Mohon tunggu...
peby yanti
peby yanti Mohon Tunggu... Auditor - Hmm

Hm

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Begin

4 Maret 2020   18:02 Diperbarui: 4 Maret 2020   18:09 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pemecah suasana,pelayan pun datang dengan membawa makanan pesananku dan ayahku. Tertata rapi semua makanan yang ada di meja,mulai dari nasi hingga seafood. "Ayah sengaja memesan semua pesanan ini,karena semua makanan dan minuman ini adalah kesukaan ibumu setiap kita mampir ke restoran ini. Aku yang tak tega melihat ayah dengan perasaan berkecamuk dalam hati,antara kesal dan sedih. Tapi kekesalan ku hilang sontak ketika ayah bercerita semua hal tentang ibu sambil memakan pesanannya. Ayah bernostalgia,ia bercerita ketika mereka pertama kali bertemu. Aku tersenyum gembira,karena bisa melihat ayah tersenyum semanis itu semenjak kepergian ibuku.

Apa kau ingin tahu bagaimana cerita kepergian ibuku kala itu,yang sampai ayah tak bisa merenung kesedihannya di hadapanku. Ibuku pergi 3 bulan yang lalu,dan hari ini tepat hari ke 90 dimana ibu tidak bersama kami lagi. Ibu pergi karena penyakit yang diderita nya,ibu mengalami leukimia yang membuat ayah sangat frustasi pada saat itu. Ibu didiagnosis telah memiliki penyakit ini dalam tahap yang semakin parah. Ibu memang selalu terlihat pucat,dan badannya pun semakin mengurus. Sementara dulu ayah sangat sibuk,terkadang ayah tidak terlalu banyak bertemu dengan ibu dan aku juga. Namun sekalinya bertemu Ayah akan mengajak kami berjalan - jalan untuk makan,atau ke tempat wisata yang selalu ibu inginkan.

Ketika ibu didiagnosis telah memiliki penyakit leukemia ibu hanya bisa tersenyum,ayah selalu menangis ketika sering kulihat di kamarnya sambil termenung sendirian,yang membuat kaget keluarga adalah bahwa penyakit ibu telah mencapai stadium 4,dokter mengatakan bahwa penyakit ibu telah lama ada,namun ibu selalu terlihat tidak menampakkan penyakit nya itu seolah - olah ibu terlihat sehat - sehat saja. Selang setelah diagnosis tersebut,ibu langsung di bawa ke rumah sakit dan dirawat selama beberapa hari. Ayah senantiasa setia menemani ibu dalam suka dan duka. Ayah yang selalu memberi ibu makan,memberi obat dan menjaga ibu. Terkadang kita bergantian menjaga ibu siang dan malam.

Selang selama 1 bulan dari diagnosa dokter,ibu semakin berbeda wajahnya semakin pucat,badannya pun mengurus,kepalanya pun botak karena efek kemoterapi yang dokter selalu berikan setiap seminggu sekali. Wajah ibu yang dulu cantik,kini semakin miris. Terkadang aku selalu tidak tega melihat keadaan ibu seperti itu. Aku selalu menangis ketika melihat ibu sulit untuk makan,untuk berbicara pun sudah mulai sulit. Ayah selalu mengelusku seakan - akan ayah sudah pasrah dengan keadaan,ayah selalu memberiku semangat untuk selalu menjaga ibu,jangan sampai lengah.

Suatu saat hari kepergian ibuku datang,pada saat itu ayah sedang bekerja pagi dan kebetulan aku sedang libur sekolah. Aku pun pergi ke rumah sakit tepat pukul 5.43 pagi dan sampai disana tepat 6.25 pagi. Terlihat ada nenek yang sedang menjaga ibu,nenek menyuruhku ke rumah sakit ketika aku sedang beres - beres di rumah untuk menggantikan ibu. Nampak kondisi ibu sangat mengkhawatirkan,ibu mmengalami koma tepat hari ke 5,alat sudah memenuhi sekujur tubuh ibu. Nenek memelukku ketika aku datang,nenek memelukku sambil menangis dan meminta maaf kepadaku. Aku pun heran,sontak jantungku berdebar kencang sambil memeluk nenek.

Nenek berkata kepadaku "Nak,gantikan posisi ibumu,dan temanilah hari - hari ayahmu,mungkin ibumu tak akan lama lagi". Aku pun tak kuasa menahan tangis. Ku pegang tangan ibu dengan erat. Nampak dari jauh dokter spesialis ibu datang. Sambil mengecek seluruh badan ibu,dan mengukur detak jantung ibu. Aku pun bertanya pada nenek. "Ada apa Nek?mengapa ibu begini?". Nenek menjelaskan apa yang telah terjadi,dan sengaja mengabariku dengan terlambat. "Tengah malam tadi,ibu mu sempat berhenti detak jantung nya dan dokter mengeceknya bahwa detak jantung ibu melemah,dan dokter terus berjaga dari tadi setiap 2 jam sekali,karena kemungkinan terbesar ibu akan meninggal kalo kita lengah". Mendengar penjelasan nenek,hatiku merasa tak karuan. Rasanya hatiku pecah dan ingin berteriak sekencang mungkin. Nenekku menenangkan ku,dan memberiku semangat jangan sampai lengah. 

Nenekku pergi dan meninggalkanku berdua bersama ibu. "Nenek keluar sebentar ya,nenek akan membelikan sesuatu untukmu,tunggu sebentar." Nenekku pergi. Aku pun duduk termenung disamping ranjang,sambil menatap ibu. Ku coba memanggilnya "ibu..ibu". Namun tak ada isyarat apapun,seakan aku sudah menyerah dengan keadaan. Lama aku menunggu nenek,aku pun tertidur. Setelah 1 jam berlalu aku pun terbangun,melihat detak jantung ibu dalam monitor telah menandakan garis lurus. Aku pun sontak kaget,bingung dan langsung berlari keluar memanggil dokter. Dokter pun sigap menghampiri dan menangani ibu dengan para asistennya. 

Aku pun langsung menghubungi nenek dan ayah. Ditelpon Ayah sempat tidak menyahut,dan aku rasanya bingung. Nenek pun datang dengan muka yang cukup histeris sambil memeluk ku. "Ada apa dengan ibu Rose?" tanya nya. Aku pun tak mampu menjawab,dan memeluk erat nenek. Nenek pun sontak memelukku balik dengan perasaan sedih,kami berdua menangis diluar ruang kamar tempat ibu dirawat. Kami seakan - akan pasrah akan kehendak Tuhan. Ibu ditangani beberapa dokter spesialis agar kondisi jantung ibu tidak melemah. 

Setelah sekian lama kami menunggu,tak ada tanda - tanda dari dokter. Dilihat dari kaca kecil yang berada di ruangan ibu masih ada penanganan dokter. Aku pun menghubungi Ayah,dan ayah pun baru menyahut. "Yah dimana?cepat kesini,ibu semakin parah". Dengan tangan yang gemetar dan keadaan yang tidak karuan aku menelpon ayah. "Ayah menuju kesana,tunggu sebentar lagi Ayah sampai". Aku pun mematikan telpon. 

Telah berlalu, satu setengah jam kemudian Ayah datang berlari menghampiri kami. Ayah langsung memelukku dan nenek sambil menangis. "Mengapa?ada apa dengan ibu?". Kami pun hanya bisa membalas dengan senyuman kecil. Ayah semakin memberontak "Ada apa dengan ibu?". Rasanya semakin bingung untuk menjawab pertanyaan dari Ayah,terasa bibir ini terkunci untuk mengatakan yang sesungguhnya tentang keadaan ibu.

Ayah menangis tersedu-sedu melihat keadaan ibu. Dan tak lama kemudian perasaan aneh pun muncul di benakku. Mengapa ruangan ibu seketika hening dan tak ada aktivitas sama sekali. Akhirnya dokter yang menangani ibu tadi keluar dengan wajah yang murung. Dia langsung menghampiri Ayah,dan melakukan sedikit pembicaraan sedikit. Ayah menangis dengan tersedu - sedu menghampiri kami berdua. "Mah,Nak ibu telah tiada". Begitu pun ucapan Ayah kala itu yang membuat hatiku remuk dan hancur tak karuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun