Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dibuatnya Aku Telanjang dan Hangus

20 Februari 2016   20:19 Diperbarui: 20 Februari 2016   20:46 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi | sumber gambar ; http://balitapedia.com "][/caption]

Sudah berapa kali kuubah cara duduk. Mencari yang terbaik. Satu dua kali kudapat. Tapi kembali serasa di atas bara. Sesekali reflek mataku ditarik magnet dari pojok kanan pintu luar. Aku tak perduli, karena pencarian kenyamanan ini begitu mendominasi.

Teras mini market terkenal ini memberi ruang untukku membunuh malam. Berbekal perangkat kabel charger, powerbank, dan smartphone aku meraja. Makin sempurna oleh capucino dan cheese cake di meja.
Aku pun berkuasa! Ya, aku berkuasa!

Asal kau tahu, kawan...Tak mudah kudapatkan teritori ini. Kunikmati semua penuh hasrat.

Kembali mataku seolah ditarik magnet dari pojok kanan dekat pintu luar. Tapi digerak entah ke berapa, aku masih bertahta. Jumawa. Betapa tidak, dunia ada dalam genggaman.

Sejarah dan masa depan dunia. Semua tabiat dan kepura-puraan manusia. Semua isi bumi kubongkar pakai benda ini, erat di genggamanku. Olehnya tak ada yang bisa menipu aku.

Percuma bohongi aku dengan baju lusuh, rintihan, dan air mata penderitaan. Kutahu pasti, dibaliknya ada penguasa bermain.

Aku sudah bersumpah tak akan meninggalkan sekeping uang pun untuk sandiwara itu. Karena logikaku tak bisa dibodohi.
Tahukah kau? Dari genggamanku inilah pembuka semua tabir.

Malam makin dingin, aku masih di teras ini. Menuntaskan rasa meraja.

Tapi, sungguh keparat !
Kenapa dudukku makin terasa tak nyaman?
Kucari di seantero ruang. Tak satupun sebab kudapat. Kulihat di sebelah, para muda larut bersama kelompoknya. Berpegang perangkat dan sajian bermerk. Menenggelamkan diri pada dunia kontemporer.

Aku makin kepanasan. Ketika biji mataku lagi-lagi ditarik ke pojok pintu besi. Di situ seorang anak kecil gelandangan dalam balutan kain lusuh ibunya yang tertidur menekuk, hanya dengan tatapan bening dia menelanjangi dan membakar tubuhku.

-------
Pebrianov20/02/2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun