini" rakyat yang hadir di depan istana saling berbisik. "Ya, Raja harus sembuh dari penyakitnya".

Di tengah - tengah rakyat yang berkerumun itu, seseorang berkata kepada yang lainnya, "Aku mendengar kabar bahwa Raja mengalami penyakit yang serius pada salah satu ginjalnya. Tabib kerajaan bisa saja mengobatinya, mengangkat ginjalnya serta menggantinya dengan ginjal yang baru"

Tiba - tiba terdengar teriakan dari kerumunan. "Raja ! Kami mendengar bahwa Raja bisa sehat kembali jikalau ginjal Raja diganti. Kami, rakyatmu, siap memberi nyawa kami bagi Raja. Kami akan mendonorkan ginjal kami kepada Raja !"

Mendengar perkataan rakyatnya tersebut, Sang Raja menjadi sangat terharu mengetahui betapa rakyatnya juga begitu mengasihi dia.

"Sungguh, kalian memang rakyat yang berhati mulia. Lantas, siapakah diantara kalian yang rela memberikan ginjalnya padaku ?"

"Aku akan memberikan ginjalku pada Raja !"

"Aku akan berikan ginjalku pada Sang Raja !"

Hampir semua orang dalam kerumunan itu mengatakan hal yang sama. Suasana menjadi riuh. Mereka meneriakkan kerelaannya untuk mend0norkan ginjal mereka pada Sang Raja.

Sang Raja yang bijaksana itu mencoba menenangkan rakyatnya. Riuh kembali hening. Raja memerintahkan pesuruhnya mengambilkan sehelai bulu. Dengan sigap, pesuruh Raja melaksanakan perintah itu dan tangan Raja kini memegang sehelai bulu.

"Aku sangat tersanjung akan kebaikan hati kalian. Rasa-rasanya, tak elok jika aku yang harus memilih siapa diantara kalian yang akan mendonorkan ginjalnya padaku" rakyat menyimak dengan sungguh-sungguh perkataan Raja. "Di tanganku terdapat sehelai bulu. Aku akan menjatuhkannya ke bawah. Di kepala siapa bulu ini akan mendarat, dialah yang akan mendonorkan ginjalnya padaku"

Bulu tersebut dijatuhkan Sang Raja, perlahan-lahan mendekati kepala rakyat yang berkumpul di bawah. Bulu tersebut hendak jatuh di kepala seorang bapak ketika bapak itu berkata dalam hati; Aku masih punya anak dan istri yang harus kunafkahi. Bagaimana jadinya kalau aku hanya punya satu ginjal. Ia pun mengembus bulu itu dengan sekuat tenaga. Bulu itu pun tidak jadi mendarat di kepalanya dan kini melayang-layang kembali mencari pendaratan lain.

Seorang pria muda membatin ketika bulu itu hendak mendarat di kepalanya. Ah, aku masih sangat muda untuk kehilangan ginjalku. Aku bahkan belum menikah. Maka, diembuskan jugalah bulu itu olehnya.

Begitu juga dengan seorang wanita yang mengembuskan bulu itu saat hendak mendarat di atas kepalanya karena khawatir bagaimana ia akan bekerja dan melayani suaminya jika ginjalnya hanya satu. Dengan hanya satu ginjal, aku tidak akan bisa bekerja dengan optimal lagi.

Mereka yang tadi menyerukan kerelaannya untuk mendonorkan ginjalnya pada Raja juga melakukan hal yang sama dengan alasan mereka masing - masing. Alhasil, melayang - layanglah sehelai bulu itu tanpa pernah mendarat di kepala siapa pun.

Maka, sedihlah hati Raja melihat sikap rakyatnya itu. Dengan murung dan putus asa, ia masuk ke istana, duduk di singgasananya, dan mati.

Keesokan harinya, seluruh rakyat di negeri yang subur itu memulai kehidupan baru dibawah kepemimpinan raja yang baru, seorang raja bertangan besi dan tanpa kasih. Bahkan, tak sedikit pun waktu yang diberikan kepada rakyat itu untuk sekadar menangisi dan meratapi kepergian Sang Raja yang baik hati itu.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun